Minggu, 19 April 2009

Refresh sejenak..



Huhu...
meskipun ujian tengah semester belum berakhir jalan2 tetep lancar pokokE....
hehehehe.....

Sabtu, 18 April 2009

Alam FariezQi



Ni sih awalan wat kategori Agt B di blog ini,,hehehe..
Sekelumit tentang temen sekelas ku di kampus....

Ni makhluq yang ada di gambar ntu disinyalir bukan manusia, tetapi turunan ular cobra yang kawin ama Oplet nya si-Doel... Kata emaknya sih tadinya dia mw dikasi nama "Cisokhoo" (pake -خ- "Kho" makhroj-nya diperhatikan) tapi karena merasa kasihan akan keselamatan anaknya... akhirnya biar agak bagusan dikasi nama ALAM FARIESQI duehhh...

Dia temen gila gue di keLas nih... Anak Bekasi yang tersesat ampe di SOLO... if you know, dia itu sangat2 konyoL bin Aneh...suka ngupil pake jempoL, bernapas mbil gedhe2in lobang idung, nglihatin rekan HomBreng nya -si Talita- (atep), dateng telat dan langsung tidur lagi, dan tega memfitnah dirinya sendiri mirip tom cruise,,,, Oooiaaa, dia juga sering nongoL di Tipi Lho....(Bukan-bukan, bukan KILLER INSTING) tapi akhir2 ini tuh, dia jadi Bintang Iklan Partai....(siph..) PILIH PAN NOMER 9, halah.... Bang Mandra.

Apa-pun dan gimana pun dia tetep temen gue nih.... AGT B.... GiLaaaaa,,,,

Senin, 06 April 2009

smangat AGT ku...


Agroteknologi,
Sebuah jurusan Baru SK Mentri tahun 2008 di Fakultas pertanian yang katanya sih gabungannya pRodi AgronoMi & iLmu Tanah untuk terciptanya insinyur petanian yang lebih kompetent, tapi kok di UNS sendiri senior2 dari Agronomi dan ilmu tanah gak setuju, dengan memprotes keras desas-desus deklarasi HMJ Agroteknologi oleh angkatan pertama Agrotek 2008.... So,gimana pertanian Indonesia bisa maju seperti yang diimpikan kalo antara agronomi & ilmu tanah UNS ga bsa bersatu wat bimbing juniornya agroteknologi buat bersatu dalam himpunan mahasiswanya,...

Katanya sih pada Prihatin Dengan Daya Kritis Mahasiswa yang Mulai Mati,...
tapi mana juga buktinya, ketika AGT 08 mulai MEngkritisi untuk bersatunya Agronomi & ilmu tanah dalam membimbing Agroteknologi, eeee.... malah pada egois dengan pengen tetep berdirinya HMJ masing2...huuuuuu.....
gak pernah ngrasain jadi Angkatan pertama sih....

indonesia tu dah kuno, jangan dibikin kuno lagi deh ama pikiran senior2 yang mulai kuno..... seperti kaum tua penolak perubahan.

"the true power born from different"
AGT 08, saatnya rapatkan barisan, tajamkan pikiran untuk maju kedepan bukan cuma untuk indonesia, tapi berkarya untuk umat manusia....
SEMANGAT CAH.....

Lindungi Petani

Tradisi budidaya tanaman padi di Jawa dan luar Jawa sudah berlangsung selama ratusan tahun. Produksi dan perdagangan beras pun bukan sekadar transaksi ekonomi, tetapi sudah menjadi cara hidup (way of life).

Pertanian padi menjadi bagian ekonomi, budaya, dan tradisi desa-desa Jawa maupun luar Jawa. Cara hidup ini ditekuni belasan juta petani sehingga padi menjadi tumpuan keluarga petani. Tidak hanya itu, ketahanan pangan penduduk dibangun dari cara hidup budidaya tanaman padi ini.

Banyak keluarga dan tenaga kerja yang tergantung dari cara hidup bertani meski Indonesia sudah mulai masuk era industri. Dengan demikian, pertanian padi masih bermakna dalam dimensi sosial, kependudukan, bahkan politik. Masalah yang terjadi pada padi juga berhubungan dengan dimensi-dimensi non-ekonomi.

Beras juga merupakan makanan pokok, menjadi ujung tombak ketahanan pangan wilayah dan nasional. Peran itu sudah terjadi sejak berabad-abad lalu dan disistematisasikan pada masa pemerintahan Orde Baru. Dengan demikian, kepentingan ketahanan pangan sekaligus kepentingan tenaga kerja dan kependudukan bukan lagi menjadi isu ekonomi dan perdagangan semata, tetapi menjadi wilayah politik ekonomi karena aspek strategis berbagai bidang itu menuntut peran pemerintah yang proporsional dan efektif.

Naif sekali jika ekonom dan teknokrat pengambil keputusan menggiring sistem perberasan ke perdagangan bebas dalam logika efisiensi semata dari filosofi homo economicus. Isu beras selama ini lebih cenderung masuk logika efisien atau tidak, perlu tarif atau tidak dalam rangka efisiensi itu. Logika seperti ini tidak sesuai dengan kepentingan strategis tadi sehingga sistem perberasan seharusnya dilihat dari sisi kepentingan dan aspek kebijakan lebih luas, politik ekonomi dan sosial.

Nasib petani

Pada masa Orde Baru, nasib petani tidak mengalami perbaikan berarti. Banyak program subsidi dan perlindungan yang diberikan kepada petani, tetapi melenceng dari tujuan. Kredit pertanian diberikan dan kebijakan penyangga beras dilaksanakan melalui Bulog. Kebijakan harga dasar gabah diputuskan oleh pemerintah pada tingkat yang rendah. Namun, harga itu hanya sesekali bisa dicapai, bahkan sering di bawah harga dasar sehingga tidak mampu mengubah perbaikan kesejahteraan hidup petani.

Kebanyakan petani tidak menikmati harga gabah hasil panen secara memadai. Keuntungan minimal diperoleh karena injeksi teknologi dan subsidi. Kondisi itu menjadi disinsentif bagi petani untuk menanam padi, yang akhirnya mengancam produksi nasional. Meski demikian, daya tahan produksi padi tetap tinggi, di atas 55 juta ton per tahun.

Saat harga tidak stabil, lobi-lobi pedagang di sekitar presiden dan Bulog berjalan amat kuat dan intensif. Ini menandakan banyaknya perburuan rente ekonomi yang melibatkan kekuasaan dalam sistem perberasan nasional sejak dahulu. Praktik ekonomi politik seperti ini marak di sekitar kekuasaan eksekutif karena kondisinya tidak seimbang di masa lalu.

Kekuatan lobi pedagang menjadikan Indonesia pasar impor dan menghasilkan rente ekonomi amat besar. Pada saat yang sama, di pasar internasional tersedia surplus besar beras, potensial menghasilkan perdagangan residu (residual trading).

Semangat memburu rente ekonomi dan surplus beras di beberapa negara menjadi kekuatan untuk menggiring impor beras yang besar di masa lalu. Indonesia yang potensial dan pernah swasembada beras justru berbalik menjadi importir beras karena menadah surplus beras negara-negara lain. Praktik ini membantu negara lain menstabilkan harga, tetapi menciptakan masalah di dalam negeri.

Pemerintah negara-negara lain, terutama di Asia, menjadikan sistem perberasan juga sebagai bagian politik ekonomi nasional untuk menciptakan ketahanan pangan. Subsidi pupuk, benih, kredit, penyuluhan, infrastruktur irigasi, dan lainnya banyak diberikan pemerintah sehingga harga beras bukan cermin biaya sebenarnya. Jika terjadi surplus, keadaan itu menjadi ancaman harga beras di tingkat petani di negara itu. Selain itu, biaya penyimpanan juga menjadi masalah.

Karena itu, negara-negara surplus beras akan mengalami masalah ekonomi. Solusinya, melempar surplus itu ke negara lain. Rente ekonomi inilah yang dimainkan lobi-lobi pedagang pada masa Orde Baru, mengalahkan lobi petani. Dengan alasan kekurangan pangan atau untuk stok beras, surplus beras di negara lain ditarik ke Indonesia sehingga selalu merusak pasar.

Setelah Orde Baru, belum ditemukan cara memperbaiki pasar dan harga beras yang menguntungkan petani. Bulog sebagai buffer stock sudah dihancurkan IMF karena banyak korupsi di dalamnya.

Kini, Departemen Pertanian dan Departemen Perdagangan bersama DPR mengusung kebijakan baru untuk mengalahkan lobi-lobi pedagang. Perburuan rente ekonomi dari praktik impor berlebihan harus dihentikan. Indonesia tidak boleh dijadikan sasaran surplus beras negara lain yang ingin menstabilkan kondisi pasar beras dalam negerinya.

Impor beras

Kepentingan petani harus diutamakan, terutama untuk menikmati harga wajar. Kebijakan menutup impor beras harus diteruskan karena dampaknya relatif membaik, membantu memperbaiki harga di tingkat petani. Perdagangan antarpulau juga menggairahkan.

Dalam dengar pendapat pemerintah dengan DPR, banyak dibicarakan tentang masalah perlindungan petani, tetapi wujud kebijakan perlindungan itu belum jelas. Salah satu bentuknya adalah kebijakan bantuan subsidi. Namun, lalu muncul kebijakan pemerintah menutup keran impor, yang dinilai sebagai salah satu cara efektif untuk membantu menstabilkan harga beras di tingkat petani. Jika ini terus dijalankan, sedikit banyak petani bisa terbantu.

Kebijakan ini baru dilaksanakan Departemen Pertanian dan Departemen Perdagangan, tetapi hasilnya cukup memadai. Pemerintah tidak lagi tunduk kepada lobi-lobi pedagang, tetapi sudah memerhatikan kepentingan yang lebih luas dan lebih besar, yakni kepentingan petani.

Pemerintah Thailand merasa terganggu dengan kebijakan ini karena khawatir surplus dalam negeri tidak tersalurkan ke pasar ekspor sekaligus mengganggu pasar dan harga dalam negeri. Namun, Presiden SBY, yang alumnus IPB, tidak perlu mengikuti permintaan negara lain untuk membuka keran impor. Kepentingan petani dalam negeri harus diutamakan.

Rabu, 20 Juli 2005
Didik J Rachbini, Ekonom
Copyright © 2002 Harian KOMPAS

RESPON TANAMAN PADI TERHADAP PEMUPUKAN FOSFAT PADA LAHAN SAWAH DI DESA RAWANG PASAR-V, KECAMATAN MERANTI, KABUPATEN ASAHAN

Darwin Harahap dan Ali Jamil
Balai Pengakjian Teknologi Pertanian Sumatera Utara


ABSTRAK

Respon tanaman padi terhadap pemupukan fosfat pada lahan sawah di Desa Rawang Pasar-V, Kecamatan Meranti, Kabupaten Asahan. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei sampai dengan Agustus 2002. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok dan ulangan 4 kali. Sebagai perlakuan adalah tingkat dosis pupuk fosfat yang terdiri dari: P0 = 0 kg SP-36/ha, P1 = 25 kg SP-36/ha, P2 = 50 kg SP-36/ha, P3 = 75 kg SP-36/ha, P4 = 100 kg SP-36/ha. Hasil penelitian menunjukkan pemberian pupuk SP-36 sebanyak 75 kg/ha memberikan produksi tertinggi (6,72 ton/ha). Rekomendasi pemupukan fosfat (SP-36) untuk Desa Rawang Pasar-V, Kecamatan Meranti, Kabupaten Asahan adalah 75 kg SP-36/ha.

Kata kunci: fosfat, padi, lahan sawah irigasi.


PENDAHULUAN

Rekomendasi pemupukan adalah suatu rancangan yang meliputi jenis pupuk, dosis pupuk, cara pemupukan dan waktu pemupukan untuk suatu tanaman yang diharapkan dari suatu rekomendasi pemupukan adalah tepat jenis, tepat dosis, tepat cara dan tepat waktu. Metode pendekatan bisa berupa metode uji tanah, analisis tanaman maupun dengan metode pemupukan (Tim Uji Tanah, 1999).
Rekomendasi pupuk yang berlaku di tingkat nasional sampai saat ini masih bersifat umum, statis dan tidak efisien sehingga 20-30 tahun di daerah intensifikasi lahan sawah dilaporkan adanya ketidak seimbangan hara dalam tanah yang khususnya diakibatkan oleh fosfat (Hanson, 1994). Berdasarkan hasil penelitian Puslittanak menunjukkan bahwa sebagian besar lahan sawah intensifikasi di Jawa, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Lombok sudah tidak respon terhadap pemupukan P dan K (Setyorini, dkk., 1995).
Sampai saat ini rekomendasi pemupukan P dan K untuk padi sawah khususnya di Sumatera Utara masih bersifat umum yaitu berkisar 100-150 kg/ha SP-36/ha/musim dan 100 kg KCl/ha/musim. Penentuan rekomendasi tersebut dilakukan tanpa mempertimbangkan kandungan hara P dan K dalam tanah dan kebutuhan hara bagi tanaman sehingga kurang efisien. Oleh karena itu perlu diketahui berapa kandungan hara lahan sawah agar penentuan dosis pupuk lebih akurat.
Areal persawahan di Kabupaten Asahan seluas 52.402 Ha berdasarkan uji status P tanah diketahui bahwa yang berstatus P rendah seluas 19.150 ha (37%), bersatus P sedang 22.123 ha (42%), dan berstatus P tinggi 11.129 ha (21%) (Harahap, D., dkk., 2002).
Lokasi percobaan di Desa Rawang Pasar-V, Kecamatan Meranti, berdasarkan peta P dan K mempunyai status P sedang dengan kadar P-ekstrak HCl 25% (24,6-34,2 mg/100 g).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui rekomendasi pemupukan P spesifik lokasi di Desa Rawang Pasar-V, Kecamatan Meranti, Kabupaten Asahan.


BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di Desa Rawang Pasar-V, Kecamatan Meranti, Kabupaten Asahan. Dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Agustus 2002, menggunakan rancangan acak kelompok dengan 4 ulangan. Sebagai perlakuan adalah lima dosis pupuk fosfat yang terdiri dari: P0 = 0 kg SP-36/ha, P1 = 25 kg SP-36/ha, P2 = 50 kg SP-36/ha, P3 = 75 kg SP-36/ha, P4 = 100 kg SP-36/ha.
Sebagai pupuk dasar diberikan Urea 200 kg/ha, KCl 100 kg/ha, dan pupuk kandang sapi 3 ton/ha. Luas petak-petak percobaan adalah 4 x 6 m, menggunakan sistem tanam tegel, dengan jarak tanam 20 x 20 cm. Varietas padi yang digunakan adalah Ciherang. Untuk setiap petak-petak percobaan dibuat tersendiri saluran air masuk dan air keluar, sehingga pengaruh perembesan pupuk yang terlarut dalam air irigasi dapat dihindari. Bibit dipindahkan pada umur 15 hari dari persemaian. Pengendalian hama dan penyakit serta gulma dilakukan secara optimal dan bersifat preventif.
Data hasil pengamatan dianalisis secara statistik dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA) dan diikuti dengan uji lanjutan menggunakan DMRT pada taraf 5%, untuk melihat perbedaan antar perlakuan (Steel and Torrie, 1993).


HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Analisis Tanah
Data analisis tanah sebelum dilakukan percobaan menunjukkan bahwa derajat kemasaman tanah (pH 5,42), tekstur tanah lempung berliat, dengan kandungan P-total dan K-total tergolong sedang [P (HCl 25%) = 31,6 mg/100 g dan K (HCl 25%) = 12,9 mg/100 g). Sedangkan Ca, Mg dan S tergolong sedang (Lampiran 1). Lokasi Desa Rawang Pasar-V merupakan wilayah Supra-Insus sejak tahun 1986 atau telah mengalami tanam padi sawah lebih dari 20 musim tanam dengan menggunakan takaran pupuk rekomendasi nasional yaitu 250 kg Urea, 50 kg ZA, 100 kg TSP, dan 100 kg KCl.

Tinggi Tanaman, Jumlah Anakan Maksimum dan Jumlah Anakan Produktif
Hasil analisa statistik terhadap tinggi tanaman, tidak terdapat pengaruh dari pemberian pupuk fosfat. Pemberian pupuk fosfat berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan maksimum. Jumlah anakan maksimum terbanyak dihasilkan pada pemberian pupuk SP-36 dengan dosis 90 kg/ha (13,68) dan terendah pemberian pupuk SP-36 dengan dosis 100 kg/ha (12,0)

Tabel 1. Tinggi Tanaman, Jumlah Anakan Maksimum/Rumpun, Jumlah Anakan Produktif/Rumpun Padi di Desa Rawang Pasar-V, Kabupaten Asahan.
Perlakuan (kg SP-36/ha) Tinggi tanaman (cm) Jumlah anakan/ rumpun (batang) Jumlah anakan produktif/rumpun (batang)
Po = 0 103,95 a 12,18 a 9,14 a
P1 = 25 106,33 a 13,14 b 10,48 b
P2 = 50 106,03 a 13,08 b 10,56 b
P3 = 75 105,30 a 13,15 a 10,32 b
P4 = 100 104,82 a 12,0 a 9,24 a
Ket: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf dengan uji DMRT 5%

Dari hasil di atas terlihat bahwa peningkatan dosis pemberian pupuk fosfat pada tanaman padi sampai dengan takaran 50 kg SP-36/ha, adanya kecendrungan peningkatan jumlah anakan sampai batas optimum, sedangkan pemberian pupuk fosfat lebih dari 50 kg SP-36/ha, cenderung terjadi penurunan jumlah anakan.
Pemupukan fosfat memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah anakan produktif (Tabel 1). Jumlah anakan produktif tertinggi diperoleh pada pemberian pupuk SP-36 dengan dosis 50 kg/ha (10,56) dan jumlan anakan produktif terendah pada tanpa pemberian pupuk SP-36 (9,14).

Panjang Malai, Jumlah Biji Bernas Per Malai, Bobot 1000 Butir, Biomas dan Produksi/ha
Pemupukan fosfat tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap panjang malai (Tabel 2). Jumlah bulir per malai, terlihat bahwa pemberian dosis pupuk fosfat memberikan perbedaan yang nyata terhadap jumlah bulir bernas per malai. Jumlah bulir bernas per malai terbanyak diperoleh pada pemberian pupuk SP-36 dengan dosis 50 kg/ha (52,36) dan terendah adalah tanpa pemberian pupuk fosfor (49,65).

Tabel 2. Panjang Malai, Jumlah Bulir Bernas Per Malai, Bobot 1000 Butir, Biomas dan Produksi Per Ha, Desa Rawang Pasar-V, Kabupaten Asahan.
Perlakuan (kg SP-36/ha) Panjang malai (cm) Jumlah bulir bernas per malai Bobot 1000 butir (g) Biomas (g) Produksi/ha (kg)
Po = 0 23,20 a 49,60 a 27,15 a 139,64 a 5,70 a
P1 = 25 24,50 a 51,10 a 27,30 a 142,20 a 6,40 b
P2 = 50 24,60 a 52,30 b 27,30 a 142,70 a 6,40 b
P3 = 75 24,40 a 50,80 a 27,90 a 141,30 a 6,70 b
P4 = 100 24,30 a 51,40 a 27,80 a 141,40 a 6,35 b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf dengan uji DMRT 5%

Pemberian pupuk fosfat tidak memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap bobot 1000 butir. Biomas, terlihat bahwa tingkat dosis pupuk SP-36 tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot biomas. Bobot biomas berkisar antara 139,64 g - 141,72 g.
Pemberian pupuk fosfat menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap hasil/ha. Produksi tertinggi diperoleh pada pemupukan SP-36 dengan dosis 75 kg/ha (6,72 t/ha) dan yang terendah adalah tanpa pemberian pupuk SP-36 (5,76 t/ha). Anjuran pemberian pupuk SP-36 untuk lahan sawah berstatus P rendah, sedang dan tinggi masing-masing sebanyak 100 kg, 75 kg dan 50 kg SP-36/ha (Sofyan, 2000).


KESIMPULAN

1. Pemberian pupuk SP-36 75 kg/ha memberikan hasil tertinggi yaitu 6,72 t/ha.
2. Rekomendasi pemupukan fosfat (SP-36) untuk Desa Rawang Pasar-V, Kecamatan Meranti, Kabupaten Asahan adalah 75 kg SP-36/ha.


DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2001. Luas lahan sawah di Kabupaten Asahan. Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara. Medan 2001.
Hanson, R.G. 1994. Soil testing for efficient fertilizer in regional research and development. A Part of Project Pre-Appraisal.
Setyorini, D., A. Kasno, I.G.M. Subiksa, D. Nursyamsi, Sulaeman dan J. Sri Adiningsih. 1995. Evaluasi status P dan K lahan sawah intensifikasi sebagai dasar penyusunan rekomendasi pemupukan P dan K di Sumatera Barat, Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan. Pembahasan Paket Teknologi Hasil Penelitian ARMP-I, Cisarua.
Sofyan, A. dan J. Suryono. 2002. Petunjuk teknis pembuatan peta status P dan K lahan sawah skala 1:50.000. Puslitbangtanak Bogor, Litbang Pertanian.
Stell, R.G. and J.H. Torrie. 1980. Principles and procedures of statistica, Secon Edition.Mc Graw-Hill Book Company.
Tim Uji Tanah. 1999. Laporan Kegiatan Pemantapan Program Uji Tanah dan Analisis Tanaman di BPTP. Kerjasama Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat dengan ARMP-II. Badan Litbang Pertanian, Bogor.

PEMANFAATAN JERAMI PADI UNTUK KONSERVASI

Oleh : Ir. Rahman Arinong, MP

PENDAHULUAN


Telah lama diketahui bahwa usaha peningkatan produksi bahan makanan dunia selalu tidak dapat mengejar kecepatan pertumbuhan penduduk dunia. Hal ini antara lain karena kondisi tanah dan air sebagai sumberdaya alam pada umumnya sudah mengalami degradasi sedemikian rupa sehingga memerlukan usaha konservasi yang sungguh-sungguh.
Pengawetan tanah dan air, yang lebih tepatnya disebut konservasi tanah dan air adalah usaha – usaha untuk menjaga dan meningkatkanh produktivitas tanah, kuantitas dan kualitas air. Apabila tingkat produktivitas tanah menurun terutama karena erosi, maka kualitas air teutama air sungai untuk irigasi dan keperluan manusia lain menjadi tercemar, sehingga jumlah air bersih semakin berkurang.
Kekhawatiran kita akan semakin beralasan dengan kedaan iklim yang tidak menentu, dimana sewaktu-waktu terjadinya kekeringan karena kemarau panjang dan sewaktu-waktu terjadi penggenangan air atau banjir akibat curah hujan yang tinggi. Selama belum dapat mengelola air dengan baik maka selama itu pula masalah-masalah kekeringan dan banjir akan selalu terulang yang dapat menurunkan tingkat produktivitas tanah dan kualitas air.
Penggunaan sisa-sisa tanaman sebagai mulsa penutup tanah seperti jerami padi dalam konservasi tanah dan air sudah sering dilakukan karena dapat mencegah terjadinya erosi dengan menghindarkan pengaruh-pengaruh langsung dari curah hujan terhadap tanah. Selain itu dapat meningkatkan kegiatan jasad hidup dalam tanah yang dapat menyebabkan terbentuknya pori-pori makro di dalam tanah.
Sisa-sisa tanaman penutup tanah akan menghambat kecepatan aliran permukaan (run off), oleh karena dapat mengurangi tekanan gesekan dan kapasitas pengaliran air dipermukaan tanah.
Kandungan lumpur dalam aliran air dipermukaan tanah yang terdapat mulsa ternyata jauh lebih sedikit daripada aliran air di permukaan tanah yang diolah secara biasa tanpa mulsa.
Dalam setiap kegiatan penelitian terutama di negara berkembang, maka teknologi baru hendaknya dapat diterapkan sehingga alih teknologi didalam masyarakat dapat membawa perubahan pada kondisi sosial ekonominya. Agar usaha peternakan lebih menguntungkan, petani ternak harus dapat melakukan penekanan biaya makanan dengan tidak mengurangi nilai gizi dari pakan. Untuk itulah maka kesangsiang petani peternak dalam hal pemanfaatan bahan-bahan inkomvensional sebagai pakan ternak segera dihilangkan, mengingat harganya yang relatif murah, mudah diperoleh dan tidak bersaing dengan manusia.
Produktivitas ternak akan baik apabila diimbangi dengan faktor produksi seperti bibit unggul, pakan yang bermutu dan obat-obatan. Dari ketiga faktor tersebut disinyalir bahwa 70 % biaya produksi digunakan untuk pakan ternak. Oleh karena itu dalam mengelolah usaha petrnakan, hendaknya mempertimbangkan faktor pakan dengan saksama.
Salah satu faktor yang menetukan suksesnya suatu usaha peternakan ialah pemberian pakan ternak. Pemberian pakan ternak yang sesuai serasi baik kualitas dankuantitasnya akan sangat penting artinya bagi ternak untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi genetisnya.
Pada umumnya peternak kita masih memelihara ternaknya secara ekstensif tradisional dengan sumber pakannya atau hijauan hanya diharapkan dari rumput lapangan yang tumbuh di pinggir jalan, sungai, pematang sawah dan tegalan yang mana produksi rumput ini sangat tergantung pada musim, tidak tetap sepanjang tahun. Pada musim hujan produksinya berlimpah sedang musim kemarau relatif sedikit. Kurangnya pakan ternak sering membawa dampak terhadap kelangsungan kehidupan ternak. Musnahnya sumberdaya ternak ini sebenarnya merupakan akibat dari kelalaian petani ternak yang kurang memanfaatkan potensi alam yang dimiliknya.
Sebagai negara agraris, kekurangan hijauan pakan ternak adalah hal yang mustahil bila saja petani kita dapat memanfaatkan limbah pertaniannya sebagai sumber pakan ternak.
Banyak bahan makanan yang merupakan hasil limbah baik itu limbah pertanian maupun limbah industri, yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pengganti yang dapat memenuhi nilai gizi ransum yang setara atau lebih tinggi, relatif murah, mudah mendapatkannya serta penggunaannya sebagai bahan pakan ternak tidak bersaing dengan manusia, salah satu diantaranya adalah penggunaan jerami padi yang banyak terdapat disekitar persawahan setelah padi dipanen oleh petani dan dibuang begitu saja sebagai limbah hasil pertaniaanya.

POTENSI JERAMI PADI
Jerami padi adalah batang padi yang ditinggalkan termasuk dau sesudah diambil buahnya yang masak. Lebih kurang 30 % jerami padi digunakan untuk beberapa kepentingan manusia berupa atap rumah, kandang, penutup tanah (mulsa), bahkan bahan bakar industri dan untuk pakan ternak (bila terpaksa) selebihnya dibuang atau dibakar yang tidak jarang akibatnya mengganggu keseimbangan linkungan.
Menurut hasil survei Limbah Pertanian yang dilakukan oleh Team Fakultas Peternakan UGM (1982) melaporkan luas panen 5.069.385 Ha dengan produksi jerami pada rata-rata 3,39 ton /Ha sehingga total produksi pertahun 1.928.900 ton.
Jumlah bahan organik sisa - sisa tanaman ( jerami ) dapat diperkirakan bila indeks panen (harvest index) tanaman diketahui. Indeks panen padi yang telah dimuliakan adalah sekitar 0,5 , sedang jenis – jenis yang lama dibawah angka ini. Misalnya suatu pertanaman padi menghasilkan 3 ton gabah per hektar, maka dengan indeks panen 0,4 tanaman tersebut menghasilkan 10/4 x 3 ton = 7,5 ton gabah plus jerami , jadi 7,5 – 3 = 4 ton jerami per hektar. Produksi sisa –sisa tanaman akan lebih banyak bila tanaman tumbuh lebih subur dan populasi tanamanper hektar tinggi. Untuk mendapatkan tanaman yang subur, perlu dilakukan pemupukan, bersama usaha-usaha lainnya.
PEMANFAATAN JERAMI UNTUK KONSERVASI TANAH DAN AIR

1. Manfaat Sebagai Mulsa
Pemulsaan adalah menutupi permukaan tanah dengan sisa-sisa tanaman (jerami padi) benar - benar berkemampuan mencegah berlangsungnya erosi, dikarenakan pemulsaan akan melindungi tanah permukaan dari daya timpa butir-butir hujan, dan melindungi tanah permukaan tersebut dari daya kikis aliran air di permukaan. Selain itu mulsa juga berpengaruh pada suhu, Kelembaban, sifat-ifat fisik tanah, kesuburan dan biologi tanah.
Menurut D.J. Greenland dan R. LAL, dalam ‘’ Soil Conservation and Management in the Humic Tropic ” New York, 1977 dengan dilakukan nya pemulsaan konservasi air dalam tanah dapat diperbaiki, jumlah pori-pori yang dapat menginfiltrasikan air meningkat juga dengan adanya pemulsaan evaporasi yang berlebihan dapat dikurangi dan teraturnya suhu.

2. Peranan Mulsa Untuk Konservasi Tanah
Mulsa melindungi lapisan atas tanah yang akan menghancurkan struktur tanah, jadi mengurangi terisimya pori-pori tanah dengan bagian – bagian tanah yang telah hancu. Dengan mengurangi terjadinya pengompakan tanah ini, mulsa memelihara kemampuan tanah meresapkan air. Air lebih banyak masuk kedalam tanah, dan kalau cukup banyak akan terus masuk kelapisan tanah yang lebih dalam. Bertambahnya air yang masuk kedalam tanah meningkatkan kadar air tanah sampai mencapai kapasitas lapang, lapisan per lapisan. Mulsa memperbaiki porositas dandaya memegang air tanah.
Dengan mencegah penghancuran tanah, mulsa mengurangi terbentuknya kulit tanah (crust). Mulsa juga mengurangi jumlah dan jarak percikan akibat benturan hujan pada tanah. Bahan mulsa yang melapuk memperbaiki struktur tanah, dengan memperbaiki agregasi tanah. Dengan memelihara struktur tanah, pemulsaan merupakan salah satu teknologi yang dapat mengurangi kebutuhan pengolahan tanah.
Kondisi tanah dibawah mulsa kondusif untuk kegiatan – kegiatan biologik tanah, hal ini disebabkan tersedianya bahan makanan organic dan lebih stabilnya kondisi lingkungan (suhu dan kelembaban). Cacing – cacing dan organisme tanah lainnya membuat saluran-salurang dan sarangnya di dalam tanah sehinggamemperbaiki aerasi dan memperbesar kemampuan tanah meresapkan air. Eksreta cacing – cacing tanah mengandung lebih banyak liat dan karbon dibandingkan dengan tanah asalnya. Dengan penuaan (ageing), ekskreta yang diletakkan diatas permukaan tanah menghasilkan agregat-agregat mantap air, yaqng lebih tahan terhadap erosi.
Karena berpengaruh baik pada sifat-sifat fisik tanah dan kelembaban tanah, pemulsaan dapat juga menguntungkan pada perkecambahan dan munculnya tanaman baru.
3. Peranan Mulsa Untuk Konservasi Air


Dengan lebih rendahnya suhu, terlindunginya permukaa tanah, dari angin dantertekannya pertumbuhan gulma, mulsa mengurangi eveporasi atau evapotranspirasi. Bila tanah yang terbuka dan basah dapat kehilangan air 12 mm dalam tiga sampai lima hari, maka tanah yang di mulsa memerlukan beberapa minggu untuk menghilangkan jumlah ini. Konservasi air oleh mulsa penting pada pertanian di daerah iklim kering. Kontribusi mulsa ini juga penting di daerah basah yang mempunyai musim kering. Di daerah tropika basah, periode – periode kering yang pendek juga sering terjadi pada musim hujan.
Pemulsaan tanah memperbesar infiltrasi curah hujan dengan jalan mencegah hujan menghancurkan agregat-agregat dan memperbaiki struktur tanah. Kelembaban tanah yang lebih tinggi karena bertambahnya infiltrasi air dan berkurangnya evapotranspirasi dari tanah dan gulma menguntungkan tanaman bila curah hujan rendah dan kurang terdistribusi membatasi pertumbuhan tanaman. Dengan suplai air yang lebih baik, tanaman dapat memacu pertumbuhannya pada musim kemarau karena giatnya fotosintesa. Kemampuan menyediakan air oleh tanah dapat ditingkatkan secara berarti dengan pemulsaan.

PEMANFATAAN JERAMI SEBAGAI SUMBER PAKAN

1. Pengolahan Jerami Padi Untuk Pakan

Pada dasarnya ternak ruminansia mampu mensintesa protein dari bahan makanan yang berkualitas rendah sekalipun karena dalam rumennya terdapat mikroorganisme yang menghasilkan enzim proteolitik, cellulase, dan hemicellulase. Pada prinsipnya pengolahan jerami padi ini mengikuti pola kerja mikroorganisme rumen.
Pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak telah banyak dilakukan di Indonesia dengan berbagai cara (Sutrisno dan Sukamto , 1985) antara lain :
a. Digunakan langsung dalam ransum tanpa diolah lebih dahulu
b. Pengolahan untuk mempertinggi nilai pakannya
c. Pengawetan untuk menjaga kelangsungan penyediaan pakan ternak.
Upaya untuk meningkatkan nilai gizi jerami padi dengan beberapa pra-perlakuan , seperti fisik, kimia dan biologis dapat dilihat pada gambar 1. Dari berbagai cara yang dikemukakan pada gambar 1, nampaknya yang menguntungkan dan mudah dilaksanakan adalah cara kimia dengan mencampur jerami padi dengan larutan urea. Hasil campuran inilah disebut Jerami padi amoniasi.
Mikroorganisme rumen akan berkembang biak secara maksimal bila tersedia protein kasar yang cukup dengan minimal 8- 10 persen dalam ransum. Hasil akhir proses dalam rumen ini ialah amoniak (dari protein) untuk sumber protein dan asam lemak terbang (dari serat kasar) sebagai sumber energi (Komar, 1983) . Amoniak akan berperan dalam hidrolisa ikatan-ikatan cellulose, menghancurkan ikatan Lino-hemicellulosa (khusus jerami padi juga melarutkan sebagai silika), terjadinya fiksasi Nitrogen maka kandungan protein kasar akan meningkat.

2. Nilai Gizi Pakan

Jerami padi sebagai hasil sisa dari tanaman padi mengandung protein kasar 3,6 persen ; lemak 1.3 persen; BETN 41,6 persen ; Abu 16 ,4 persen; Lignin 4,9 persen; serat kasar 32,0 persen; silika 13,5 persen ; Kalsium 0,24 persen; Kalium 1,20 persen ; Magnesium 0,11 persen dan posphor 0,10 persen . Walaupun pada kenyataannyajerami padi miskin akan zat-zat makanan, namun sekitar 40 persen dapat dicerna sebagai sumber energi dalam proses pencernaan ternak ruminansia. Rendahnya daya cerna ini disebabkan oleh adanya Lignin dan silika yang menngikat Cellulosa dan Hemicellulosa dalam bentuk ikatan rangkap , sehingga sukar dicerna oleh enzim dari mikroorganisme dalam rumen (salah satu bagaian perut ternak ruminansia.

3. Cara Pembuatan Jerami Padi Amoniasi.

Menurut Chadarsyah ( 1984) pada dasarnya prinsip kerja ammonia, berawal dari bahan baku pupuk urea yang biasa digunakan petani peternak. Urea yang ada dilarutkan dalam air dengan ukuran tertentu . Untuk lebih jelas dapat dilihat reaksi sederhana sebagai berikut :

H2O
Urea NH3
Urease

NH2
CO 2NH3 + CO2
+ H2O

NH3 + H2O NH4OH

Larutan air yang mengandung urea tersebut disemprotkan / dipercikkan pada jerami maka Amoniak (NH3) pada proses amoniasi akan berperan sebagai berikut :
a. Menghidrolisa ikatan lignin-cellulosa
b. Menghancurkan ikatan lignin –hemicellulosa (khusus jerami padi juga melarutkan sebagian silika)
c. Memuaikan/mengembangkan serat cellulose sehingga memudahkan penetrasi enzim cellulosa pada saat jerami padi ada dalam rumen.
d. Berkat adanya pengikatan nitrogen pada jerami padi saat proses amonia maka kandungan protein kasar jerami akan mengikat.
Pada akhirnya peranan NH3 (Amoniak) ialah untuk membebaskan cellulosa dari ikatan lignin yang tak dapat dicerna dengan demikian maka mikroorganisme dalam rumen dapat mencerna serat kasar tersebut dengan baik.
Pembutan jerami padi amoniasi tidaklah sulit untuk dikerjakan .Pada prinsipnya adalah mencampur jerami padi dengan larutan urea lalu diperam selama kurang lebih tiga minggu. Langkah kerjanya sebagai berikut :
1. Mengumpulkan jerami padi secukupnya, lalau ditimbang untuk mengetahui perbandingan bahan baku dengan larutan yang akan digunakan.
2. Membuat/ menggali lubang bila menggunakan tanah sebagai tempat pemeramnya atau menggunakan kantung plastik.
3. Membuat larutan urea denganperbandingan 48 gram urea (48 % N ) dicampur dengan satu liter air untuk satu kg bahan kering jerami padi atau secara praktis untuk satu zak urea dicampur dengan 320 liter air (bila jerami yang tersedia diperkirakan kadar airnya 30 %), kemudian larutanurea tadi disemprotakn secara merata pada kurang lebih 800 kg jerami padi.
4. Jerami padi yang telah disemprot tadi lalu dimasukkan kedalam kantong plastik atau kedalam lubang dengan catatan terlebih dahulu lubangnya dialasi plastik untuk mencegah perembesan larutan atau gas ke dinding lubang. Setelah itu lubangnya ditutup rapat dan dibiarkan selama tiga minggu. Setelah tiga minggu dapat dipanen untuk diberikan pada ternak dengan catatan sebelum diberikan dikering anginkan dulu.

4. Manfat Amoniasi

Beberapa manfat dari Amoniasi adalah sebagai birikut :
A. Memperkaya Kandungan Protein
Sebagian dari amoniak yang diinjeksi meresap kedalam hijauan atau jerami dengan demikian maka kandungan protein kasar meningkat. Penigkatan ini tercermin dari adanya fiksasi amoniak yang diinjeksikan. Kandungan protein meningkat dua sampai empat kali lipat dari kandungan protein semula. Protein ini dapat dipergunakan dengan baik oleh mikro arganisma dalam rumen sehingga dengan demikian jerami dapat dicerna lebih baik karena dihasilkan enzim sellulase yang berarti pula dapat meningkatkan nilai energi dari jerami yang diolah tersebut.
Disamping itu protein yang tersedia dapat memenuhi kebutuhan protein ternak yang mengalami defisit bila jerami tersebut diberikan tanpa diolah.
B. Meningkatkan Daya Cerna
Peningkatan daya cerna ini adalah berkat :
1. Terurainya ikatan antara lignin sellulosa dan lignin hemisellulosa.
2. Dengan adanya protein yang tersedia maka mirkroorganisma dapat berkembang dengan baik .
Peningkatan daya cerna bahan organik dapat mencapai sekitar 10 – 15 unit atau suatu peningkatan sebesar antara 20 – 30 persen.
C. Meningkatkan Kuantitas Konsumsi
Pengolahan dengan amoniak ternyata dapat meningkatkan kuantitas konsumsi yang berarti jumlah protein dan energi yang dikonsumsi lebih dapat ditingkatkat bila dibandingkan dengan jerami yang tidak diolah.

PENUTUP
Pada hakikatnya jerami padi yang dijadikan mulsa berperan dalam konservasi tanah dan air karena mempunyai kemampuan dalam hal memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
Makin besar jumlah bahan mulsa yang di tempatkan di permukaan tanah, maka ternyata hasilnya akan lebih efektif dalam pengawetan lahan dari serangan erosi, oleh karena itu pemberian bahan mulsa dalam jumlah yang optimal perlu diperhatikan . Pemberian mulsa secara optimal selain sangat berpengaruh optimal dalam mengurangi tingkat erosi, juga memberi pengaruh yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Pengolahan bahan jerami padi dengan perlakuan jerami padi dengan amoniasi membawa efek yang positif terhadap nilai nutrisi ternak. Nampaknya amoniasi jerami padi mempunyai peluang untuk dikembangkan secara intensif pada masyarakat khususnya yang mempunyai ternak dalam rangka menanggulangi problema kekurangan pakan ternak.
Dengan cara tersebut diatas diharapkan limbah pertanian terutama jerami padi yang biasanya hanya dibuang begitu saja, yang mempunya nilai gizi / relatif rendah dapat ditingkatkan nilai manfaatnya.

DAFTAR PUSTAKA.

Greenland, D.J., dkk.,1977. Soil Conservation and Management In The Humic Tropic, John Wiley & Sons, New York.

Kartasapoetra G., dkk.,1987. Teknologi Konservasi Tanah dan Air, Penerbit Bina Aksara, Jakarta.

Komar, 1983. Teknologi pengolahan jerami padi sebagai makanan ternak, Yayasan Dian Grahita, Studio Anissa, Jakarta.

Samosir, Solo SR., 2002. Pengelolaan Lahan Kering, Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian dan Kehutanan, UNHAS.Makassar.

Sarief, S.,1988. Konservasi Tanah dan Air, Penerbit Pustaka Buana, Bandung.

Sutrisno dan Ben Soekamto, 1985. Pemanfaatan Limbah Pertanian untuk Ternak, Makalah pada Ekspose Teknologi peternakan regional Jawa Tengah di Surakarta, 26 februari 1985.

Yasin. Suhubdi, 1991. Seluk Beluk Peternakan Penerbit Akademika Pressindo, Jakarta

Bercocok Tanam Padi Secara Gogorancah pada Sawah Tadah Hujan

Kabupaten Jeneponto merupakan salah satu daerah yang memiliki pola curah hujan rendah, pendek dan eratik. Sekitar 15.292 ha lahan sawah yang hanya ditanami sekali dalam setahun atau sekitar 83% dari luas lahan sawah di daerah tersebut. Wilayah irigasi yang ketersediaan air irigasinya hanya tergantung dari curah hujan saja dan tidak mampu mendapatkan air irigasi pada awal musim hujan termasuk pula dalam kategori/kelompok tersebut. Pada wilayah seperti ini, berdasarkan pengalaman petani, tanaman padi lebih banyak mengalami gagal panen dari pada yang berhasil. Mengacu dari data rata-rata pola curah hujan yang terjadi di Kabupaten Jeneponto, terlihat bahwa hanya terdapat tiga bulan yang curah hujannya lebih dari 200 mm (jumlah curah hujan/bulan dimana sawah dapat menggenang), yaitu bulan Desember, Januari, dan Pebruari. Padahal awal turunnya hujan umumnya terjadi pada bulan Nopember, kadang-kadang dimulai pada bulan Oktober, dengan masa turun hujan sekitar 5 – 6 bulan setahun. Petani pada umumnya menunggu sampai sawah tergenang untuk memulai mengolah tanah, artinya mereka sudah kehilangan waktu musim hujan selama sekitar 1,5 – 2 bulan, sehingga mereka baru bisa menanam sekitar pertengahan/akhir Januari, kadang-kadang Pebruari. Hal ini menyebabkan waktu tanam sangat terlambat. Dampaknya adalah tanaman sangat beresiko mengalami kekeringan pada saat pembungaan, yaitu pada saat tanaman padi justeru sangat membutuhkan air, namun air telah habis (kering). Kondisi tersebut menyebabkan sebagian besar petani gagal panen, atau bisa panen tetapi produktivitasnya sangat rendah karena pada saat pembungaan, padi sangat membutuhkan air yang cukup, namun pada saat itu iklim sudah mulai kering. Alternatif yang tepat untuk menanggulangi kegagalan panen akibat pendeknya waktu musim hujan, adalah dengan menanam padi secara gogorancah. Hasil pengkajian MH.2004/05 menunjukkan bahwa selama pengkajian berlangsung, curah hujan sangat pendek dan rendah, sehingga pertanaman padi bertahan dalam kondisi gogo. Walupun demikian tanman padi yang ditanam secara gora masih memberikan hasil sebesar 2880 kg/ha dengan nilai keuntungan sebesar Rp. 1.109.860 (R/C rasio 1,32 dengan biaya tiap kg gabah sebesar Rp.1.215). Sedangkan padi yang ditanam secara tanam pindah hanya memberikan hasil sebesar 400 kg/ha dan petani mengalami kerugian sebesar Rp. 1.145.000 dengan R/C rasio sebesar 0,36 dengan biaya Rp.4.463 tiap kg gabah. Sedangkan pada MH.2005/06 , curah hujan relatif lebih tinggi sehingga hasil yang dicapai padi yang ditanam secara gora mencapai 6839 kg/ha, sedangkan yang ditanam secara tanam pindah sebesar 6747 kg/ha. Resiko kegagalan panen akibat kekeringan pada akhir musim hujan pada cara tanam pindah dapat dikurangi karena adanya sumber air sungai yang dapat dipompa. Waktu tanam dan waktu panen pada cara tanam gogorancah dapat dilakukan lebih awal, sehingga peluang menanam palawija setelah panen padi lebih besar.

Pertanian organik, Integrasi ternak dan tanaman

SOLO POS , Rabo Pon, 7 Maret 2007
Oleh : Prof.Dr.Ir.H. Suntoro Wongso Atmojo. MS.
Dekan Fakultas Pertanian UNS. Solo.

Sejak nenek moyang kita diakui keunggulan penggunaan pupuk organik terhadap perbaikan kesuburan tanah, namun tak ada artinya apapun jika kita tidak memikirkan masalah ketersediaan pupuk organik di lapangan. Bagaikan kita mimpi belaka disiang bolong jika kita tidak berusaha mengupayakan bagai mana sumber bahan organik bisa tersedia. Penggunaan pupuk organik terutama pupuk kandang tidak perlu kita ragukan lagi kemampuannya menjamin kesuburan tanah berkelanjutan. Pupuk organik tidak sekedar mampu memperbaiki kesuburan saja, namun akan menyehatkan tanah, sehingga akan menjamin terhadap kesehatan tanaman dan hasilnya serta akan menyehatkan manusia yang mengkomsumsinya.
Masalah utama yang sering timbul di lapangan adalah semakin terbatasnya pupuk kandang yang dapat digunakan. Kita sadar saat ini jumlah ternak di lapangan semakin lama semakin berkurang, mengingat petani dalam pengolahan tanahnya menggunakan traktor, mengingat traktor lebih praktis dan efektif baik dalam pemeliharaannya dan penggunaannya. Sehingga populasi ternak di lapangan semakin lama semakin berkurang, yang berdampak jumlah pupuk kandang semakin terbatas.
Pupuk Kandang.
Sejak peradaban paling awal, pupuk kandang dianggap sebagai sumber hara utama. Hingga kini penggunaan pupuk kandang terus digunakan di berbagai belahan dunia. Di Amerika serikat saja yang maju akan teknologinya, pupuk kandang merupakan bahan yang berharga dalam menjaga kesuburan tanah, hampir 73 % dari kotoran ternak yang dihasilkan dalam kandang ( sekitar 157 juta ton) diberikan dalam tanah sebagai pupuk. Diperkirakan pupuk kandang mampu memasok 10 % dari kebutuhan pupuk setiap tahunya. Sehingga mampu menekan kebutuhan penggunaan pupuk anorganik dilapangan.
Dalam prakteknya pupuk kandang sapi yang kita gunakan tidak semuanya dari kotoran hewan murni, namun merupakan campuran kotoran padat, air kencing, dan sisa makanan (tanaman). Biasanya sisa makanan (jerami) tercampur dengan kotoran padat dan cair, bahkan sering petani menggunakan jerami sebagai alas kandang yang akan tercampur dalam pupuk kandang. Sebenarnya jerami sisa makanan atau alas kandang, dapat berfungsi untuk menyerap air kencing sapi/kerbau yang memiliki kandungan hara tinggi, sehingga hara ini tidak banyak yang hilang.
Susunan kimia dari pupuk kandang sangat tergantung dari: (1) jenis ternak, (2) umur dan keadaan hewan, (3) sifat dan jumlah amparan, dan (4) cara penyimpanan pupuk sebelum dipakai. Sebenarnya hewan hanya menggunakan setengah dari bahan organik yang dimakan, dan selebihnya dikeluarkan sebagai kotoran. Sebagian dari padatan yang terdapat dalam pupuk kandang terdiri dari senyawa organik, antara lain selulosa, pati dan gula, hemiselulosa dan lignin seperti yang kita jumpai dalam humus ligno-protein. Penyusun pupuk kandang yang paling penting adalah komponen hidup, yaitu mikro organisme tanah yang sangat baik bagi kesuburan tanah.
Hasil kotoran untuk satu ternak sapi yang dikeluarkan dalam bentuk padatan 20 hingga 25 kg kotoran padat perhari, sedang dalam bentuk kotoran cair (kencing) 8 hingga 10 liter. Sehingga apabila kita memelihara selama musim tanam sekitar 3 bulan, maka kotoran padat yang dapat kita peroleh sejumlah 1,8 hingga 2,3 ton. Sementara kotoran cair yang dikeluarkan bias mencapai 800 liter yang akan menambah kualitas hara dalam campuran kotoran padat dan jerami. Sehingga untuk satu sapi saja mampu memsuplai pupuk kandang tidak kurang dari 3-4 ton (termasuk alas jerami). Sehingga apabila kita berikan ke dalam tanah sudah dapat menekan biaya produksi yang relatif besar. Adaikata petani memiliki 3-4 ekor sapi, maka sudah cukup untuk memupuk tanaman 1 hektar lahan. Namun masih perlu ditambah dengan urea 50-75 kg untuk diberikan sehabis tanam agar bibit segera nglilir (bangun)
Sebenarnya pupuk kandang sapi sudah cukup matang, sehingga unsur haranya sudah tersedia bagi tanaman. Dikerenakan sewaktu di dalam perut besar walaupun dalam waktu yang relatif singkat, semua makanan sudah dirombak oleh mikrobia dalam perut besar. Di dalam perut besar (rumen), makanan mengalami proses perombakan yang berlangsung secara efisien, karena mikrobia dapat bekerja secara optimal. Hal ini dikarenakan di dalam perut besar (rumen) merupakan habitat yang ideal bagi berlangsungnya perombakan makanan. Laju perombakan dalam rumen lebih cepat dibanding di tanah, waktu yang diperlukan untuk merombak dinding sel dalam rumen hanya sehari, namun bila di tanah perlu waktu mingguan.
Kotoran sapi padat mengandung hara nitrogen 1,1-1,5 %, pospor 0,5 %, dan kalium 0,9 %. Sementara kotoran sapi berbentuk cairnya mengandung hara nitrogen 1 %, pospor 0,50 %, dan kalium 1,50 %. Namun apabila pupuk kandang ini digunakan untuk pemupukan, ketersediaanya hara dalam tanah yang bisa digunakan tanaman sangat bervariasi, yang tergantung oleh faktor: (a) sumber dan komposisi pupuk kandang, (b) cara dan waktu aplikasi, (c) jenis tanah dan iklimnya, dan (d) sistem pertaniannya. Mutu pupuk kandang sangat tergantung dari cara penanganannya. Penanganan pupuk kandang yang benar harus memperhatikan keadaan alas kandang dan cara penyimpananya, yang akan menentukan jumlah hara yang dapat digunakan tanaman.
Bagi petani lahan kering, pupuk kandang merupakan kunci keberhasilan usahanya. Suatu problem di lapangan adalah semakin jarangnya jumlah ternak yang dimiliki petani, sehingga menyebabkan produksi pupuk kandang semakin berkurang. Keadaan ini menyebabkan perlu dicari cara untuk mengembangkan atau meningkatkan populasi ternak ditingkat petani.
Pertanian terpadu (integrasi ternak-tanaman)
Pola integrasi antara tanaman dan ternak atau yang sering kita sebut dengan pertanian terpadu, adalah memadukan antara kegiatan peternakan dan pertanian. Pola ini sangatlah menunjang dalam penyediaan pupuk kandang dilahan pertanian, sehingga pola ini sering disebut pola peternakan tanpa limbah karena limbah peternakan digunakan untuk pupuk, dan limbah pertanian untuk makan ternak. Integrasi hewan ternak dan tanaman dimaksudkan untuk memperoleh hasil usaha yang optimal, dan dalam rangka memperbaiki kondisi kesuburan tanah. Interaksi antara ternak dan tanaman haruslah saling melengkapi, mendukung dan saling menguntungkan, sehingga dapat mendorong peningkatan efisiensi produksi dan meningkatkan keuntungan hasil usaha taninya.
Sistem produksi ternak sapi/kerbau yang dikombinasi dengan lahan-lahan pertanian hendaknya dapat disesuaikan dengan jenis tanaman pangan yang diusahakan. Hendaknya ternak yang kita pelihara tidak menggangu tanaman yang kita usahakan, bahkan mendukung. Dalam hal ini tanaman pangan sebagai komponen utamanya dan ternak menjadi komponen keduanya. Misalnya ternak kita beri makan dari hasil limbah (jerami) dari sawah, atau ternak dapat digembalakan di pinggir atau pada lahan yang belum ditanami dan pada lahan setelah pemanenan hasil, sehingga ternak dapat memanfaatkan limbah tanaman pangan, gulma, rumput, semak dan hijauan pakan yang tumbuh di sekitar tempat tersebut. Sebaliknya ternak dapat mengembalikan unsur hara dan memperbaiki struktur tanah melalui urin dan kotoran padatnya.
Sebenarnya pertanian terpadu telah dilakukan oleh para petani kita. Petani dapat memanfaatkan limbah tanamannya (misal jerami) sebagai pakan hewannya sehingga tidak perlu mencari pakan lagi, petani juga dapat menggunakan tenaga sapin/kerbaunya untuk pengolahan tanah, dan ternak sapi/kerbau dapat digunakan sebagai investasi (tabungan) yang sewaktu-waktu membutuhkan dapat dijual untuk keperluan yang medesak.
Konsep pertanian terpadu ini perlu kita galakan, mengingat sistem ini di samping menunjang pola pertanian organik yang ramah lingkungan, juga mampu meningkatkan usaha peternakan. Komoditas sapi merupakan salah satu komoditas yang penting yang harus terus ditingkatkan, sehingga rencana ditahun 2010 di harapkan mampu mencapai kecukupan daging nasional dapat terwujud. Oleh karena itu upaya ini dapat digalakan pada tingkat petani baik dalam rangka penggemukan ataupun dalam perbanyakan populasi, serta produksi susu. Dengan meningkatnya populasi ternak sapi akan mampu menjamin ketersediaan pupuk kandang di lahan pertanian. Sehingga program pertanian organik dapat terlaksana dengan baik, kesuburan tanah dapat terjaga, dan pertanian bisa berkelanjutan.
Usaha pertanian terpadu ini sekaligus dalam upaya pengembangan peternakan dapat dilakukan melaui sistem pinjaman modal, gaduh, dan sistem gulir, dan sebenarnya telah banyak dipraktekan oleh berbagai pemerintak kabupaten. Program ini bertujuan untuk memenuhi permintaan konsumsi daging masyarakat, sehingga akan dapat mengurangi bahkan terlepas dari ketergantungan impor daging dan ternak serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha budidaya ternak, sekaligus menunjang program pertanian organik.
Sebenarnya integrasi ternak dan tanaman ini tidak terbatas pada budidaya tanaman padi dengan sapi saja, namun juga dapat dikembangkan integrasi dalam sistem lahan kering dan perkebunan. Semuanya tergantung dari usaha pertanian yang dikembangkan setempat, sehingga limbah pertaniannya dapat bervriasi seperti misalnya limbah jerami padi dilahan sawah, limbah jerami jagung dilahan kering, bahkan di Brebes limbah tanaman bawang merahpun dapat digunakan untuk pengembangan ternak.
Sistem tumpangsari tanaman dan ternak banyak juga dipraktekkan di daerah perkebunan. Tujuan sistem ini adalah untuk pemanfaatan lahan secara optimal. Di dalam sistem tumpangsari ini tanaman perkebunan sebagai komponen utama dan tanaman rumput dan ternak yang merumput di atasnya merupakan komponen kedua. Keuntungan-keuntungan dari sistem ini antara lain : (1) Dari tanaman perkebunannya dapat menjamin tersedianya tanaman peneduh bagi ternak, sehingga dapat mengurangi stress karena panas, (2) meningkatkan kesuburan tanah melalui proses kembaliya air seni dan kotoran padatan ke dalam tanah, (3) meningkatkan kualitas pakan ternak, serta membatasi pertumbuhan gulma, (5) meningkatkan hasil tanaman perkebunan dan (6) meningkatkan keuntungan ekonomis termasuk hasil ternaknya.
Sebenarnya sistem pertanian terpadu ini tidak terbatas pada pengusahaan hewan besar saja seperti sapi dan kerbau, namun juga dapat dintegrasikan antara ternak unggas dengan tanaman pangan, hotikultura. Kotoran unggas cukup potensial dimanfaatkan sebagai pupuk, misalnya kandungan hara dalam kotoran ayam hara N cukup tinggi sebesar 2,6 %, P 3,1 % dan K 2,4 %. Sistem pertanian terpadu ini dapat menjamin produksi pupuk organik, sehingga dapat menjamin pemeliharaan kesuburan tanah.

PENGEMBANGAN TANAMAN MELON DI LAHAN GAMBUT DENGAN BUDIDAYA INOVATIF

Peneliti:
Dr.Ir. Erina Riak Asie, MP

I. PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Dengan mempertimbangkan tren perkembangan populasi, kesejahteraan masyarakat serta meningkatnya kesadaran masyarakat akan gizi maka akan terjadi peningkatan kebutuhan terhadap tanaman hortikultura, khususnya buah-buahan. Salah satu komoditas buah-buahan yang menjadi prioritas dan perlu mendapat perhatian adalah tanaman melon (Cucumis melo L.). Tanaman melon termasuk salah satu jenis tanaman buah-buahan semusim yang mempunyai arti penting bagi perkembangan sosial ekonomi khususnya dalam peningkatan pendapatan petani, perbaikan gizi masyarakat dan perluasan kesempatan kerja.
Melon kini berkembang sebagai komoditas agribisnis. Melon memiliki nilai ekonomi dan prospek yang cukup besar dalam pemasarannya namun memerlukan penanganan intensif dalam budidayanya. Komoditas ini diminati oleh masyarakat dan mempunyai harga yang relatif tinggi baik untuk pasar domestik maupun ekspor.
Sampai saat ini untuk memenuhi kebutuhan akan melon bagi masyarakat Palangka Raya masih harus didatangkan dari luar kota. Jika melihat potensi lahan yang tersedia di kota Palangka Raya dan sekitarnya, sangat memungkinkan untuk budidaya tanaman melon. Namun demikian,
karena tanaman melon masih tergolong jenis tanaman yang relatif baru menyebabkan pengetahuan petani tentang teknik budidaya melon yang baik dan benar masih terbatas sehingga masih sangat sedikit petani yang mengusahakan tanaman ini.
Wilayah kota Palangka Raya dan sekitarnya memiliki beberapa jenis tanah. Salah satu jenis tanah yang banyak terdapat di kawasan tersebut adalah lahan gambut. Dengan penerapan teknologi budidaya, lahan gambut yang relatif dekat perkotaan atau memiliki akses yang baik, berpotensi untuk dikelola menjadi lahan yang produktif untuk budidaya tanaman buah semusim yang memiliki nilai ekonomi tinggi seperti melon.
Bertani di lahan gambut harus dilakukan secara hati-hati karena menghadapi banyak kendala antara lain kematangan dan ketebalan gambut yang bervariasi, penurunan permukaan gambut, rendahnya daya tumpu, rendahnya kesuburan tanah, dan pH yang sangat masam. Selama ini, untuk mengatasi kendala kesuburan lahan gambut pada umumnya dilakukan pemberian abu bakaran gambut, kapur dan pemberian pupuk kimia. Penggunaan abu bakaran gambut sebagai amelioran sangat tidak dianjurkan karena jika dilakukan terus menerus gambut akan menipis sehingga fungsi gambut sebagai pengatur air/hidrologi, sarana konservasi keanekaragaman hayati serta sebagai penyerap dan penyimpan karbon yang mampu meredam
perubahan iklim global akan berkurang. Dari hasil-hasil penelitian disimpulkan bahwa salah satu kegiatan pertanian yang memberikan kontribusi yang nyata bagi rusaknya ekosistem gambut adalah kegiatan pembukaan lahan gambut dengan cara bakar. Pembukaan lahan gambut dengan cara bakar, menjadi faktor penyebab kerusakan lahan gambut yang cukup signifikan.
Selain itu, pemakaian pupuk kimia dengan dosis tinggi secara terus menerus dapat merusak struktur tanah dan menimbulkan pencemaran, baik terhadap lahan pertanian maupun lingkungan, sehingga menyebabkan produktivitas lahan semakin merosot. Pertanian yang hanya bertumpu pada pemakaian pupuk kimia, selain memberikan dampak positif terhadap peningkatan produksi, juga memberikan dampak negatif berupa penurunan kualitas tanah serta pemborosan energi. Dalam era lingkungan dan globalisasi, orientasi pengembangan pertanian diarahkan untuk meningkatkan produksi secara berkelanjutan (mempertahankan kualitas lahan dan lingkungan) denga cara memperbaiki kesuburan tanah menggunakan sumberdaya alami seperti mendaur ulang limbah pertanian sehingga pemakaian pupuk kimia dapat dikurangi.
Alternatif mempertahankan dan meningkatkan kesuburan lahan gambut serta menghindarkan dampak negatif penggunaan abu bakaran gambut dan pupuk kimia antara lain dengan memadukan penggunaan

limbah-limbah pertanian sebagai amelioran dan penanaman varietas-varietas adaftif serta pemanfaatan pupuk organik.
Bertitik tolak dari uraian tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang budidaya tanaman melon di lahan gambut dengan teknik budidaya inovatif, yaitu memadukan beberapa teknik budidaya ramah lingkungan seperti pembukaan lahan tanpa bakar, pengolahan tanah minimum (minimum tillage), pemanfaatan gambut hanya sebagai sarana pendukung atau sebagai wadah/pot bagi tanaman, pemanfaatan limbah pertanian seperti abu serbuk gergaji dan pupuk kandang sebagai amelioran sehingga dapat mengurangi penggunaan kapur, pemberian amelioran hanya pada lubang tanam untuk efisiensi dan penggunaan pupuk organik padat (POP) untuk mengurangi pemakaian pupuk anorganik serta menananam varietas adaptif.
1. 2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari kegiatan pengembangan tanaman melon di lahan gambut adalah :
(1) Mencari alternatif pemanfaatan lahan gambut tidur yang berada di sisi –sisi jalan menjadi lahan produktif sehingga mengurangi tingkat kebakaran lahan.
(2) Memberikan contoh kepada masyarakat lokal tentang budidaya melon ramah lingkungan.



Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

a. Mendukung program pemerintah dalam upaya melaksanakan pengelolaan lahan gambut untuk pertanian berkelanjutan.
b. Memotivasi masyarakat sekitar untuk memanfaatkan gambut menjadi lahan yang produktif dengan mengusahakan tanaman bernilai ekonomis tinggi.

V. KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1. Kesimpulan Berdasarkam hasil uji coba yang telah diuraikan, disimpulkan bahwa dalam upaya pengembangan budidaya tanaman melon pada lahan gambut melalui penerapan sistem pertanian berwawasan lingkungan maka sistem budidaya inovatif, yaitu sistem budidaya yang menggunakan tanah gambut hanya sebagai sarana pendukung atau sebagai wadah berpengaruh positf bagi pertumbuhan dan hasil tanaman melon varietas Action 434. Hal itu didukung oleh berbagai hal sebagaimana tercantum dalam butir-butir di bawah ini. 1. Abu serbuk gergaji dan pupuk organik padat Powernasa secara sinergis dapat meningkatkan panjang tanaman dan bobot buah per tanaman. Panjang tanaman terpanjang dan bobot buah terberat diperoleh pada pemberian abu serbuk gergaji dengan dosis 22,5 ton ha-1 dan pemberian pupuk organik padat Supernasa dengan dosis 15 kg ha-1, masing-masing 149,0 cm dan 1166,7 g per tanaman. 2. Dosis pupuk kalium dan pupuk organik padat Powernasa yang memberikan pertumbuhan dan hasil yang baik masing-masing adalah 250 kg ha-1 dan 15 kg ha-1 menghasilkan panjang tanaman 135,3 cm dan bobot buah 1530,0 g per tanaman.
3. Varietas Action 434 mempunyai daya adaptasi yang lebih baik dibandingkan dengan varietas Mai 116 dan Ladika. Jenis mulsa yang berpengaruh positif bagi pertumbuhan dan hasil tanaman melon adalah mulsa plastik perak.
4. Pupuk organik padat Supernasa dan kombinasi pupuk N, P, K yang diberikan bervariasi dosis secara sinergis dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman melon. Dosis pupuk organik padat Supernasa dan kombinasi pupuk N, P, K yang memberikan hasil tertinggi masing masing 10 kg ha-1 dan kombinasi N, P, K (250 kg ha-1 urea : 450 kg ha-1 SP 36 : 250 kg ha-1 KCl) dengan bobot buah 2733,3 g per tanaman.
5. Pemberian pupuk kotoran ayam bersama pupuk organik padat Supernasa memberikan pengaruh positif terhadap panjang tanaman dan bobot buah per tanaman. Bobot buah terberat diperoleh pada pemberian pupuk kotoran ayam dengan dosis 22,5 ton ha-1 dan pemberian pupuk organik padat Supernasa 10 kg ha-1, yaitu 2650,0 g per tanaman.
6. Bobot buah per tanaman yang diperoleh pada uji coba menggunakan sistem tanam dengan bedengan belum mampu mencapai potensi rata-rata varietas yang diuji cobakan. Varietas Ladika memiliki potensi rata-rata 1800 – 2000 g, Mai 116 rata-rata 2500 g, dan varietas Action 434

memilki potensi rata-rata 2000 – 2500 g. Bobot buah terberat yang diperoleh pada sistem bedengan hanya 1530,0 g. Sedangkan bobot buah terberat yang diperoleh pada uji coba menggunakan sistem budidaya inovatif sudah mampu mencapai rata-rata potensi hasil varietas Action 434, yaitu 2650,0 g dan 2733,3 g.
5.2. Saran
1. Untuk pengembangan tanaman melon di lahan gambut, dianjurkan menerapkan sistem budidaya inovatif dengan menggunakan varietas Action 434 bersama pemberian pupuk kotoran ayam, pupuk organik padat Supernasa dan kombinasi pupuk N,P,K dengan dosis masing-masing 22,5 ton ha-1, 10 kg ha-1, dan kombinasi N, P, K (250 kg ha-1 urea : 450 kg ha-1 SP 36 : 250 kg ha-1 KCl).
2. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui sampai seberapa lama pengaruh residu amelioran yang diberikan dapat mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman melon di lahan gambut.
3. Untuk meningkatkan kualitas pupuk kotoran ayam sebagai sumber bahan organik dapat dilakukan melalui pengomposan dengan menambahkan sumber bahan organik lain dan bahan campuran lainnya.

memilki potensi rata-rata 2000 – 2500 g. Bobot buah terberat yang diperoleh pada sistem bedengan hanya 1530,0 g. Sedangkan bobot buah terberat yang diperoleh pada uji coba menggunakan sistem budidaya inovatif sudah mampu mencapai rata-rata potensi hasil varietas Action 434, yaitu 2650,0 g dan 2733,3 g. 5.2. Saran 1. Untuk pengembangan tanaman melon di lahan gambut, dianjurkan menerapkan sistem budidaya inovatif dengan menggunakan varietas Action 434 bersama pemberian pupuk kotoran ayam, pupuk organik padat Supernasa dan kombinasi pupuk N,P,K dengan dosis masing-masing 22,5 ton ha-1, 10 kg ha-1, dan kombinasi N, P, K (250 kg ha-1 urea : 450 kg ha-1 SP 36 : 250 kg ha-1 KCl). 2. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui sampai seberapa lama pengaruh residu amelioran yang diberikan dapat mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman melon di lahan gambut. 3. Untuk meningkatkan kualitas pupuk kotoran ayam sebagai sumber bahan organik dapat dilakukan melalui pengomposan dengan menambahkan sumber bahan organik lain dan bahan campuran lainnya.

Mengenal tanaman Daun Dewa (Gynura pseudochina (Lour.) DC)

Daun dewa (Gynura pseudochina (Lour.) DC) bagi para praktisi obat sudah tidak asing. Tanaman ini dapat digunakan dalam keadaan masih segar dan atau dalam bentuk simplisia. Keuntungan ganda dari tanaman ini adalah selain digunakan sebagai obat, daun dewa juga bsia sebagai sayur dalam bentuk lalapan. Ada sebagian orang menyebut tanaman daun dewa untuk tanaman sambung nyawa, atau sebaliknya. Hasil kajian ilmiah determinasi tumbuhan terhadap kedua tanaman tersebut oleh Pusat Penelitian Biologi - LIPI, Bogor, menyebutkan bahwa nama ilmiah daun dewa adalah Gynura pseudochina (Lour.) DC dan sambung nyawa adalah Gynura procumbens (Lour.) Merr.
Tanaman yang konon berasal dari Birma dan Cina ini digolongkan pada tumbuhan terna, dengan tinggi 30 – 45, tumbuh tegak dan memiliki umbi. Selain daunnya, umbi tanaman ini juga bisa digunakan sebagai obat. Pada saat ini tanaman daun dewa sudah banyak didapatkan di Pulau Jawa, bahkan sudah menyebar ke Pulau Sumatera.
Daun dewa termasuk suku Asteraceae, marga Gynura dengan klasifikasi sebagai berikut :
I. Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Asterales
Suku : Asteraceae (Compositae)
Marga : Gynura
Jenis : Gynura pseudochina (Lour.) DC

II. Ciri morfologi tanaman daun dewa adalah :

1. Batang, pendek dan lunak, tumbuh tegak dengan tinggi 30 – 45 cm, berbentuk segilima, penampang lonjong, berambut halus dan berwarna ungu kehijauan.

2. Daun, berdaun tunggal, tersebar mengelilingi batang, bertangkai pendek, berbentuk bulat lonjong, berdaging, berbulu halus, ujung lancip,tepi bertoreh, pangkal meruncing, pertulangan menyirip, berwarna hijau, panjang daun sekitar 20 cm dan lebar 10 cm.

3. Bunga, majemuk yang tumbuh di ujung batang, bentuk bongkol, berbulu, kelopak hijau berbentuk cawan, benang sari kuning dan berbentuk jarum.

4. Biji, berbentuk jarum, panjang sekitar 0,5 cm, berwarna cokelat

5. Akar, merupakan akar serabut, berwarna kuning muda membentuk umbi sebagai tempat cadangan makanan

III. Efek Farmakologi

Daun dan umbi dari tanaman daun dewa bisa dipergunakan sebagai obat antikoagulan (mengencerkan bekuan-bekuan darah), anti pembengkakan, luka terpukul, melancarkan sirkulasi darah, menghentikan pendarahan (batuk darah, muntah darah, mimisan), mengurangi pembengkakan atau benjolan pada payudara, serta sangat efektif untuk obat memperlancar haid. Tanaman daun dewa juga memiliki rasa khas dan bersifat netral. Berdasarkan hasil penelitian dan pengalaman empiris diketahui bahwa tumbuhan ini bersifat antikoagulan, antikarsinogen, antimutagenitas dan diuretic (peluruh kencing). Selain itu juga diketahui bahwa semua bagian tanaman ini dapat dipergunakan untuk mengobati tumor payudara dan luka bakar.

IV. Kandungan Kimia

Berdasarkan hasil penelitian para ahli bahwa kandungan kimia yang terdapat pada tanaman daun dewa diantaranya berupa senyawa flavanoid, asam fenolat, asam klorogenat, asam kafeat, asam p-kumarat, asam p-hidroksibenzoat dan asam vanilat. Kandungan dan manfaat senyawa flavanoid, saponin, dan minyak atsiri diindikasikan dapat menurunkan kolesterol darah. Minyak atsiri pada daun dewa diduga dapat merangsang sirkulasi darah, juga bersifat analgetik dan anti inflamasi. Minyak atsiri dan flavanoid juga bersifat sebagai antiseptic. Senyawa lain yang terdapat pada daun dewa adalah alkaloid, tannin dan polifenol.

V. Manfaat daun dewa

(a) Sayuran segar (lalapan)
Di daerah Jawa Barat biasa memanfaatkan daun dewa sebagai lalapan teman makan nasi untuk menambah selera makan. Sebagai lalapan, baik untuk pencernaan karena mengandung cukup banyak serat, juga sebagai pencegah dan pengobat suatu penyakit.

(b) Sebagai obat
Berdasarkan hasil penelitian dan pengalaman empiris ternyata daun dewa dapat dimanfaatkan sebagai obat. Beberapa contoh resep dapat disajikan sebagai berikut :

Demam berdarah
Bahan : 30 gram daun dewa segar
Cara pembuatan : direbus dengan 600 cc air hingga tersisa 300 cc, lalu disaring.
Cara pemakaian : diminum dalam keadaan hangat 3 x 100 cc per hari atau mengonsumsi kapsul serbuk daun dewa @ 500 mg,


Reumatik
Bahan : 30 gram daun dewa segar
Cara pembuatan : direbus dengan 600 cc air hingga tersisa 300 cc, lalu disaring.
Cara pemakaian : diminum dalam keadaan hangat sebanyak 2 x 150 cc per hari.

Keseleo
Bahan : 30 gram daun dewa segar, 25 gram temu hitam dan 25 gram temulawak
Cara pembuatan : direbus dengan 600 cc air hingga tersisa 300 cc, lalu disaring.
Cara pemakaian : diminum dalam keadaan hangat sebanyak 2 x 150 cc per hari.

VI. Peluang bisnis daun dewa

Seiring dengan pergeseran perilaku konsumen untuk kembali pada konsep kesehatan dan kecantikan alamiah (back to nature), maka daun dewa mempunyai prospek yang cukup menjanjikan karena banyak digunakan dalam industri jamu dan industri obat-obatan. Baik daun maupun umbi dari tanaman daun dewa sama pentingnya dan manfaatnya. Daun dewa setelah dipanen dapat digunakan dalam keadaan segar atau dalam bentuk kapsul serbuk dan kapsul ekstrak (setelah melalui proses pengolahan). Pembuatan daun dewa sebagai kapsul serbuk harus memenuhi standar pembuatan obat yang baik untuk menjaga agar higienis dan mutunya terjamin.

Kebutuhan daun dewa kering untuk saat ini sangat tinggi, oleh karenanya sering terjadi para pengobat memburu daun dewa karena pasokannya kurang kontinyu. Pada saat ini, harga daun dewa dalam keadaan kering dengan kadar air sekitar 10-15% bisa mencapai Rp 40.000,- – Rp 50.000,- per kg, sedangkan umbi daun dewa di tingkat produsen mencapai Rp 25.000,- per kg kering. Daun dewa telah ada di pasar-pasar tradisional di beberapa kota di Pulau Jawa seperti DKI, Semarang dan DIY. Sementara di pasar umum di DKI bisa diperoleh di pasar tradisional seperti pasar Senen, pasar Jatinegara dan beberapa Swalayan.

Daun dewa dalam bentuk simplisia yang ada di pasar-pasar sebagaimana disebutkan diatas, umumnya dipasok oleh pedagang pengumpul dan belum berkesinambungan. Hal ini terjadi karena belum adanya petani yang mengembangkan tanaman daun dewa secara intensif dan professional. Mengingat kebutuhan daun dewa yang terus meningkat dari tahun ke tahun dan permintaan cukup besar, hal ini merupakan peluang bisnis yang prospektif untuk mengembangkan tanaman daun dewa.
______________

Referensi :
1. Daun Dewa (Gynura pseudochina (Lour.) DC. Budidaya dan Pemanfaatan untuk Obat. Ir. W.P.Winarto dan Tim Karyasari

BUDIDAYA TANAMAN NILAM

BUDIDAYA TANAMAN NILAM
(Progestemon Cablin Benth)

I. PENDAHULUAN

• Tanaman Nilam ( Progestemon Cablin Bent ) yaitu kelompok tanaman penghasil minyak atsiri, mempunyai prospek yang baik karena di samping harganya tinggi, juga sampai saat ini minyaknya belum dapat dibuat dalam bentuk sintesis.
• Kebutuhan dunia akan minyak atsiri yang berasal dari tanaman nilam saat ini berkisar 600 – 800 ton/tahun.Sebagian besar kebutuhan ini disuplai dari Indonesia.
• Minyak nilam oleh Negara konsumen digunakan sebagaii bahan pengikat dalam industri minyak wangi (parfum) atau dalam industri kosmetik lainnya.

II. JENIS-JENIS NILAM

1. Pogostemon Cablin Benth
Disebut nilam Aceh, jarang berbunga, kandungan minyak tinggi, bekadar 2,5 – 5 %.

2. Pogostemon Heynecnus Benth
Disebut nilam jawa atau nilam hutan, dapat berbunga, kandungan minyaknya 0,5 -1,5 %.

3. Pogostemon Hortensis BACKER Bent
Jenis ini hanya tumbuh di daerah Banten, bentuknya mirip dengan Nilam Jawa, kandungan minyak rendah yaitu 0,5 – 1,5 %.

III. SYARAT TUMBUH

• Tumbuh baik di dataran rendah dan berproduksi tinggi pada ketinggian 10 – 400 m dpl.
• Menghendaki tanah yang subur, cukup humus, tanah yang mengandung bahan organic memberikan hasil yang paling baik.
• Memerlukan penyinaran matahari yang cukup.
• Curah hujan yang dikehedaki berkisar 2.500 – 3.500 mm/tahun, dengan suhu 24 -28º C

IV. CARA BERCOCOK TANAM

1. Bibit
• Stek cabang, pada stek ini harus ada 3 mata tunas atau 3 helai daun dan stek batang, harus ada 3-5 mata tunas.
• Bahan stek terpilh terlebih dahulu disemai dalam bedengan dengan jarak 10 X 10 cm atau 5 X 5 cm dan ditanam miring 45º kedalam tanah yang telah disiapkan dengan perbandingan 1 : 2. Setelah 3-4 minggu stek mulai tumbuh, kemudian dipindahkan ke kebun yang telah disiapkan.
• Bahan stek terpilih dapat juga langsung disemaikan di dalam Polybag yang telah diisi campuran tanah dan pupuk kandang.

2. Persiapan lahan
• Persiapan lahan dilakukan dalam bentuk pengolahan tanah. Tanah harus bersih dari rumput, kemudian dicangkul/ dibajak dan dibuat parit-parit pembuangan dengan lebar 30 – 40 cm dan kedalaman 50 cm
• Pada areal dengan kemiringan 20º-30º dilakukan menurut arah melintang lereng (countour), dibuat teras tangga.
• Pada areal bergelombang dibuat teras berdasarkan lebarnya dan diberi pohon pelindung.

3. Jarak tanam
• Dataran rendah dan subur jarak tanam 100 x 100 cm, kandungan litany tinggi jarak tanam 50 x 100 cm.
• Pada tanah liparite jarak tanamnya 75 x 75 cm.
• Pada tanah berbukit mengikuti countour 50 x 100 cm atau 30 x 100 cm
4. Penanaman

Dilakukan pada awal musim hujan. Sebelum bibit ditanam terlebih dahulu dibuat lubang tanam dengan tugal atau mencangkul lubang dengan kedalaman 10 cm dengan memperhatikan agar bibiot berdiri dengan sempurna.

5. Pemeliharaan

a. Penyulaman
Dilakukan pada tanaman yang mati atau tertekan pertumbuhannya. Penyulaman dilakukan satu bulan setelah tanam
b. Penyiangan
Setelah tanaman berumur 2 bulan, tanaman akan mencapai 20 -30 cm dan telah bercabang. Pada saat ini perlu dilakukan penyiangan. Penyiangan selanjutnya dilakukan secara periodik yaitu setelah 3 bulan sekali.
c. Pemangkasan
Setelah tanaman berumur 3 bulan, tanaman nilam tumbuh dengan sempurna telah membentuk perdu yang rimbun dan cabang - cabang telah mencapai panjang 30 cm yang menyebabkan setiap cabang saling bertautan dan menutupi. Dalam keadaan demikian dilakukan pemangkasan dan penjarangan.
Pemangkasan dilakukan pada cabang dari tingkat 3 keatas.
d. Pemupukan
- Pupuk organic (pupuk kandang, kompos ataiu pupuk hijau) yang cukup masak.
- Pupuk an organik (urea, TSP, KCL) dengan dosis 150 Kgn urea, 50 kg TSP dan 80 kg KCL.
- 1 bulan setelah tanaman pupuk urea, TSP, KCL diberikan ¼ dosis sedangkan sisanya ¾ dosis dilakukan setelah panen I dan II (masing-masing setengah dosisi yang tersisa).
V. PANEN

1. Waktu Panen
Umur nilam yang tepat untuk dipanen 6 – 8 bulan setelah tanam. Panen dapat dilakukan berulang-ulang tergantung pada keadaan tanaman dan kesuburan tanah. Panen selanjutnya dapat dilakukan setelah 3 – 5 bulan setelah panen pertama. Setiap setelah panen tanaman harus dibumbun serta dilakukan pemupukan.

2. Cara Panen
• Pada panen pertama bagian yang boleh dipangkas adlah cabang-cabang dari tingkat dua keatas, cabang tingkat pertama ditinggalkan.
• Cabang tingkat pertama (cabang yang dekat dengan tanah) dibumbun/ditimbun dengan tanah pada setiap tunasnya. Hal ini dilakukan untuk memperbanyak anakan tanaman sehingga membentuk satu rumpun yang padat.
• Tiga bulan kemudian ( umur tanaman sembilan bulan) akan didapat rumpun-rumpun baru dimana pada bekas pangkasan akan tumbuh cabang-cabang baru dan pada setiap pada mata tunas yang dibumbun akan tumbuh anakan. Pada keadaan demikian dapat dilakukan pqanen kedua dengan memangkas cabang dan ranting dari tngkat kedua keatas. 3 bulan kemudian dapat dilakukan panen selanjutnya.

Penyakit Tanaman (Fitopathology)

Kehidupan mahluk di dunia ini selalu tergantung dari dunia tumbuhan secara langsung maupun tidak langsung. Tumbuhan dapat memanfaatkan sumber energi matahari dan mengolahnya bersama, zat-zat lainnya menjadi zat makanan yang sangat berguna untuk mahluk hidup. Selain tumbuhan dapat menghasilkan bahan pangan bagi rnanusia dan mahluk lainnya, juga melengkapi keperluan hidup kita dengan bahan sandang dan papan serta bahan untuk keperluan hidup lainnya.
Secara tidak langsung tumbuhan berguna untuk mengatur tata air dalam tanah dan mempertahankan kesuburan tanah terhadap bahaya erosi. Selain itu sebagai akibat proses asimilasi maka tumbuhan dapat mengisi kekurangan atmosfir akan zat oksigen.
Dengan demikian dapat dipahami akan ketergantungan kehidupan kita akan tumbuhan. Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan sudah makin terbatasnya areal yang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan tanaman yang berguna, maka dunia kita menghadapi berbagai kesulitan untuk memenuhi keperluan hidup dan memberi kesejahteraan penduduk dunia.

1. Faktor pembatas dibidang produksi pertanian.
Untuk memenuhi kebutuhan akan bahan pangan saja untuk penduduk dunia yang berjumlah 3 milyar pada waktu sekarang kita telah mendapat kesulitan dan kita sudah dapat membayangkan kesulitan yang akan kita hadapi pada tahun 2000 nanti dimana penduduk dunia sudah meningkat lagi sampai sekitar 5 milyar jumlahnya sedang luas areal pertanian makin terbatas. Keterbatasan ini di sebabkan karena antara lain, perluasan pemukiman dan areal perindustrian, adanya hutan lindung, banyak tanah yang rusak karena salah pengelolaan dan sebagainya. Dengan demikian peningkatan produksi pertanian diwaktu yang akan datang diharapkan dari penambahan hasil per satuan luas dan per satuan waktu.
Berbagai usaha dibidang pertanian telah dilakukan secara simultan seperti pemakaian jenis ungul, pengairan yang cukup, pengerjaan tanah serta pemeliharaan tanaman yang memenuhi persyaratan dan pemberantasan hama penyakit tumbuhan.
Kesemua tindakan tersebut perlu mendapat perhatian yang sama. Karena jika tidak demikian, maka segi yang kurang mendapat perhatian akan menjadi faktor pembatas termasuk gangguan hama dan penyakit tumbuhan.

2. Pentingnya perlindungan tanaman terhadap penyakit tumbuhan.
Gangguan terhadap tanaman telah terjadi sejak berabad-abad lamanya. Dalam sejarah telah tercatat berbagai kejadian yang telah mempengaruhi perekonomian negara seperti antara lain.
• Penyakit daun kentang (Phytophtora infestans) di Irlandia pada pertengahan abad ke 19.
• Penyakit karat daun kopi (Hemileia vastatrix) di Srilangka, Indonesia dan negara-negara sekitarnya pada akhir abad ke 19
• Penyakit cacar daun teh (Exobasidium vexans) di India, Srilangka, Indonesia dan negara-negara disekitarnya pada pertengahan abad ke 20
• Penyakit denegerasi pada jeruk yang lebih terkenal dengan CPVD pada tahun 1950-an.
Selain itu masih banyak lagi penyakit yang menjadi bahaya potensial diwaktu yang akan datang biak yang sekarang sudah berada di negara lain dan belum rnasuk ke Indonesia atau sudah berada di negara kita, tapi rnasih tergolong penyakit yang belum mempunyai arti ekonomi penting. Gangguan tersebut akan masih terasa jika digunakan kultivar tanaman tertentu secara luas dengan teknologi maju. Banyak diantara kultivar tanaman yang dapat berproduksi tinggi tidak tahan terhadap penyakit-penyakit penting. Atau walaupun dapat diketemukan kultivar yang tahan hanya terbatas terhadap satu atau beberapa macam penyakit saja sedangkan sering terjadi, satu macam tanaman dapat terganggu pertumbuhannya oleh berbagai macam penyakit. Gangguan penyakit tidak. saja terbatas di pertanaman, tetapi terdapat pula diternpat penyimpanan, ditempat pemasaran dan sebagainya. Jadi akan sangat berbahaya sekali usaha peningkatan produksi pertanian, tidak memperhatikan terhadap kemungkinan adanya gangguan oleh penyakit tumbuhan.
Menurut taksiran kasar di Amerika Serikat kehilangan hasil bahan makanan oleh gangguan penyakit berkisar sekitar 6 - 20 persen. Sebagai contoh dapat dikemukakan taksiran kerugian pada tahun 1965 oleh penyakit di Amerika Serikat setiap tahunnya untuk berbagai komoditi pangan sebagai berikut:
Kentang 24%
Gandum 28%
Buah-buahan 30%
Jagung 15%
Kacang-kacangan 22%
Bunga-bungaan 15%
Tebu 14%
Padi 6%
Khusus mengenai penyakit padi yang banyak merugikan di Amerika Serikat ialah cendawan Piricularia oryzae kemudian menyusul busuk akar yang disebabkan oleh berbagai patogen, Helminthosporium oryzae, Coshiobolus miyabeanus, Cercospora oryzae, Leptospaeria salvini, Rhizoctonia oryzae, dan sebagainya.
Untuk negara-negara Asia termasuk Indonesia besarnya kerugian produksi padi oleh gangguan hama, penyakit dan tanaman pengganggu keseluruhannya berjumlah sekitar 57 persen sedangkan kerugian oleh penyakit sendiri sebesar 10 persen. Diantara negara Asia hanya Jepang yang telah dapat menekan kerugian oleh gangguan tersebut hingga 13 persen termasuk kerugian oleh penyakit sendiri sebesar 4 persen.
Jika keadaan lingkungan memungkinkan untuk perkembangan penyakit, maka kerugian akan lebih besar lagi sehingga dapat menggagalkan panen. Banyaknya kerugian karena penyakit ini disebabkan antara lain, karena kemungkinan penggunaan benih yang kurang baik, pemeliharaan tanaman yang tidak memadai, cara penyimpanan dan pengangkutan ying kurang sempurna, serta kurangnya usaha penanggulangan penyakit.
Akibat dari kerugian penyakit tumbuhan tersebut tidak saja mempengaruhi bidang ekonomi, tapi jika menyangkut kepentingan masyarakat luas akan mengakibatkan ketenteraman hidupnya terganggu. Dengan demikian perlu selalu diperhatikan terhadap kemungkinan terjadinya gangguan dibidang produksi pertanian termasuk gangguan yang disebabkan oleh penyakit tumbuhan.

PENGARUH KEKURANGAN AIR TERHADAP TANAMAN TEMBAKAU

I PENDAHULUAN

Air merupakan kebutuhan pokok bagi semua tanaman juga merupakan bahan penyusun utama dari protoplasma sel. Di samping itu, air adalah komponen utama dalam proses fotosintesis, pengangkutan assimilate hasil proses ini ke bagian-bagian tanaman hanya dimungkinkan melalui gerakan air dalam tanaman. Dengan peranan tersebut di atas, jumlah pemakaian air oleh tanaman akan berkorelasi posistif dengan produksi biomase tanaman, hanya sebagian kecil dari air yang diserap akan menguap melalui stomata atau melalui proses transpirasi (Crafts et al : 1949; Dwidjoseputro, 1984).
Kekurangan air (water deficit) akan mengganggu keseimbangan kimiawi dalam tanaman yang berakibat berkurangnya hasil fotosintesis atau semua proses-proses fisiologis berjalan tidak normal. Apabila keadaan ini berjalan terus, maka akibat yang terlihat, misalnya tanaman kerdil, layu, produksi rendah, kualitas turun dan sebagainya (Craft et al, 1949; Kramer, 1969).
Menurut Clogh dan Milthorpe (1975), pengaruh kekurangan air pada tanaman
tembakau dapat dijelaskan yaitu sejak bermulanya pembentukan daun, luas daun dan
jumlahnya maupun terhadap perkembangan luas sel-sel palisade pada daun-daun yang sedang mulai berkembang tersusun atas 5 (lima) lembar per tanaman sampai dengan periode pertumbuhan. Selanjutnya, bahwa laju pembentukan daun pada tanaman yang kebutuhan airnya terpenuhi adalah konstan setiap saat bila dibandingkan dengan yang mengalami kekurangan air proses reduksinya sangat cepat.


II KETERKAITAN AIR TANAH DAN TANAMAN

A. PERANAN AIR DALAM TANAMAN
Dalam fisiologi tumbuhan air merupakan hal yang sangat penting, peranan air dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman, yaitu :
1. Air merupakan bahan penyusun utama dari pada protoplasma. Kandungan air yang tinggi aktivitas fisiologis tinggi sedang kandungan air rendah aktivitas fisiologisnya rendah (Kramer dan Kozlowsksi, 1960).
2. Air merupakan reagen dalam tubuh tanaman, yaitu pada proses fotosintesis.
3. Air merupakan pelarut substansi (bahan-bahan) pada berbagai hal dalam reaksi-reaksi kimia (Kramer dan Kozlowski, 1960).
4. Air digunakan untuk memelihara tekanan turgor.
5. Sebagai pendorong pross respirasi, sehingga penyediaan tenaga meningkat dan tenaga ini digunakan untuk pertumbuhan.
6. Secara tidak langsung dapat memelihara suhu tanaman.

B. STATUS AIR DALAM TANAH
Untuk mencukupi kebutuhannya, tanaman mengambil air dari tanah, tetapi tidak semua air yang berada dalam tanah dapat digunakan oleh tanaman. Air tanah dapat diklasifikasikan menjadi, air higrooskopis, air kapiler dan air gravitasi. Dari ketiga klasifikasi tersebut, air kapiler dan air gravitasi ini digunakan oleh tanaman dalam kehidupannya pada batas tertentu saja (Dwidjoseputro, 1984). Batas tersebut adalah batas atas sering disebut kapasitas lapang (field capacity) dan batas bawah disebut persentase kelayuan tetap (permanent wilting percentage) (Williame, 1970).

C. STATUS AIR DALAM TANAMAN
Air di dalam tubuh tanaman terdapat disemua sel dan jaringan yang kadarnya berbeda-beda tergantung pada jenis sel, jenis jaringan dan jenis tumbuhan. Yang
penting yaitu bukan banyaknya air di dalam tubuh tanaman, tetapi status keseimbangan antara penyerapan dan penguapan, dan berapa air itu ada dalam phase-phase pertumbuhan (Crafts et al, 1949). Kehilangan air oleh sebab penguapan sangat ditentukan oleh factor lingkungan di sekitar daun dan phase pertumbuhan tanaman.
Pengaruh terhadap status air dalam tanaman yang diserap dari tanah dan transpirasi yang terjadi pada daun, sebagai berikut :
1. Absorbsi > transpirasi : status air dalam tanaman baik dan tanaman segar.
2. Absorbsi = transpirasi : status aair terletak pada batas dimana tanaman
berada dalam keadaan permulaan layu.
3. Absorbsi < transpirasi : status air dalam tanaman tidak baik, tanaman berada
dalam keadaan layu.

III PENGARUH KEKURANGAN AIR TERHADAP TANAMAN TEMBAKAU
Kebutuhan air untuk tanaman tembakau yang tumbuh di lapang didasrkan atas 3 phase (Goldeworthy dan Fisher,1984), yaitu :
1. Phase pertama, air dibutuhkan pada umur 2-3 minggu setelah tanam dalam volume rendah.
2. Phase kedua atau phase dewasa, air yang dibutuhkan dapat dari air hujan atau air irigasi.
3. Phase ketiga atau phase pemasakan, kebutuhan terhadap air sudah berkurang.

Kekurangan air akan menyebabkan tanaman menjadi kerdil, perkembangannya menjadi abnormal. Kekurangan yang terjadi terus menerus selama periode pertumbuhan akan menyebabkan tanaman tersebut menderita dan kemudian mati. Sedang tanda-tanda pertama yang terlihat ialah layunya daun-daun. Peristiwa kelayuan ini disebabkan karena penyerapan air tidak dapat mengimbangi kecepatan penguapan air dari tanaman. Jika proses tranepirasi ini cukup besar dan penyerapan air tidak dapat mengimbanginyha, maka tanaman tersebut akan mengalmi kelayuan sementara (transcient wilting), sedang tanaman akan mengalami kelayuan tetap, apabila keadaan air dalam tanah telah mencapai persentase kelayuan tetap. Tanaman dalam keadaan ini sudah sulit untuk disembuhkan karena sebagaian besar sel-selnya telah mengalami plasmolisis (Dwidjoseputro, 1984).
Pembelahan sel mengalami penurunan sangat cepat walaupun tingkat kekurangan air yang rendah, tetapi terhadap kepekaan pembentangannya berkurang, meskipun pengaruh terhadap hal tersebut setelah daun tembakau pada tingkat perkembangan. Tso 1972 Tanaman membutuhkan cukup air untuk mempertahankan turgor dan perluasan daun. Turgor adalah penentu utama pertumbuhan, perluasan daun dan berbagai aspek metabolisme tanaman. Penutupan dan pembukaan stomata banyak dikendalikan oleh tersedianya air.
Tanaman yang cukup air, stomata dapat dipertahankan selalu membuka untuk menjamin kelancaran pertukaran gas-gas di daun termasuk CO2 yang berguna dalam
aktivitas fotosisntesis, aktivitas yang tinggi menjamin pula tingginya kecepatan pertumbuhan tanaman (Bayer, 1976).
Kemampuan tanaman tembakau untuk mempertahankan kandungan air yang cukup, pada daun dibagian bawah menentukan kecilnya jumlah daun yang menjadi kering (krosok). Pada tanah tegalan yang relative kering pemberian air yang lebih sedikit mendorong pertumbuhan akar yang lebih dalam sehingga mampu menjangkau tanah yanh lebih luas. Pada keadaan yang demikian tanaman akan mampu mengekstrak air dari volume tanah yang lebih dalam dan luas, sehingga mampu menyediaan air lebih banyak untuk mendukung daun-daun dibagian bawah tidak cepat kering.
Tanaman tembakau yang mendpatkan air lebih dapat mengembangkan luas daun yang lebih besar. Penghentian pemberian air pada umur 60 hari yaitu pada saat keadaan cuaca sangat kering dan panas dimana panen daun tembakau dilakukan pada
umur 71 hari mengakibatkan evapotranspirsi yang tinggi pada keadaan demikian tanaman kurang mampu mempertahankan daun dibagian bawah sehingga daun mongering.
Kualitas daun tembakau meningkat dengan makin meningkatnya pemberian air. Namun secara tepat sebetulnya belum diketahui kebutuhan air untuk tembakau agar menghasilkan kualitas sesuai dengan selara pabrik rokok. Mislanya PR Gudang Garam dan PR Djarum lebih menyenangi tembakau yang dihasilkan dari tanah yang relative kering.
Dengan bergesernya selera konsumen akhir-akhir ini menghendaki rokok yang ringan maka mendorong pabrik rokok mencari tembakau yang lebih cerah, walaupun aromanya kurang kuat. Keadaan ini dapat dicapai dengan pemberian air yang cukup.
Kekurangan air secara terus menerus akan menghambat perkembangan daun yang dipanen, sehingga berpengaruh terhadap hasil dan kualitas. Ketebalan, tektur dan elastisitas daun mempunyai nilai rendah, karena perkembangan sel per unit luas daun terbatas, serta komposisis secara kimiawi juga rendah, yaitu perbandingan kandungan gula dengan niogren dan gula dengan nicotine rendah (Goldworthy dan Fisher, 1984).
Jadi perubahan komposisi secara kimiawi dalam daun itu dipengaruhi oleh perbedaan terhadp jumlah air yang diberikan juga tergantung secara langsung terhadap penyerapan nitrogen. Karena kualitas daun tembakau di pasaran sangat ditentukan oleh hasil metabolisme nitrogen dan karbohidrat, serta kandungan nicotin sangat dipengaruhi oleh penyediaan air.

PENUTUP
Akibat kekurangan air terhadap perkembangan daun tanaman dapat menyebabkan :
1. Perkembangan daun tembakau akan terhambat apabila kandungan airnya di bawah tetapan normal.
2. Pengaruh terhadap kekurangan air lebih senssitif pada daun yang tua dibandingkan daun muda, serta mempercepat ke menjadi tua daun (senescence).
Untuk mendapatkan batasan akan kebutuhan air yang sesuai guna pertumbuhan daun yang optimal dan kualitas yang baik perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.

Sabtu, 04 April 2009

Fotosintesis

PENGERTIAN

Fotosintesis adalah suatu proses biokimia yang dilakukan tumbuhan, alga, dan beberapa jenis bakteri untuk memproduksi energi terpakai (nutrisi) dengan memanfaatkan energi cahaya. Hampir semua makhluk hidup bergantung dari energi yang dihasilkan dalam fotosintesis. Akibatnya fotosintesis menjadi sangat penting bagi kehidupan di bumi. Fotosintesis juga berjasa menghasilkan sebagian besar oksigen yang terdapat di atmosfer bumi. Organisme yang menghasilkan energi melalui fotosintesis (photos berarti cahaya) disebut sebagai fototrof. Fotosintesis merupakan salah satu cara asimilasi karbon karena dalam fotosintesis karbon bebas dari CO2 diikat (difiksasi) menjadi gula sebagai molekul penyimpan energi. Cara lain yang ditempuh organisme untuk mengasimilasi karbon adalah melalui kemosintesis, yang dilakukan oleh sejumlah bakteri belerang.

FOTOSINTESIS PADA TUMBUHAN

Tumbuhan bersifat autotrof. Autotrof artinya dapat mensintesis makanan langsung. Dari senyawa anorganik. Tumbuhan menggunakan karbon dioksida dan air untuk menghasilkan gula dan oksigen yang diperlukan sebagai makanannya. Energi untuk menjalankan proses ini berasal dari fotosintesis. Perhatikan persamaan reaksi yang menghasilkan glukosa berikut ini:
12H2O + 6CO2 + cahaya → C6H12O6 (glukosa) + 6O2 + 6H2O

Glukosa dapat digunakan untuk membentuk senyawa organik lain seperti selulosa dan dapat pula digunakan sebagai bahan bakar. Proses ini berlangsung melalui respirasi seluler yang terjadi baik pada hewan maupun tumbuhan. Secara umum reaksi yang terjadi pada respirasi seluler berkebalikan dengan persamaan di atas. Pada respirasi, gula (glukosa) dan senyawa lain akan bereaksi dengan oksigen untuk menghasilkan karbon dioksida, air, dan energi kimia. Tumbuhan menangkap cahaya menggunakan pigmen yang disebut klorofil. Pigmen inilah yang memberi warna hijau pada tumbuhan. Klorofil terdapat dalam organel yang disebut kloroplas. Klorofil menyerap cahaya yang akan digunakan dalam fotosintesis. Meskipun seluruh bagian tubuh tumbuhan yang berwarna hijau mengandung kloroplas, namun sebagian besar energi dihasilkan di daun. Di dalam daun terdapat lapisan sel yang disebut mesofil yang mengandung setengah juta kloroplas setiap milimeter perseginya. Cahaya akan melewati lapisan epidermis tanpa warna dan yang transparan, menuju mesofil, tempat terjadinya sebagian besar proses fotosintesis. Permukaan daun biasanya dilapisi oleh kutikula dari lilin yang bersifat anti air untuk mencegah terjadinya penyerapan sinar matahari ataupun penguapan air yang berlebihan.

KLOROPLAS

Kloroplas ditemukan pada sel tumbuhan. Pengamatan dengan mikroskop cahaya, dengan pembesaran yang paling kuat, kloroplast terlihat berbentuk butir. Bentuk kloroplast yang beraneka ragam ditemukan pada alga. Kloroplast berbentuk pita spiral ditemukan pada Spirogyra, sedangkan yang berbentuk jala ditemukan pada Cladophora, sedangkan kloroplast berbentuk pita ditemukan pada Zygnema.
Seperti halnya mitokondria, kloroplas dikelilingi oleh membran luar dan membran dalam (Gambar 1). Membran dalam menutupi daerah yang berisi cairan yang disebut stroma yang mengandung enzim untuk reaksi terang pada proses fotosintesis. Stroma juga mengandung DNA dan ribosom. Pelipatan membran dalam membentuk struktur seperti tumpukan piringan yang saling berhubungan yang disebut tilakoid yang tersusun membentuk grana. Membran tilakoid yang mengelilingi ruang interior tilakoid yang berisi cairan mengandung klorofil dan pigmen fotosintesis lain serta rantai transport elektron. Reaksi terang dari fotosintesis terjadi di tilakoid. Membran luar kloroplas menutupi ruang intermembran antara membran dalam dan membran luar kloroplas. Walaupun kloroplas memiliki DNA, sebagian besar protein dalam kloroplas dikode oleh gen nuklear, dihasilkan di sitoplasma dan selanjutnya dikirim ke kloroplas.

Fungsi kloroplas adalah sebagai tempat fotosintesis. Pada dasarnya fotosintesis seperti juga reaksi pada mitokondria merupakan pembentukan ATP dan melibatkan transport hidrogen dan elektron dalam senyawa-senyawa seperti NADH dan sitokrom. Perbedaannya adalah bahwa fotosintesis menggunakan cahaya sebagai sumber energy dan bukan substrat kimia, fotosintesis menggunakan CO2 dan air, menghasilkan oksigen dan karbohidrat.
Oksigen yang dikeluarkan dari tumbuhan berasal dari air dan bukan CO2. Kloroplas menguraikan air menjadi hidrogen dan oksigen. Fotosintesis terdiri dari dua proses. Tahap tersebut adalah reaksi terang dan siklus Calvin.
Sedangkan klorofil adalah kelompok pigmen fotosintesis yang terdapat dalam tumbuhan, menyerap cahaya merah, biru dan ungu, serta merefleksikan cahaya hijau yang menyebabkan tumbuhan memperoleh ciri warnanya. Terdapat dalam kloroplas dan memanfaatkan cahaya yang diserap sebagai energi untuk reaksi-reaksi cahaya dalam proses fotosintesis.

Klorofil a merupakan salah satu bentuk klorofil yang terdapat pada semua tumbuhan autotrof. Klorofil b terdapat pada ganggang hijau chlorophyta dan tumbuhan darat. Klorofil c terdapat pada ganggang coklat Phaeophyta serta diatome Bacillariophyta. Klorofil d terdapat pada ganggang merah Rhadophyta. Jelasnya sebagai berikut:
a. Klorofil merupakan butir-butir hijau dalam kloroplas
b. Kloroplas (bentuk oval) bahan dasarnya STOMA, butir di dalamnya disebut GRANA.
c. Klorofil-a : C55H72O5N4Mg (Hijau tua)
d. Klorofil-b : C55H70O6N4Mg (hijau muda)
e. Klorofil, Flouresen, dapat menerima sinar dan mengembalikannya dalam bentuk gelombang yang berlainan.
f. Klorofil-a (hijau tua), tetapi jika sinar direfleksikan tampak merah darah.
g. Klorofil-b (hijau muda), tetapi jika sinar direfleksikan tampak merah coklat.
h. Klorofil banyak meresap sinar merah dan nila.
i. Klorofil larut dalam etanol atau alkohol, aseton, methanol, eter, bensol, kloroform, tetapi tidak sama dalam air.
j. Untuk memisahkan klorofil-a dan klorofil-b dan pigmen lain (karoten, xanofil) dengan teknik kromatografi.



TERJADINYA KLOROFIL

Faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan klorofil :
a. Faktor pembawaan (Gen),
Jika gen ini tidak ada maka tanaman albino
b. Cahaya
Tanaman yang berada pada tempat gelap akan tampak pucat terlalu banyak sinar berpengaruh buruk pada klorofil
c. Oksigen
Kecambah yang ditumbuhkan pada tempat gelap kemudian dibawa ke tempat yang bercahaya tak bisa membentuk klorofil, jika tidak diberikan oksigen.
d. Karbohidrat (dalam bentuk gula)
Pada daun yang etiolasi apabila ditambahkan gula akan menghasilkan klorofil
e. Nitrogen, Magnesium, Besi
Merupakan bahan kimia (keharusan), kerusakan zat tersebut (klorosis)
f. Mn, Cu, Zn
Diperlukan dalam jumlah kecil (mikro) tetapi harus ada bila kekurangan akan klorosis
g. Air
Kekurangan air berakibat desintegrasi dari klorofil Misalnya : pohon di musim kering
h. Temperatur 3º - 48º C untuk pembentukan klorofil.
Untuk kebanyakan tanaman, tapi yang paling baik 26º - 30º C.

MACAM KLOROFIL
a. Klorofil-a , warna hijau tua (hijau biru)
b. Klorofil-b , warna hijau muda (hijau kekuningan)
c. Klorofil-c , warna hijau coklat pada Diatome, Ganggang perang
d. Klorofil-d , warna hijau merah pada ganggang merah.

KAROTINOIDA

Pigmen lain yang terdapat dalam kloroplas pada buah masak, klorofil terurai/menghilang kemudian hanya warna kuning atau merah yang tampak. Selanjutnya kloroplas telah berganti isi menjadi kromoplas (terdapat pada batang, daun, bunga dan buah).
MACAM ZAT WARNA PADA KROMOPLAST
a. KAROTIN, Memberi warna kuning pada wortel
b. XANTOFIL, Memberi warna kuning pada daun yang sudah tua
c. FIKOSANTIN, Memberi warna merah tua pada alga merah
d. FIKOSIANIN, Memberi warna merah tua dan biru pada alga biru dan bunga dan buah
e. FIKOERITRIN, Membri warna merah cerah pada ganggang

ANTOSIANIN

a. Terdapat pada sel vacuola _ Glikosida
b. Memberikan warna merah pada bunga canna
c. Memberikan warna ungu pada daun coleus, talas ubi
d. Memberikan warna bunga telang
e. Dalam lingkungan asam berwarna merah
f. Dalam lingkungan basa berwarna biru
g. Dalam lingkungan netral berwarna ungu

FITOKROM

a. Pigmen yang berwarna ke biru-biruan pada sel (pada kecambah yang tumbuh di tempat gelap).
b. Fitokrom adalah suatu protein yang dapat mengalami denaturasi apabila kena panas, basa atau asam kuat.
c. Fitokrom berperan dalam penerimaan sinar gelombang tertentu
d. Fitokrom mempengaruhi/menggalakkan pembentukan antosianin, dan gerak tanaman.
e. Fitokrom 660 milimikron adalah mempercepat tumbuhnya bunga pada tanaman hari pendek.
f. Fitokrom 730 milimikron untuk menghambat pertumbuhan bunga pada tanaman hari pendek.

Hingga sekarang fotosintesis masih terus dipelajari karena masih ada sejumlah tahap yang belum bisa dijelaskan, meskipun sudah sangat banyak yang diketahui tentangproses vital ini. Proses fotosintesis sangat kompleks karena melibatkan semua cabang ilmu pengetahuan alam utama, seperti fisika, kimia, maupun biologi sendiri. Pada tumbuhan, organ utama tempat berlangsungnya fotosintesis adalah daun. Namun secara umum, semua sel yang memiliki kloroplas berpotensi untuk melangsungkan reaksi ini. Di organel inilah tempat berlangsungnya fotosintesis, tepatnya pada bagian stroma. Hasil fotosintesis (disebut fotosintat) biasanya dikirim ke jaringan-jaringan terdekat terlebih dahulu. Pada dasarnya, rangkaian reaksi fotosintesis dapat dibagi menjadi dua bagian utama: reaksi terang (karena memerlukan cahaya) dan reaksi gelap (tidak memerlukan cahaya tetapi memerlukan karbon dioksida).

REAKSI TERANG

Reaksi terang merupakan tahap fotosintesis yang mengubah energi matahari menjadi energi kimia. Dimana proses untuk menghasilkan ATP dan reduksi NADPH2. Reaksi ini memerlukan molekul air. Proses diawali dengan penangkapan foton oleh pigmen sebagai antena. Pigmen klorofil menyerap lebih banyak cahaya terlihat pada warna biru (400-450 nanometer) dan merah (650-700 nanometer) dibandingkan hijau (500-600 nanometer). Cahaya hijau ini akan dipantulkan dan ditangkap oleh mata kita sehingga menimbulkan sensasi bahwa daun berwarna hijau.
Fotosintesis dimulai ketika cahaya mengionisasi molekul klorofil pada fotosistem II, membuatnya melepaskan elektron yang akan ditransfer sepanjang rantai transpor elektron. Energi dari elektron ini digunakan untuk fotofosforilasi yang menghasilkan ATP, satuan pertukaran energi dalam sel. Reaksi ini menyebabkan fotosistem II mengalami defisit atau kekurangan elektron yang harus segera diganti. Pada tumbuhan dan alga, kekurangan elektron ini dipenuhi oleh elektron dari hasil ionisasi air yang terjadi bersamaan dengan ionisasi klorofil. Hasil ionisasi air ini adalah elektron dan oksigen. Oksigen dari proses fotosintesis hanya dihasilkan dari air, bukan dari karbon dioksida. Pendapat ini pertama kali diungkapkan oleh C.B. van Neil yang mempelajari bakteri fotosintetik pada tahun 1930-an. Bakteri fotosintetik, selain sianobakteri, menggunakan tidak menghasilkan oksigen karena menggunakan ionisasi sulfida atau hidrogen. Pada saat yang sama dengan ionisasi fotosistem II, cahaya juga mengionisasi fotosistem I, melepaskan elektron yang ditransfer sepanjang rantai transpor elektron yang akhirnya mereduksi NADP menjadi NADPH.
Fotosintesis akan menghasilkan lebih banyak energi pada gelombang cahaya dengan panjang tertentu. Hal ini karena panjang gelombang yang pendek menyimpan lebih banyak energi. Kloroplas menyerap cahaya dan cahaya menggerakkan transfer elektron dan hidrogen ke penerima yaitu NADP+ (nikotinamida adenine dinukleotida fosfat). Pada proses ini, air terurai. Reaksi terang pada fotosintesis ini melepaskan O2. Pada reaksi terang, tenaga matahari mereduksi NADP+ menjadi NADPH dengan menambahkan sepasang electron bersama dengan nukleus hidrogen. Pada reaksi terang juga terjadi fosforilasi yang mengubah ADP menjadi ATP. Jadi energy cahaya diubah menjadi energi kimia dengan pembentukan NADPH: sumber dari elektron berenergi, dan ATP; energy sel yang serba guna.

SIKLUS CALVIN/ REAKSI GELAP

Tahap kedua fotosintesis adalah siklus Calvin yang berawal dari pemasukan CO2 ke dalam molekul organik yang telah disiapkan di dalam kloroplas. Proses ini disebut fiksasi karbon. Siklus Calvin mereduksi karbon terfiksasi menjadi karbohidrat melalui penambahan elektron. Energi untuk mereduksi berasal dari NADPH. Siklus Calvin mengubah CO2 menjadi karbohidrat dengan menggunakan ATP hasil dari reaksi terang. Siklus Calvin disebut juga reaksi gelap atau reaksi tak bergantung cahaya karena tidak memerlukan cahaya secara langsung.
Pada fotosintesis, cahaya tampak diserap oleh pigmen. Pigmen yang berbeda menyerap panjang gelombang yang berbeda. Klorofil a bukanlah satu-satunya pigmen yang penting dalam kloroplas. Tetapi hanya klorofil a yang dapat berperan secara langsung dalam reaksi terang. Pigmen lain dalam membrane tilakoid dapat menyerap cahaya dan mentransfer energinya ke klorofil a. Salah satunya adalah klorofil b. Jika foton cahaya matahari diserap oleh klorofil b, energi kemudian disalurkan ke klorofil a yang beraksi seolah-olah klorofil inilah yang menyerap energi tersebut.
Dalam membran tilakoid, klorofil tersusun bersama protein dan molekul organik lainnya menjadi fotosistem. Fotosistem memiliki kompleks antena yang terdiri dari klorofil a, klorofil b dan karotenoid. Jumlah dan keragaman pigmen membuat fotosistem dapat menyerap spectrum yang lebih luas. Saat molekul antena menyerap foton, energi disalurkan ke klorofl a yang terletak pada pusat reaksi. Molekul yang bersama-sama menggunakan pusat reaksi dengan k lorofil a adalah akseptor elektron primer.
Pada membran tilakoid terdapat fotosistem I dan fotosistem II. Fotosistem I memiliki pusat klorofil P700 karena pigmen ini paling baik menyerap cahaya yang memiliki panjang gelombang 700 nm. Pusat reaksi fotosistem II memiliki klorofil yang disebut P680 karena paling baik menyerap cahaya pada panjang gelombang 680 nm. Adanya protein yang berbeda menjadi penyebab adanya perbedaan sifat penyerapan cahaya.
Siklus Calvin dibagi menjadi tiga tahap yaitu :
1. Fiksasi karbon. Molekul CO2 diikat pada ribulosa bifosfat (RuBP) dengan bantuan RuBP karboksilase atau Rubisco. Reaksi ini menghasilkan dua molekul 3-fosfogliserat.
2. Reduksi. Tiap molekul 3-fosfogliserat menerima gugus fosfat baru dari ATP menghasilkan 1,3-difosfogliserat. Selanjutnya 1,3 difosfogliserat direduksi oleh sepasang electron dari NADPH menjadi gliseraldehid 3-fosfat (G3P). G3P merupakan gula. Setiap 3 molekul CO2 terdapat 6 molekul G3P, tetapi hanya 1 molekul G3P yang dihitung sebagai selisih perolehan karbohidrat. Satu molekul keluar siklus dan digunakan oleh tumbuhan, sedangkan 5 molekul didaur ulang untuk menghasilkan 3 molekul RuBP.
3. Regenerasi akseptor CO2. Lima molekul G3P disusun ulang dalam langkah terakhir siklus Calvin menjadi 3 molekul RuBP yang siap menerima CO2 kembali.


ALIRAN ELEKTRON NON-SIKLIK
Aliran elektron non-siklik dimulai ketika fotosistem II menyerap cahaya , dan electron yang dieksitasi ke tingkat yang lebih tinggi dalam P680 diterima oleh akseptor electron primer. Klorofil yang dioksidasi menjadi agen pengoksidasi yang sangat kuat. Elektron diekstraksi dari air dan dikirimkan ke P680 menggantikan elektron yang keluar dari klorofil. Air diuraikan menjadi hidrogen dan oksigen. Elektron yang terfotoeksitasi mengalir dari akseptor elektron primer ke fotosistem I melalui rantai transport elektron yang terdiri dari satu pembawa elektron yaitu plastokinon (Pq), suatu kompleks yang terdiri atas dua sitokrom , dan protein yang mengandung tembaga yang disebut plastosianin (Pc). Elektron yang menuruni rantai, eksergoniknya berada ke tingkat energi yang lebih rendah dan digunakan oleh tilakoid untuk menghasilkan ATP. Pmbentukan ATP disebut fosforilasi karena digerakkan oleh energi cahaya.

Elektron selanjutnya mencapai pusat P700 yang telah kehilangan elektronnya, karena energy cahaya menggerakkan electron dari P700 ke akseptor electron primer pada fotosistem I. Selanjutnya electron ditransfer melalui transfer electron . disalurkan ke feredoksin (Fd). NADP+ reduktase menyalurkan electron dari Fd ke NADP+. NADP+ berubah menjadi NADPH.

ALIRAN ELEKTRON SIKLIK

Elektron yang terfotoeksitasi dapat melalui jalur khusus yaitu aliran electron siklik. Aliran ini menggnakan fotosistem I saja. Elektron kembali dari feredoksin ke kompleks sitokrom dank e klorofil P700. NADPH tidak diproduksi tetapi menghasilkan ATP. Proses pembentukan ATP ini disebut fosforilasi siklik.
TUMBUHAN C4
Tumbuhan C4 memfiksasi karbon dengan membentuk senyawa berkarbon empat sebagai produknya. Tergolong tumbuhan C4 yang penting dalam pertanian adalah tebu, jagung, dan famili rumput. Dalam tumbuhan C4 terdapat dua jenis sel fotosintetik : sel seludang-berkas pembuluh dan sel mesofil. Sel seludang berkas pembuluh tersusun menjadi kemasan yang padat di sekitar berkas pembuluh. Di antara seludang-berkas pembuluh dan epidermis daun terdapat sel mesofil. Siklus Calvin terbatas pada kloroplas seludang-berkas pembuluh. Siklus ini didahului oleh masuknya CO2 ke dalam senyawa organik dalam mesofil.

Tahap pertama adalah penambahan CO2 pada fosfoenolpiruvat (PEP) untuk membentuk oksaloasetat (memiliki empar karbon). Enzim karboksilase menambahkan CO2 pada PEP. Setelah memfiksasi CO2, sel mesofil mengirim keluar produk berkarbon empat ke sel seludang-berkas pembuluh melalui plasmodesmata. Dalam seludang-berkas pembuluh, senyawa berkarbon empat melepaskan CO2 yang diasimilasi ulang ke dalam materi organik oleh rubisko dan siklus Calvin.
Sel mesofil tumbuhan C4 memompa CO2 ke dalam seludang-berkas pembuluh, mempertahankan konsentrasi CO2 dalam seludang-berkas pembuluh cukup tinggi agar rubisko dapat menerima CO2 bukan O2. Fotosintesis C4 meminimumkan fotorespirasi dan meningkatkan produksi gula.
TUMBUHAN CAM
Tumbuhan lain seperti tumbuhan sukulen (penyimpan air), kaktus, nenas dan beberapa family lain memiliki adaptasi fotosintesis yang lain. Tumbuhan ini membuka stomata pada malam hari dan menutup pada siang hari. Stomata yang menutup pada siang hari membuat tumbuhan menghemat air tetapi mencegah masuknya CO2. Saat stomata terbuka pada malam hari, tumbuhan mengambil CO2 dan memasukkannya ke berbagai asam organic. Metabolism ini disebut crassulacean acid metabolism (CAM). Sel mesofil tumbuhan CAM menyimpan asam organic yang dibuatnya selama malam hari di dalam vakuola hingga pagi hari. Pada siang hari saat reaksi terang menyediakan ATP dan NADPH untuk siklus Calvin, CO2 dilepas dari asam organik yang dibuat pada malam hari itu sebelum dimasukkan ke dalam gula dalam kloroplas.


FAKTOR PENENTU LAJU FOTOSINTESIS
Berikut adalah beberapa faktor utama yang menentukan laju fotosintesis:
1. Intensitas cahaya
Laju fotosintesis maksimum ketika banyak cahaya.
2. Konsentrasi karbon dioksida
Semakin banyak karbon dioksida di udara, makin banyak jumlah bahan yang
dapat digunakan tumbuhan untuk melangsungkan fotosintesis.
3. Suhu
Enzim-enzim yang bekerja dalam proses fotosintesis hanya dapat bekerja pada
suhu optimalnya. Umumnya laju fotosintensis meningkat seiring dengan
meningkatnya suhu hingga batas toleransi enzim.
4. Kadar air
Kekurangan air atau kekeringan menyebabkan stomata menutup, menghambat
penyerapan karbon dioksida sehingga mengurangi laju fotosintesis.
5. Kadar fotosintat (hasil fotosintesis)
Jika kadar fotosintat seperti karbohidrat berkurang, laju fotosintesis akan naik.
Bila kadar fotosintat bertambah atau bahkan sampai jenuh, laju fotosintesis
akan berkurang.
6. Tahap pertumbuhan
Penelitian menunjukkan bahwa laju fotosintesis jauh lebih tinggi pada
tumbuhan yang sedang berkecambah ketimbang tumbuhan dewasa. Hal ini
mungkin dikarenakan tumbuhan berkecambah memerlukan lebih banyak
energi dan makanan untuk tumbuh.
PENEMUAN
Meskipun masih ada langkah-langkah dalam fotosintesis yang belum dipahami, persamaan umum fotosintesis telah diketahui sejak tahun 1800-an.
Pada awal tahun 1600-an, seorang dokter dan ahli kimia, Jan van Helmont, seorang Flandria (sekarang bagian dari Belgia), melakukan percobaan untuk mengetahui faktor apa yang menyebabkan massa tumbuhan bertambah dari waktu ke waktu. Dari penelitiannya, Helmont menyimpulkan bahwa massa tumbuhan bertambah hanya karena pemberian air. Tapi pada tahun 1720, ahli botani Inggris, Stephen Hales berhipotesis bahwa pasti ada faktor lain selain air yang berperan. Ia berpendapat faktor itu adalah udara.
Joseph Priestley, seorang ahli kimia dan pendeta, menemukan bahwa ketika ia menutup sebuah lilin menyala dengan sebuah toples terbalik, nyalanya akan mati sebelum lilinnya habis terbakar. Ia kemudian menemukan bila ia meletakkan tikus dalam toples terbalik bersama lilin, tikus itu akan mati lemas. Dari kedua percobaan itu, Priestley menyimpulkan bahwa nyala lilin telah “merusak” udara dalam toples itu dan menyebabkan matinya tikus. Ia kemudian menunjukkan bahwa udara yang telah “dirusak” oleh lilin tersebut dapat “dipulihkan” oleh tumbuhan. Ia juga menunjukkan bahwa tikus dapat tetap hidup dalam toples tertutup asalkan di dalamnya juga terdapat tumbuhan.
Pada tahun 1778, Jan Ingenhousz, dokter kerajaan Austria, mengulangi eksperimen Priestley. Ia menemukan bahwa cahaya matahari berpengaruh pada tumbuhan sehingga dapat “memulihkan” udara yang “rusak”.
Akhirnya di tahun 1796, Jean Senebier, seorang pastor Perancis, menunjukkan bahwa udara yang “dipulihkan” dan “merusak” itu adalah karbon dioksida yang diserap oleh tumbuhan dalam fotosintesis. Tidak lama kemudian, Theodore de Saussure berhasil menunjukkan hubungan antara hipotesis Stephen Hale dengan percobaan-percobaan “pemulihan” udara. Ia menemukan bahwa peningkatan massa tumbuhan bukan hanya karena penyerapan karbon dioksida, tetapi juga oleh pemberian air. Melalui serangkaian eksperimen inilah akhirnya para ahli berhasil menggambarkan persamaan umum dari fotosintesis yang menghasilkan makanan (seperti glukosa).


DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N.A., Reece, J.B., Mitchell, L.G. 2002. Biologi. Alih bahasa lestari, R. et al. safitri, A., Simarmata, L., Hardani, H.W. (eds). Erlangga, Jakarta.
http://www.fp.unud.ac.id/biotek/biologi-sel/kloroplas-dan-fotosintesis/fotosintesis/
Moore, R., Clark, W.D., Vodopich, D.S. 1998. Botany. McGraw-Hill Companies. USA