Rabu, 23 Maret 2011

IBU NEGARA (Sangrani Annisa Dewi)

Hehehehehe...
kali ini ane mau bahas si Ibu negara...
kenapa ibu negara???/
ane juga gag tau gan...
temen2 formatani manggilnya gt...
mungkin karena ane jadi pak kordinator pusatnya formatani....
*apakah formatani itu????
forum mahasiswa agroteknologi/agroekoteknologi indonesia, gan...
organisasinya anak agroteknologi se indonesia gt...
pengen tau formatani lebih lanjut klik disini

ini kenampakan si ibu negara bagi yg belum tau

*kenape mirip istrinya raja minyak di Libya gan????

iyee emanggggg... kan ane ntar yg jadi raja minyak di Libya... hahahahaha
saya juga heran gan kenapa ibu negara berdandan seperti itu...
hmmmm... mungkin itu mode pakaian di iklim gurun nya wonogiri gannn...
soalnya ibu negara kan asalnya dari wonogiri gt...

stttt poto ane yang ini adalah poto pertama ane dengan ibu negara... 
pas belum jadi nih... masi PDKT gt...
culun bgt gan...


kalo ini sesudah ane jadi gan.. dan dia resmi jadi ibu negara...
ini poto bareng panglima perang negara ane gan... ahahahahahahaha

woooo iya gan...
ibu negara itu pinter bgt urusan akademik...
ane mah kalah jaooooohhhhhhh...

dia juga pinter management waktu hingga bisa teratur semua nya...
pas bgt lah jd ibu negara... heheheheeeee
tapi dia sangat tidak romantis, bau bunga mawar aja pusing trus mual gan...
ane jd ga bisa ngasi mawar donk... hahahahaha



ada acara kenegaraan gan.... wkwkwkwkwk


ini juga... ketemu Pembantu dekan 1 FP UNS gan.....
ada ayu ora ura ora ayu uya ardiantika juga tuhhhh.......

ini pas di negara tetangga gan.....

kalo ini photoshop tingkat dewa gan... brasa kyak ada dsana beneran kan???
ibu negara emang pinter bgt urusan editing photo... hahahaha

hehehe hihi dikit aja lah tentang ibu negara yang punya nama mempesona... '' sangrani annisa dewi''
doain ane bsa langgeng ya gan...
:)

thx gan....
makasih udah mau nyimak....

Selasa, 22 Maret 2011

ayu ora uya ora ayu uya ardiantika

Nama yang sangat aneh...
seaneh orangnya...
cekibrootttt...

jadi begini...
cewek satu ini... entah kenapa... beda sama cewek yg laen...
*ceileee wagimannnnnnn....

Stoooopppp!!!! jangan mikir macem2 dulu...

hmmm bukan karna apa2...
tapi mau tau ga???
kalo sebenernya -ayu ora uya ora ayu uya ardiantika- itu dulunya adalah cowok...
*haaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa?????
heeeehhhh jangan kaget...
mau tau kenampakannya??????

*ngeeeeeeeeeeeeeeeeeeeekkk????
*iki sopoooooooooooooooooooooooooooo??????
yo anggap aja ini ayu ora uya ora ayu uya ardiantika....

*ribet bgt namanya

hoke kita singkat aja menjadi AOUOAUA (ayu ora uya ora ayu uya ardiantika)

emmm...
masi penasaran bedanya dengan cewek laen...???
begini...
ini orang pertama ketemu ane pas praktikum botani (MTT)
kebetulan kita sekelompok nih...
karena ane yang paling keliatan cerdas... AOUOAUA jadi iri gan...
mpe kalo pretest praktikum kerjaannya mesti ditutupin biar kecerdasan ane untuk menyontek terhalangi...
*hmmmmmm hhaaaa pelit amaaattt....
emang gan......
anggap saja ini praktikum MTT.. karna ane ga punya potonya... 
liat deh AOUOAUA yg paling kanan

tapi setelah ane kenal deket...
dia ternyata orangnya baik hati gan...
kenampakannya pas baik....

baiknya AOUOAUA mau2nya nyomblangin ane dengan SANGRANI ANNISA DEWI...
hahahahaha... yaitu  yang sekarang jadi -anu- gw gan..... yang kalo temen2 formatani menyebutnya ibu negara... hahaha... emmm tapi ntar bahas ibu negaranya... sekarang bahas makhluk ini dulu...
pokonya dulu pas ane PDKT ke ibu negara... AOUOAUA yang mengakomodir semuanya...
hahaha...
dan dari kata2nya tiap ane konsultasi dan kalo ada masalah... AOUOAUA yang menurut ane ngasih solusi yg paling logis dari wanita pada umumnya...
****ingat asalnya AOUOAUA adalah cowok..
hehehe... thx ya AOUOAUA.. berkat jasamu saya punya seseorang yg disebut ibu negara... hahaha

tapi tidak melulu baik dink...
AOUOAUA itu sukanya mampir di tempat orang hajatan gan...
pura2 kenal... modal amplop isi 5000 rupiah bisa makan mpe 30.000 rupiah
hebat...
kita lihat kejahatannya...
siap2 mau masuk di resepsi kawinan orang gan...
dan liat tangannya bawa semacam amplop isi 5000an...
dan tangan kirinya mengacungkan lambang ''peace'' yang berarti ''damai sebelum melancarkan aksi''

ini mukannya AOUOAUA jahat bgt setelah bisa masuk dan bakal antre makanan....
hmmmmmm yay ya ya....

jadi begetolah kawan2 sekilas tentang sahabat cowok cewek ane... si AOUOAUA...
kalo pengen ketemu... gampang2 susah sih...
tinggal ada walimahan, sunatan, ato hajatan yang laennn... mesti ada deh di antrean makan prasmanannya... siippppp

Jumat, 11 Maret 2011

Pola usaha tani konservasi


Oleh : Prof.Dr.Ir.H. Suntoro Wongso Atmojo. MS.
Dekan Fakultas Pertanian UNS. Solo.
(Sekjen Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Pertanian Indonesia)

Kekeringan berkepanjangan saat ini sangat erat hubungannya dengan kesalahan penanganan pengelolaan lahan daerah aliran sungai (DAS) bagian hulu yang kurang mengikuti kaidah konservasi tanah dan air, sehingga pasokan dan cadangan air tanah menurun. Pengelolaan DAS bagian hulu sering kali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi.  Misalnya kesalahan penggunaan lahan daerah hulu (seperti: Wonogiri, Boyolali, dan Purwodadi) akan berdampak pada masyarakat di daerah hilir. Terbukanya lahan yang berbukit di daerah hulu baik karena penebangan hutan ataupun penerapan cara pengelolaan tanah dalam usaha tani yang keliru menyebabkan terjadinya erosi tanah. Sedimentasi dari tanah yang tereosi akan menyebabkan daya tampung sungai berkurang, yang menyebabkan terjadinya banjir di daerah hilir. Disamping itu karena pasokan air hujan ke dalam tanah (water saving)  rendah dan cadangan air dimusim kemarau berkurang akan menyebabkan terjadi kekeringan berkepanjangan dan hilangnya mata air seperti banyak terjadi sekarang ini.
Indonesia sebagai daerah tropis, erosi tanah oleh air merupakan bentuk degradasi tanah yang sangat dominan. Praktik deforesterisasi merupakan penyebab utamanya baik di hutan produksi ataupun di hutan rakyat,  yang menyebabkan terjadinya kerusakan hutan dan lahan. Di samping itu, praktek usaha tani yang keliru di daerah hulu yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah konservasi akan menyebabkan terjadinya kemerosotan sumberdaya lahan yang akan berakibat semakin luasnya lahan kritis kita. Hal ini terbukti pada tahun 1990-an luas lahan kritis di Indonesia 13,18 juta hektar, namun sekarang  diperkirakan mencapai 23,24 juta hektar, sebagian besar berada di luar kawasan hutan (65%) yaitu di lahan milik rakyat dengan pemanfaatan yang sekedarnya atau bahkan cenderung diterlantarkan. Keadaan ini justru akan membawa dampak lahan semakin krtis dan kekeringan panjang terjadi dimusim kemarau. Hal ini menandakan bahwa petani masih banyak yang belum mengindahkan praktek usaha tani konservasi.
Usaha Tani Konservasi
Konservasi tanah dan air bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan serta menurunkan atau menghilangkan dampak negatip pengelolaan lahan seperti erosi, sedimentasi dan banjir. Upaya konservasi ini dapat dilakukan secara sipil teknik (mekanis) dan secara vegetatip. Pengendalian erosi secara mekanis merupakan pengendalian erosi–sedimentasi yang memerlukan beberapa sarana fisik antara lain pembuatan teras, rorak, saluran pembuangan air dan terjunan air. Sedang pengendalian erosi secara vegetatif, merupakan pengendalian erosi yang didasarkan pada peranan tanaman yang ditanam atau tumbuh dan berkembang bertujuan untuk mengurangi daya pengikisan dan penghanyutan tanah oleh aliran permukaan. Dalam praktek konsevasi tanah, kedua cara diterapkan secara terpadu, seperti pembuatan teras dengan penanaman ganda, dan sangat efektif dalam menekan laju erosi.
Terkait dengan peran tanaman, tanaman  dapat berfungsi melindungi permukaan tanah terhadap pukulan air hujan, melindungi daya transportasi aliran permukaan, dan menambah infiltrasi tanah, sehingga pasokan air dan cadangan air dalam tanah meningkat. Disamping itu, dapat memasok bahan organik dan hara N, serta dapat menyediakan pakan untuk  ternak. Cara ini dapat dilakukan dengan cara penanaman tanaman penutup tanah, penanaman sistem lorong, dan penghijauhan. Untuk meningkatkan efisiensi penggunaan lahan dan menekan laju erosi, dapat menerapkan pola usaha tani konservasi melalui sistem penanaman ganda (Multiple cropping), dan sistem pertanian terpadu.
Sistem penanaman ganda (Multiple cropping)
Sistem penanaman ganda merupakan sistem bercocok tanam dengan menanam lebih dari satu jenis tanaman dalam sebidang tanah bersamaan atau digilir. Sistem ini dapat menunjang strategi pemerintah dalam rangka pelaksanaan program diversifikasi pertanian yang diarahkan untuk dapat meningkatkan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya dengan tetap memperhatikan kelestariannya.
Sistem pertanian ganda ini sangat cocok bagi petani kita dengan lahan sempit di daerah tropis, sehingga dapat memaksimalkan produksi dengan input luar yang rendah sekaligus meminimalkan resiko dan melestarikan sumberdaya alam. Selain itu keuntungan lain dari sistem ini : (a) mengurangi erosi tanah atau kehilangan tanah-olah, (b) memperbaiki tata air pada tanah-tanah pertanian, termasuk meningkatkan pasokan (infiltrasi) air ke dalam tanah sehingga cadangan air untuk pertumbuhan tanaman akan lebih tersedia, (c) menyuburkan dan memperbaiki struktur tanah, (d) mempertinggi daya guna tanah sehingga pendapatan petani akan meningkat pula, (e) mampu menghemat tenaga kerja, (f) menghindari terjadinya pengangguran musiman karena tanah bisa ditanami secara terus menerus, (g) pengolahan tanah tidak perlu dilakukan berulang kali, (h) mengurangi populasi hama dan penyakit tanaman, dan (i) memperkaya kandungan unsur hara antara lain nitrogen dan bahan organik.
Menurut bentuknya, pertanaman ganda ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: pertanaman tumpangsari (Intercropping) dan pertanaman berurutan (Sequential Cropping). Sistem tumpang sari, yaitu sistem bercocok tanaman pada sebidang tanah dengan menanam dua atau lebih jenis tanaman dalam waktu yang bersamaan. Sistem tumpang sari ini, disamping petani dapat panen lebih dari sekali setahun dengan beraneka komoditas (deversifikasi hasil), juga resiko kegagalan panen dapat ditekan, intensitas tanaman dapat meningkat dan pemanfaatan sumber daya air, sinar matahari dan unsur hara yang ada akan lebih efisien.
Agar diperoleh hasil yang maksimal maka tanaman yang ditumpangsarikan harus dipilih sedemikian rupa sehingga mampu memanfaatkan ruang dan waktu seefisien mungkin serta dapat menurunkan pengaruh kompetitif yang sekecil-kecilnya. Sehingga jenis tanaman yang digunakan dalam tumpangsari harus memiliki pertumbuhan yang berbeda, bahkan bila memungkinkan dapat saling melengkapi.  Dalam pelaksanaannya, bisa dalam bentuk barisan yang diselang seling atau tidak membentuk barisan. Misalnya tumpang sari kacang tanah dengan ketela pohon, kedelai diantara tanaman jagung,  atau jagung dengan padi gogo, serta dapat memasukan sayuran seperti kacang panjang di dalamnya.
Sistem penanaman ganda yang lain yaitu sistem tumpang gilir, yang merupakan cara bercocok tanaman dengan menggunakan 2 atau lebih jenis tanaman pada sebidang tanah dengan pengaturan waktu. Penanaman kedua dilakukan setelah tanaman pertama berbunga. Sehingga nantinya tanaman bisa hidup bersamaan dalam waktu relatif lama dan penutupan tanah dapat terjamin selama musim hujan.
Agroforestry
Program penghijauan atau penghutanan perlu terus dilakukan baik di lahan petani maupun di kawasan hutan. Sistem penanaman dalam pelaksanaan penghutanan kebali baik di dalam dan diluar kawasan dapat dilakukan dengan dua pola yaitu murni tanaman kayu (bisa satu jenis tanaman kayu atau campuran) maupun agroforestry. Sebenarnya agroforestry juga merupakan pola tumpang sari, yang memadukan  tanaman tahunan dengan tanaman pertanian. Pola ini  mampu menutup tanah dengan sempurna sehingga berpengaruh efektif terhadap pengendalian erosi dan peningkatan pasokan air tanah.
Menyadari keberadaan masyarakat sekitar hutan sangat menentukan baik dan buruknya hutan. Perhutani dalam rangka pelaksanaan program pembangunan hutan, menerapkan pola agroforestry dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan untuk ikut berpartisipasi. Pada saat tanaman tahunan masih kecil petani sekitar hutan dapat mengusahakan lahan untuk budidaya tanaman semusim. Sehingga program pembangunan hutan bersama masyarakat (PHBM) yang dulu dikenal sebagai perhutanan sosial, akan berdampak positip ganda, disamping dapat membantu masyarakat secara ekonomis (dari hasil tanaman semusim dan rumput untuk pakan ternak) juga kelestarian tanaman hutan akan terjamin, karena tumbuh kesadaran petani untuk memeliharanya. Secara teknis konservasi, adanya variasi antara tanaman pertanian semusim dan /atau dengan rumput di antara tegakan tanaman tahunan, akan meningkatkan penutupan lahan secara sempurna.  Komposisi penutupan ini secara efektif akan menekan laju erosi dan sedimen dan mengurangi evaporasi sehingga cadangan air tanah akan tersedia lebih banyak.
Pertanian terpadu
Penerapan sistem pertanian terpadu integrasi ternak dan tanaman terbukti sangat efektif dan efisien dalam rangka penyediaan pangan masyarakat. Siklus dan keseimbangan nutrisi serta energi akan terbentuk dalam suatu ekosistem secara terpadu.  Sehingga akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi produksi yang berupa peningkatan hasil produksi dan penurunan biaya produksi.
Kegiatan terpadu usaha peternakan dan pertanian ini, sangatlah menunjang dalam penyediaan pupuk kandang di lahan pertanian, sehingga pola ini sering disebut pola peternakan tanpa limbah karena limbah peternakan digunakan untuk pupuk, dan limbah pertanian untuk makan ternak. Integrasi hewan ternak dan tanaman dimaksudkan untuk memperoleh hasil usaha yang optimal, dan dalam rangka memperbaiki kondisi kesuburan tanah. Interaksi antara ternak dan tanaman haruslah  saling melengkapi, mendukung dan saling menguntungkan, sehingga dapat mendorong peningkatan efisiensi produksi  dan meningkatkan keuntungan hasil usaha taninya.  Sistem tumpangsari tanaman dan ternak banyak juga dipraktekkan di daerah  perkebunan.  Di dalam sistem tumpangsari ini tanaman perkebunan sebagai komponen utama dan tanaman rumput dan ternak yang merumput di atasnya merupakan komponen kedua. 
Praktek penerapan pola usaha tani konservasi ini hendaknya dilakukan secara terpadu, seperti sistem multiple croping (pertanaman ganda / tumpang sari), agroforestry, perternakan, dan dipadukan dengan pembuatan teras. Misalnya dalam praktek PHBM, tanaman pangan ditanam pada bidang teras meliputi kedelai, kacang tanah, jagung dan kacang panjang yang di tanamn diantara tanaman tahunan (misal: jati, mauni atau pinus sebagai tanaman pokok). Pada tepi teras ditanami dengan tanaman penguat teras yang terdiri dari tanaman rumput, lamtoro dan dapat ditanami tanaman hortikultura seperti srikaya ataupun nanas dan pisang. Tanaman rumput pada tepi teras disamping berfungsi sebagai penguat teras juga sebagai sumber pakan ternak (sapi atau kambing).

Pembungaan, Penyerbukan dan Pembuahan Tanaman

Morfologi Bunga
Bunga merupakan organ generatif tanaman, hal itu disebabkan, melalui bunga akan berlanjut regenerasi tanaman baru sehingga tanaman selalu eksis dari waktu ke waktu. Menurut Ashari (2004) Bunga terbagi menjadi dua golongan yaitu bunga lengkap (hermaphrodite dan complete flower) dan bunga tidak lengkap (incomplete flower).
Pengertian lengkap atau tidak lengkapnya bunga ditinjau dari adanya bunga jantan dan bunga betina dalam sekuntum bunga, atau juga dilihat berdasarkan berfungsi atau tidaknya masing-masing organ tersebut.
Dalam menyiasati pemberdayaan bunga perlu diketahui sifat-sifat morfologi bunga, yang diamati bentu dan ukuran serta letak bunga, warna, bau dan jumlah benag sari serta ada tidaknya madu. Disampin itu perlu diperhatikan apakah bunga hermafrodit,uniseksual,berumah satu atau berumah dua. Ciri morfologi tiap organ yang menyusun bunga pada umumnya telah beradaptasi terhadap penyerbuknya. (Sutarno dkk,1997).

Pembungaan
Proses pembungaan mengandung sejumlah tahap penting, yang semuanya harus berhasil dilangsungkan untuk memperoleh hasil akhir yaitu biji. Proses pembungaan tanaman terutama pada tanaman tahunan adalah sangat kompleks. Secara fisiologis proses pembungaan ini masih sulit dimengerti, hal ini disebabkan kurangnya informasi yang tersedia. Dalam perkembangannya, proses pembungaan ini meliputi beberapa tahap dan semua tahap harus dilalui dengan baik agar dapat menghasilkan panen tinggi (Ashari,1998).
Menurut Elisa (2004) tahapan dari pembungaan meliputi :
1.Induksi bunga (evokasi)
Adalah tahap pertama dari proses pembungaan, yaitu suatu tahap ketika meristem vegetatif diprogram untuk mulai berubah menjadi meristem reproduktif.
Terjadi di dalam sel.
Dapat dideteksi secara kimiawi dari peningkatan sintesis asam nukleat dan protein, yang dibutuhkan dalam pembelahan dan diferensiasi sel.
2. Inisiasi bunga
 Adalah tahap ketika perubahan morfologis menjadi bentuk kuncup reproduktif mulai dapat terdeteksi secara makroskopis untuk pertama kalinya.
Transisi dari tunas vegetatif menjadi kuncup reproduktif ini dapat dideteksi dari perubahan bentuk maupun ukuran kuncup, serta proses-proses selanjutnya yang mulai membentuk organ-organ reproduktif.
Menurut Ashari (1998) tanaman keras ternyata mempunyai periode inisiasi dan pembungaan yang sangat beragam. Pada umumnya periode antara inisiasi dan pembungaan berkaitan dengan sifat tumbuhnya yang juga dipengaruhi oleh iklim. Kebanyakan tanaman tropis dan subtropis mempunyai periode inisiasi bunga dan antesis yang sangat singkat.
3. Perkembangan kuncup bunga menuju anthesis (bunga mekar)
Ditandai dengan terjadinya diferensiasi bagian-bagian bunga.
Pada tahap ini terjadi proses megasporogenesis dan mikrosporogenesis untuk penyempurnaan dan pematangan organ-organ reproduksi jantan dan betina.
4. Anthesis
 Merupakan tahap ketika terjadi pemekaran bunga.
Biasanya anthesis terjadi bersamaan dengan masaknya organ reproduksi jantan dan betina, walaupun dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Ada kalanya organ reproduksi, baik jantan maupun betina, masak sebelum terjadi anthesis, atau bahkan jauh setelah terjadinya anthesis.
Bunga-bunga bertipe dichogamy mencapai kemasakan organ reproduktif jantan dan betinanya dalam waktu yang tidak bersamaan.
5. Penyerbukan dan pembuahan
Tahap ini memberikan hasil terbentuknya buah muda. Detil dari proses penyerbukan dan pembuahan akan dijelaskan pada bab tersendiri.
6. Perkembangan buah muda menuju kemasakan buah dan biji
Tahap ini diawali dengan pembesaran bakal buah (ovarium), yang diikuti oleh perkembangan cadangan makanan (endosperm), dan selanjutnya terjadi perkembangan embryo.
Pembesaran buah merupakan efek dari pembelahan dan pembesaran sel, yang meliputi tiga tahap:
Tahap pertama :
Terjadi peningkatan penebalan pada pericarp oleh adanya pembelahan sel.
Tahap kedua :
Terjadi pembentukan dan pembesaran vesikel berair (juice vesicle); biasanya terjadi pada buah-buah fleshy
Tahap ketiga :
Tahap pematangan, biasanya terjadi pengkerutan jaringan dan pengerasan endocarp pada buah-buah dry

Penyerbukan
Penyerbukan atau polinasi adalah transfer serbuk sari/polen ke kepala putik (stigma). Kejadian ini merupakan tahap awal dari proses reproduksi (Ashari,1998).
Menurut Elisa (2004) penyerbukan merupakan :
- pengangkutan serbuk sari (pollen) dari kepala sari (anthera) ke putik (pistillum)
- peristiwa jatuhnya serbuk sari (pollen) di atas kepala putik (stigma).
Bunga merupakan alat reproduksi yang kelak menghasilkan buah dan biji. Di dalam biji ini terdapat calon tumbuhannya (lembaga). Terjadi buah dan biji serta calon tumbuhan baru tersebut karena adanya penyerbukan dan pembuahan. Penyerbukan merupakan jatuhnya serbuk sari pada kepala putik (untuk golongan tumbuhan berbiji tertutup) atau jatuhnya serbuk sari langsung pada bakal biji (untuk tumbuhan berbiji telanjang) (Sutarno dkk,1997).
Menurut Ashari (1998) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar proses polinasi berjalan lancar dengan hasil optimal, antara lain :
1.Sistem penyilangan (breeding system) dan variasi jenis kelamin yang menentukan perlunya penyerbukan silang.
2.Saat penyebaran serbuk sari, reseptimatis stigma induk bunga, seluruh tanaman/ pohon yang dikaitkan dengan aktivitas harian serta musiman vektor penyebuk.
3.Vektor yang berperan dalam penyerbukan.
4.Pengaruh cuaca terhadap sinkronisasi pembungaan, penyebaran serbuk sari, serta aktivitas vektor.

Macam penyerbukan di alam

Menurut Elisa (2004) penyerbukan dapat dibedakan menjadi :
1.Penyerbukan tertutup (kleistogami)
Terjadi jika putik diserbuki oleh serbuk sari dari bunga yang sama. Dapat disebabkan oleh :
• Putik dan serbuk sari masak sebelum terjadinya anthesis (bunga mekar)
• Konstruksi bunga menghalangi terjadinya penyerbukan silang (dari luar), misalnya pada bunga dengan kelopak besar dan menutup. Contoh : familia Papilionaceae

2.Penyerbukan terbuka (kasmogami)
Terjadi jika putik diserbuki oleh serbuk sari dari bunga yang berbeda. Hal ini dapat terjadi jika putik dan serbuk sari masak setelah terjadinya anthesis (bunga mekar)

Beberapa tipe penyerbukan terbuka yang mungkin terjadi :
a. Autogamie: putik diserbuki oleh serbuk sari dari bunga yang sama
b. Geitonogamie: putik diserbuki oleh serbuk sari dari bunga yang berbeda, dalam pohon yg sama
c. Allogamie (Silang): putik diserbuki oleh serbuk sari dari tanaman lain yg sejenis
d.Xenogamie (asing): putik diserbuki oleh serbuk sari dari tanaman lain yg tidak sejenis
Beberapa tipe bunga yang memungkinkan terjadinya penyerbukan terbuka :
a. Dikogami
Putik dan benang sari masak dalam waktu yang tidak bersamaan.
•Protandri : benang sari lebih dahulu masak daripada putik
•Protogini : putik lebih dahulu masak daripada benang sari
b. Herkogami
Bunga yang berbentuk sedemikian rupa hingga penyerbukan sendiri tidak dapat terjadi. Misal Panili yang memiliki kepala putik yang tertutup selaput (rostellum).
c. Heterostili
Bunga memiliki tangkai putik (stylus) dan tangkai sari (filamentum) yg tidak sama panjangnya
• tangkai putik pendek (microstylus) dan tangkai sari panjang
•tangkai putik panjang (macrostylus) dan tangkai sari pendek

Tanaman yang mempunyai nilai strategis yang sangat penting, pada umumnya, tidak mempunyai masalah dalam penyerbukan, misalnya tanaman pangan (Padi,Jagung,Palawija dan kedelai). Pada umumnya tanaman tersebut bersifat self fertile, artinya menghasilkan tepung sari yang subur demikian juga putiknya. Jenis bunga tanaman pangan seperti padi, kedelai da kacang hijau adalah sempurna, yaitu dalam sekuntum bunga terdapat bunga jantan (stamen) dan bunga betina (pistil). Hal tersebut memungkinkan terjadinya penyerbukan sendiri (self pollination). Di sisi lain, sekelompok tanaman yang pada umumnya tanaman buah-buahan tahunan bersifat self infertile. Ketidaksuburan tepung sari maupun ketidaknormalan putik menyebabkan permasalahan dalam proses penyerbukan maupun pembuahannya (Ashari,2004).
Pada proses penyerbukan, apabila bunga dalam suatu tanaman memiliki tepung sari yang tidak subur maka bunga tersebut memerlukan tepung sari lain yang subur. Ada juga tanaman yang mempunyai bunga sempurna,namun susunan morfologi bunga tidak memungkinkan terjadinya self pollination, misalnya terpisahnya bunga jantan dan bunga betina (salak dan kurma) atau halangan fisik lainnya Dengan demikian, jenis tanaman tersebut memerlukan polinator baik yang alami seperti angin, serangga, atau hewan mamalia maupun manusia untuk memindahkan tepung sari dari kepala sari ke kepala putiknya

DAFTAR PUSTAKA


Ashari,S.1998, Pengantar Biologi Reproduksi Tanaman, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta


.2004, Biologi Reproduksi Tanaman Buah-Buahan Komersial, Bayu Media, Malang, Jawa Timur.


, 2006, Meningkatkan Keunggulan Bebuahan Tropis Indonesia, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Elisa, 2004, Pembungaan dan Produksi Buah I, www.elisa ugm.ac.id (diakses tanggal 21 januari 2009, pukul 14.30 WIB).


Entry Filed under: kehutanan. Tag: bunga dan pembungaan, dasar-dasar teknologi benih, Pembuahan, Pembungaan, Penyerbukan.

PRAKTEK-PRAKTEK PERTANIAN YANG MENYEBABKAN HAL DI BAWAH INI

  1. Degradasi dan Hilangnya Lahan-Lahan Pertanian Yang Produktif
Dalam praktek budidaya pertanian sendiri sering akan menimbulkan dampak pada degradasi lahan. Dua faktor penting dalam usaha pertanian yang potensial menimbulkan dampak pada sumberdaya lahan, yaitu tanaman dan manusia (sosio kultural) yang menjalankan pertanian. Diantara kedua faktor, faktor manusialah yang berpotensi berdampak positip atau negatip pada lahan, tergantung cara menjalankan pertaniannya. Apabila dalam menjalankan pertaniannya benar maka akan berdampak positip, namun apabila cara menjalankan pertaniannya salah maka akan berdampak negatif. Kegiatan menjalankan pertanian atau cara budidaya pertanian yang menimbulkan dampak antara lain meliputi kegiatan pengolahan tanah, penggunaan sarana produksi yang tidak ramah lingkungan (pupuk dan insektisida) serta sistem budidaya termasuk pola tanam yang mereka gunakan. (Atmojo, 2006)
    1. Penggunaan lahan miring memicu erosi
Erosi tanah merupakan penyebab kemerosotan tingkat produktivitas lahan DAS bagian hulu, yang akan berakibat terhadap luas dan kualitas lahan kritis semakin meluas. Penggunaan lahan diatas daya dukungnya tanpa diimbangi dengan upaya konservasi dan perbaikan kondisi lahan sering akan menyebabkan degradasi lahan Misalnya lahan didaerah hulu dengan lereng curam yang hanya sesuai untuk hutan, apabila mengalami alih fungsi menjadi lahan pertanian tanaman semusim akan rentan terhadap bencana erosi dan atau tanah longsor. Erosi tanah oleh air di Indonesia (daerah tropis), merupakan bentuk degradasi lahan yang sangat dominan. (Atmojo, 2006)


    1. Penggunaan Agrokimia
Tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan di lingkungan pertanian dapat disebabkan karena penggunaan agrokimia (pupuk dan pestisida) yang tidak proporsional. Pada tahun enampuluhan terjadilah biorevolusi dibidang pertanian, yang dikenal dengan revolusi hijau dan telah berhasil merubah pola pertanian dunia secara spektakuler, yaitu dengan dikenalkannya penggunaan agrokimia, baik berupa pupuk kimia maupun obat-obatan (insektisida). Memang dengan revolusi hijau tersebut, produksi pangan dunia meningkat dengan tajam, sehingga telah berhasil mengatasi kekhawatiran dunia akan adanya krisis pangan. Namun dampak penggunaan agrokimia mulai dirasakan saat ini. Dampak negatip dari penggunaan agrokimia antara lain berupa pencemaran air, tanah, dan hasil pertanian, gangguan kesehatan petani, menurunya keanekaragaman hayati, ketidak berdayaan petani dalam pengadaan bibit, pupuk kimia dan dalam menentukan komoditas yang akan ditanam.
Penggunaan pestisida yang berlebih dalam kurun yang panjang, akan berdampak pada kehidupan dan keberadaan musuh alami hama dan penyakit, dan juga berdampak pada kehidupan biota tanah. Hal ini menyebabkan terjadinya ledakan hama penyakit dan degradasi biota tanah. Perlu difikirkan pada saat ini residu pestisida akan menjadi factor penentu daya saing produk-produk pertanian yang akan memasuki pasar global.
Penggunaan pupuk kimia yang berkonsentrasi tinggi dan dengan dosis yang tinggi dalam kurun waktu yang panjang menyebabkan terjadinya kemerosotan kesuburan tanah karena terjadi ketimpangan hara atau kekurangan hara lain, dan semakin merosotnya kandungan bahan organik tanah. Misalnya petani menggunakan urea (hanya mengandung hara N) dalam dosis tinggi secara terus menerus, sementara tanaman mengambil unsure hara tidak hanya N (nitrogen) dalam jumlah yang banyak, maka akan terjadi pengurasan hara lainnya. Unsur hara pokok yang dibutuhkan tanaman semuanya ada 16 unsur, sehingga apabila tidak ditambahkan akan terjadi pengurasan hara lainnya (15 hara) dan pada saatnya akan terjadi kemerosotan kesuburan karena terjadi kekurangan hara lain. Dilaporkan dipersawahan yang intensif missal Delanggu diduga kekurangan hara mikro Zn dan Cu. Memang seyogyanya semua hara yang dibutuhkan tanaman perlu ditambahkan, namun yang demikian sulit dilakukan. Kecuali dengan penambahan pupuk organik secara periodik yang mengandung hara lengkap yang sekarang semakin jarang dilakukan petani.
Akibat dari ditinggalkannya penggunaan pupuk organik berdampak pada penyusutan kandungan bahan organik tanah, bahkan banyak tempat-tempat yang kandungan bahan organiknya sudah sampai pada tingkat rawan, sekitar 60 persen areal sawah di Jawa kadungan bahan organiknya kurang dari 1 persen. Sementara, system pertanian bisa menjadi sustainable (berkelanjutan) jika kandungan bahan organik tanah lebih dari 2 %. Bahan oraganik tanah disamping memberikan unsur hara tanaman yang lengkap juga akan memperbaiki struktur tanah, sehingga tanah akan semakin remah. Namun jika penambahan bahan organik tidak diberikan dalam jangka panjang kesuburanfisiknya akan semakin menurun. (Atmojo, 2006)
    1. Pertambangan dan galian C
Usaha pertambangan besar sering dilakukan diatas lahan yang subur atau hutan yang permanen. Dampak negatif pertambangan dapat berupa rusaknya permukaan bekas penambangan yang tidak teratur, hilangnya lapisan tanah yang subur, dan sisa ekstraksi (tailing) yang akan berpengaruh pada reaksi tanah dan komposisi tanah. Sisa ektraksi ini bisa bereaksi sangat asam atau sangat basa, sehingga akan berpengaruh pada degradasi kesuburan tanah.
Semakin meningkatnya kebutuhan akan bahan bangunan terutama batu bata dan genteng, akan menyebabkan kebutuhan tanah galian juga semakin banyak (galian C). Tanah untuk pembuatan batu bata dan genteng lebih cocok pada tanah tanah yang subur yang produktif. Dengan dipicu dari rendahnya tingkat keuntungan berusaha tani dan besarnya resiko kegagalan, menyebabkan lahan-lahan pertanian banyak digunakan untuk pembuatan batu bata, genteng dan tembikar. Penggalian tanah sawah untuk galian C disamping akan merusak tata air pengairan (irigasi dan drainase) juga akan terjadi kehilangan lapisan tanah bagian atas (top soil) yang relatif lebih subur, dan meninggalkan lapisan tanah bawahan (sub soil) yang kurang subur, sehingga lahan sawah akan menjadi tidak produktif. (Atmojo, 2006)
    1. Alih fungsi lahan
Dampak alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian akan mengganggu keseimbangan energi dipermukaan tanah. Secara metematis, tanda-tanda klimatologis peluang terjadinya gurun pasir dapat dijelaskan melalui konsep neraca energi seperti pada persamaan berikut Rn=LE+S+A, dengan Rn radiasi netto; LE bahan latent evapotranspitasi (Iatent heat evapotranspirations), S bahan untuk memanaskan tanah; A bahan untuk memanaskan udara.
Berdasarkan persamaan tersebut terlihat, bahwa energi yang diterima permukaan bumi pertamakali digunakan untuk menguapkan air tanah (Soil Water), dan lengas tanah (Soil Moisture) (LE), baru kemudian untuk memanaskan tanah (S), lalu sisanya untuk memanaskan udara (A). Kandungan air tanah dan lengas tanah yang sangat rendah menyebabkan energi untuk menguapkannya menjadi kecil, sehingga radiasi matahari yang jatuh ke permukaan bumi dalam bentuk radiasi netto sebagian besar akan digunakan untuk memanaskan tanah dan udara, sehingga suhunya meningkat. Dalam kondisi ekstrem, alih fungsi lahan dapat menyebabkan pengurasan cadangan air tanah, penurunan produksi air DAS, meningkatkan konsumsi air tanaman melalui transpirasi, dan yang paling menakutkan adalah terjadinya banjir. (Gatot irianto, 2004)
  1. Perubahan Iklim Global
Perubahan iklim adalah perubahan dalam distribusi statistik cuaca selama periode waktu yang berkisar dari puluhan tahun untuk jutaan tahun.. Dapat menjadi rata-rata perubahan cuaca atau perubahan dalam distribusi peristiwa cuaca di sekitar rata-rata (misalnya, lebih besar atau lebih sedikit peristiwa cuaca ekstrim. Perubahan iklim mungkin terbatas ke suatu wilayah, atau mungkin terjadi di seluruh bumi. Hal ini dapat disebabkan oleh berulang, sering kali siklus pola iklim seperti El Niño dan La Niña, atau datang dalam bentuk tunggal lebih peristiwa-peristiwa seperti Dust Bowl. (Marty, 2006)
Satu pertanyaan di awal adalah emisi gas rumah kaca apa dari pertanian? (1) Pertanian hasilkan 30% emisi anthropogenic Gas-Rumah-Kaca CO2 akibat buka hutan dan alih fungsi lahan, membakar biomassa dan pembakaran lahan gambut; CH4 dari produksi padi & peternakan; N2O dari pupuk mineral, limbah hewan (studi FAO); (2) Pertanian dapat menyerap carbon dengan produksi biomassa dan melepaskan carbon jika membakar biomass,  di Indonesia suplai CO2 terbesar ialah dengan membuka lahan gambut. Selain itu ketergantungan terhadap bahan agrokimia yang tidak ramah lingkungan mulai dari proses pembuatannya yang membutuhkan bahan bakar fosil yang banyak sehingga memicu peningkatan emisi karbon hingga penggunaannya yang dapat menyebabkan degradasi lahan yang sedemikian sehingga mampu meningkatkan suhu udara.

  1. Menipisnya Lapisan Ozon
Mekanisme rinci yang lubang ozon di kutub bentuk berbeda dari yang untuk lintang pertengahan menipis, namun proses yang paling penting dalam kedua tren adalah katalitik penghancuran ozon oleh atom klorin dan bromin.( Schiermeier, 2007) Sumber utama dari halogen atom dalam stratosfer adalah Photodissociation dari chlorofluorocarbon (CFC) senyawa, yang lazim disebut freons, dan bromofluorocarbon senyawa yang dikenal sebagai halons. Senyawa ini diangkut ke stratosfer setelah dipancarkan di permukaan (Francis dkk, 2007). Kedua mekanisme penipisan ozon diperkuat sebagai emisi CFC dan halons meningkat.
Emisi gas rumah kaca dari pupuk, penggunaan pestisida, dan hewan pertanian (ternak).
But wait, there's more! Pembuatan dan penggunaan pestisida dan pupuk, bahan bakar dan minyak untuk traktor, peralatan, angkutan dan pengiriman, listrik untuk penerangan, pendingin, dan pemanas, dan emisi karbon dioksida, metan, nitrous oxide dan gas-gas rumah hijau. Metana adalah pupuk kandang yang dihasilkan oleh ternak di tanah pertanian dan limbah organik lainnya. Methane is a powerful greenhouse gas (GHG) that is approximately 23 times more powerfulMetana adalah gas rumah kaca yang sangat kuat (GHG) yang kira-kira 23 kali lebih kuatper unit at trapping heat than carbon dioxide (CO per unit pada perangkap panas daripada karbon dioksida (CO22) (Chicago Climate Exchange 2007).) (Chicago Climate Exchange 2007).Agricultural methane offset projects are designed to capture agricultural methane for
Methane bertanggung jawab untuk hampir sebanyak pemanasan global seperti semua non-gas rumah kaca CO2 bersama-sama. Methane is 21 times more powerful a greenhouse gas than CO2. Metana adalah 21 kali lebih kuat gas rumah kaca daripada CO2. While atmospheric concentrations of CO2 have risen by about 31% since pre-industrial times, methane concentrations have more than doubled. Sementara konsentrasi CO2 atmosfer telah meningkat sekitar 31% sejak pra-industri kali, konsentrasi metan lebih dari dua kali lipat. Whereas human sources of CO2 amount to just 3% of natural emissions, human sources produce one and a half times as much methane as all natural sources. Sedangkan sumber manusia jumlah CO2 hanya 3% dari emisi alam, sumber manusia menghasilkan satu setengah kali lebih banyak metana sebagai sumber alam. In fact, the effect of our methane emissions may be compounded as methane-induced warming in turn stimulates microbial decay of organic matter in wetlands—the primary natural source of methane. Bahkan, efek dari emisi metana kami dapat diperparah sebagai pemanasan diinduksi metana pada gilirannya merangsang mikroba pembusukan bahan organik di lahan basah-sumber alam utama metana.
Dengan emisi metana menyebabkan hampir setengah dari planet-manusia akibat pemanasan, metana pengurangan harus menjadi prioritas. Methane is produced by a number of sources, including coal mining and landfills—but the number one source worldwide is animal agriculture. Metana dihasilkan oleh sejumlah sumber, termasuk pertambangan batu bara dan tempat pembuangan sampah-tapi nomor satu di seluruh dunia adalah binatang sumber pertanian. Animal agriculture produces more than 100 million tons of methane a year. Hewan pertanian menghasilkan lebih dari 100 juta ton metan per tahun. And this source is on the rise: global meat consumption has increased fivefold in the past fifty years, and shows little sign of abating.
  1. Kemunduran Keanekaragaman Spesies
Beragam spesies tanaman dan hewan yang hidup di planet ini - disebut sebagai keanekaragaman hayati - sekarang sedang terancam oleh pertanian intensif. A growing human population, however, also entails growing needs, which, in turn, requires current agricultural practices to maximize the use of available land while minimizing damage to the environment and biodiversity. Populasi manusia yang tumbuh Namun, juga mensyaratkan pertumbuhan kebutuhan, yang, pada gilirannya, memerlukan praktek pertanian saat ini untuk memaksimalkan penggunaan lahan yang tersedia dan meminimalkan kerusakan lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati. (Anonim, 2004)
Pertanian dan kegiatan pembangunan lainnya telah menyebabkan penurunan keseluruhan sekitar 2% di dunia hutan dan lahan, antara 1980 dan 1990. In the developing regions, natural forest cover declined by 8% (UNEP, 1997). Di daerah berkembang, tutupan hutan alam mengalami penurunan sebesar 8% (UNEP, 1997). Agricultural practices also influence terrestrial and aquatic biodiversity within and around agricultural fields (Tilman, 1999; Tilman et al., 2002). Praktek pertanian juga mempengaruhi keanekaragaman hayati darat dan perairan di dalam dan di sekitar lahan pertanian (Tilman, 1999; Tilman et al., 2002). Fertilizers, pest control chemicals, tillage and even crop rotation have an impact on the biodiversity of agricultural ecosystems (Beringer, 2000; Ross et al., 2002). Pupuk, pengendalian hama kimia, dan bahkan tanah yg dikerjakan rotasi tanaman berdampak pada keanekaragaman hayati dari ekosistem pertanian (Beringer, 2000; Ross et al., 2002).
Tillage practices, on the other hand, can cause soil erosion, reduce soil quality, and disrupt biodiversity.Praktek-praktek pertanian modern, termasuk tanah yg dikerjakan dan intensif penggunaan insektisida konvensional, telah secara luas dikaitkan dengan penurunan keanekaragaman hayati di agro-ekosistem.
Tillage leads to frequent disturbances of the agricultural landscape, increases energy loss from agricultural fields, and increases problems of soil erosion and run-off from agricultural fields.Budidaya menyebabkan gangguan sering lanskap pertanian, kehilangan energi meningkat dari ladang pertanian, dan masalah-masalah meningkatkan erosi dan run-off dari bidang pertanian. When (Witmer et al., 2003) studied corn, soybean, and wheat cropping systems in the Mid- Atlantic region of the United States, they found that ground dwelling and foliage-dwelling beneficial arthropods were least abundant, and pests were most abundant, in the simplest, most intensively managed continuous corn system. Ketika (Witmer et al., 2003) mempelajari jagung, kedelai, dan gandum sistem tanam di wilayah Atlantik Tengah Amerika Serikat, mereka menemukan bahwa tanah tempat tinggal dan dedaunan yang tinggal menguntungkan arthropoda yang paling banyak, dan hama yang paling banyak, paling sederhana, sebagian besar dikelola secara intensif terus-menerus sistem jagung. This suggests that shifts toward conservation tillage and no-till will benefit agricultural biodiversity. Hal ini menunjukkan bahwa konservasi bergeser menuju tanah yg dikerjakan dan tidak ada-sampai akan menguntungkan keanekaragaman hayati pertanian.The intensive use of conventional insecticides generally reduces diversity through direct toxic effects.
Intensif penggunaan insektisida konvensional umumnya mengurangi keragaman melalui efek toksik langsung. Many of the widely used classes of conventional insecticides, including organophosphates and pyrethroids, have been shown to adversely affect a broad range of non-target species, including species of economic importance. Banyak kelas yang digunakan secara luas insektisida konvensional, termasuk organophosphates dan pyrethroids, telah terbukti mempengaruhi berbagai non-target spesies, termasuk spesies kepentingan ekonomi. Local extinctions are common where these insecticides are frequently used. Kepunahan lokal adalah umum di mana insektisida ini sering digunakan. Such insecticides have been shown to eliminate important predator and parasitoid species from agricultural systems. Insektisida seperti telah terbukti untuk menghilangkan predator dan parasitoid penting spesies dari sistem pertanian. (Pimentel et al., 1993) (Pimentel et al., 1993)
 Referensi
Anonim. 2004. Efek Pertanian Praktek Keanekaragaman Hayati. http://www.monsanto.co.uk/news/ukshowlib.phtml?uid=8431. Diakses tgl 05 Maret 2010
Atmojo, S Wongso. 2006. Degradasi lahan & ancaman bagi pertanian. SOLO POS, Selasa pon, 7 Nopember 2006
Beringer, J.E. 2000. Releasing genetically modified organisms: will any harm outweigh any advantage? Journal of Applied Ecology, 37, 2, pp 207-214
Chicago Climate Exchange, 2007, "Overview dan Sering Diajukan, Pertanian Methane Offsets in Chicago Climate Exchange”,Methane Offset di Chicago Climate Exchange ", http://www.chicagoclimatex.com/docs/offsets/Agricultural_Methane_Offsets_faq.pdf ,http://www.chicagoclimatex.com/docs/offsets/Agricultural_Methane_Offsets_faq.pdf, accessed January 28, 2009.diakses 05 Maret 2010
Francis D. Pope; Jaron C. Hansen; Kyle D. Bayes; Randall R. Friedl; Stanley P. Sander. 2007. "Ultraviolet Absorption Spectrum of Chlorine Peroxide, ClOOCl" . J. Phys. Phys. Chem. Chem. A 111 (20): 4322–32.
Marty, B. 2006. "Water in the Early Earth". Reviews in Mineralogy and Geochemistry 62 : 421. doi : 10.2138/rmg.2006.62.18 .
Pimentel, D., McLaughlin, L., Zepp, A., Lakitan, B., Kraus, T., Kleinman, P., Vancini, F., Roach, W.J., Graap, E., Keeton, W.S., & Selig, G. (1993)  Environmental and Economic-Effects of Reducing Pesticide Use in Agriculture (Reprinted from Biosci, Vol 41, Pg 402, 1991). Agriculture Ecosystems & Environment, 46, 1-4, pp 273-288
Ross, K.A., Fox, B.J., & Fox, M.D. 2002.  Changes to plant species richness in forest fragments: fragment age, disturbance and fire history may be as important as area. J Biogeography, 29, 5-6, pp 749-765  http://www.blackwell-synergy.com/links/doi/10.1046/j.1365-2699.2002.00722.x/abs diakses tgl 05 Maret 2010
Schiermeier Q. 2007. "Chemists poke holes in ozone theory". Nature 449 (7161): 382–3.
Tilman, D. 1999. Global environmental impacts of agricultural expansion: The need for sustainable and efficient practices. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America, 96, 11, pp 5995-6000
Tilman, D., Cassman, K.G., Matson, P.A., Naylor, R., & Polasky, S. 2002. Agricultural sustainability and intensive production practices. Nature, 418, 6898,pp 671-677. http://www.nature.com/cgi-taf/DynaPage.taf?fil e=/nature/journal/v418/n6898/full/nature01014_fs.html diakses tgl 05 Maret 2010
UNEP . 1997. Global State of the Environment Report, Executive Summary pp (Report) http://www.grida.no/geo1/exsum/ex3.htm diakses tgl 05 Maret 2010
Witmer, J.E., Hough-Goldstein, J.A., & Pesek, J.D. 2003. Ground-dwelling and foliar arthropods in four cropping systems. Environmental Entomology, 32, 2, pp 366-376

FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SERANGGA

Pendahuluan
Kurang lebih 1 juta spesies serangga telah dideskripsi (dikenal dalam ilmu pengetahuan), dan hal ini merupakan  petunjuk bahwa serangga merupakan mahluk hidup yang mendominasi bumi. Diperkirakan, masih ada sekitar 10 juta spesies serangga yang belum dideskripsi. Peranan serangga sangat besar dalam menguraikan bahan-bahan tanaman dan binatang dalam rantai makanan ekosistem dan sebagai bahan makanan mahluk hidup lain. Serangga memiliki kemampuan luar biasa dalam beradaptasi dengan keadaan lingkungan yang ekstrem, seperti di padang pasir dan  Antarktika.
Walaupun ukuran badan serangga relatif kecil dibandingkan dengan vertebrata, kuantitasnya yang demikian besar menyebabkan serangga sangat berperan dalam biodiversity (keanekaragaman bentuk hidup) dan dalam siklus energi dalam suatu habitat. Ukuran tubuh serangga bervariasi dari mikroskopis (seperti Thysanoptera, berbagai macam kutu dll.) sampai yang besar seperti walang kayu, kupu-kupu gajah dsb. Dalam suatu habitat di hutan hujan tropika diperkirakan, dengan hanya memperhitungkan serangga sosial (jenis-jenis semut, lebah dan rayap), peranannya dalam siklus energi adalah 4 kali peranan jenis-jenis vertebrata.
Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Serangga
Satu-satunya ekosistem di mana serangga tidak lazim ditemukan adalah di samudera. Serangga juga memiliki keanekaragaman luar biasa dalam ukuran, bentuk dan perilaku. Kesuksesan eksistensi kehidupan serangga di bumi ini diduga berkaitan erat dengan rangka luar (eksoskeleton) yang dimilikinya, yaitu kulitnya yang juga merangkap sebagai rangka penunjang tubuhnya, dan ukurannya yang relatif kecil serta kemampuan terbang sebagian besar jenis serangga. 
Beberapa jenis serangga juga berguna bagi kehidupan manusia seperti lebah madu, ulat sutera, kutu lak, serangga penyerbuk, musuh alami hama atau serangga perusak tanaman, pemakan detritus dan sampah, dan bahkan sebagai makanan bagi mahluk lain, termasuk manusia. Tetapi sehari-hari kita mengenal serangga dari aspek merugikan kehidupan manusia karena banyak di antaranya menjadi hama perusak dan pemakan tanaman pertanian dan menjadi pembawa (vektor) bagi berbagai penyakit seperti malaria dan demam berdarah. Walaupun demikian sebenarnya serangga perusak hanya kurang dari 1 persen dari semua jenis serangga. Dengan mengenal serangga terutama biologi dan perilakunya maka diharapkan akan efisien manusia mengendalikan kehidupan serangga yang merugikan ini.
Faktor lingkungan atau faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan serangga antara lain :
1.      Faktor abiotik (fisik) antara lain : suhu, cahaya, kelembapan, curah hujan..
Suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi kehidupan serangga, baik terhadap perkembangan maupun aktivitasnya. Pengaruh suhu terhadap serangga terbagi menjadi beberapa kisaran. Pertama, suhu maksimum dan minimum yaitu kisaran suhu terendahatau tertinggi yang dapat menyebabkan kematian pada serangga; kedua adalah suhu estivasi atau hibernasi yaitu kisaran suhu diatas atau dibawah suhu optimum yang dapat mengakibatkan serangga mengurangi aktivitasnya atau dorman; dan ketiga adalah
kisaran suhu optimum. Pada sebagian besar serangga kisaran suhu optimumnya adalah15-380 C.
Cahaya mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan, perkembangannya dan tahan kehidupannya serangga baik secara langsung maupun tidak langsung. Cahaya mempengaruhi aktifitas serangga, cahaya membantu untuk mendapatkan makanan, tempat yang lebih sesuai. Setiap jenis serangga membutuhkan intensitas cahaya yang berbeda untuk aktifitasnya. Serangga diurnal yaitu serangga yang membutuhkan intensitas cahaya tinggi aktif pada siang hari. Serangga krepskular adalah serangga yang membutuhkan intensitas cahaya sedang aktif pada senja hari. Serangga nokturnal adalah serangga yang membutuhkan intensitas cahaya rendah aktif pada malam hari.
Serangga seperti juga hewan yang lain harus memperhatikan kandungan air dalam tubuhnya, akan mati bila kandungan airnya turun melewati batas toleransinya. Berkurangnya kandungan air tersebut berakibat kerdilnya pertumbuhan dan rendahnya laju metabolisme. Kandungan air dalam tubuh serangga bervariasi dengan jenis serangga, pada umumnya berkisar antara 50-90% dari berat tubuhnya. Pada serangga berkulit tubuh tebal kandungan airnya lebih rendah. Agar dapat mempertahankan hidupnya serangga harus selalu berusaha agar terdapat keseimbangan air yang tepat. Beberapa serangga harus dilingkungan udara yang jenuh dengan uap air sedang yang lainnya mampu menyesuaikan diri pada keadaan kering bahkan mampu menahan lapar untuk beberapa hari. Kelembaban juga mempengaruhi sifat-sifat, kemampuan bertelur dan pertumbuhan serangga.
Curah hujan merupakan pemicu perkembangan eksternal dan berguna untuk merangsang keluarnya kasta reproduksi dari sarang. Serangga tidak keluar jika curah hujan rendah. Curah hujan yang terlalu tinggi juga dapat menurunkan aktivitas serangga. Curah hujan umumnya memberikan pengaruh fisik secara langsung pada kehidupan koloni serangga.
2. Faktor biotik
Faktor biotik adalah semua faktor yang pada dasarnya bersifat hidup dan berperan dalam keseimbangan populasi OPT. Termasuk dalam faktor biotik adalah parasit, predator, kompetisi dan resistensi tanaman. Faktor makanan adalah unsur utama yang menentukan perkembangan OPT. Tersedianya inang (tanaman dan hewan) yang menjadi sumber makanan merupakan factor pembatas dalam menentukan taraf kejenuhan populasi (carryng Capacity) lingkungan atas OPT..Untuk faktor kompetitor, Apabila terdapat jenis lain atau individu lain yang kebutuhannya sama di suatu tempat yang sama maka terjadi kompetisi, Kompetisi intraspesifik menyebabkan pemencaran dan perkelahian, Kompetisi interspesifik (Jenis hama berbeda tetapi makanan sama). Di dalam hal ini yang paling sering predator kalah saing. Selain itu musuh alami kadang juga merupakan faktor yang bisa mengendalikan populasi hama.



PEMBUNGAAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

Pembungaan (flowering)

Proses pembungaan mengandung sejumlah tahap penting, yang semuanya harus berhasil dilangsungkan untuk memperoleh hasil akhir yaitu biji. Masing-masing tahap tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal yang berbeda.

1.    Induksi bunga (evokasi)
§  Adalah tahap pertama dari proses pembungaan, yaitu suatu tahap ketika meristem vegetatif diprogram untuk mulai berubah menjadi meristem reproduktif.
§  Terjadi di dalam sel.
§  Dapat dideteksi secara kimiawi dari peningkatan sintesis asam nukleat dan protein, yang dibutuhkan dalam pembelahan dan diferensiasi sel.
2.    Inisiasi bunga
§  Adalah tahap ketika perubahan morfologis menjadi bentuk kuncup reproduktif mulai dapat terdeteksi secara makroskopis untuk pertama kalinya.
§  Transisi dari tunas vegetatif menjadi kuncup reproduktif ini dapat dideteksi dari perubahan bentuk maupun ukuran kuncup, serta proses-proses selanjutnya yang mulai membentuk organ-organ reproduktif.
3. Perkembangan kuncup bunga menuju anthesis (bunga mekar)
§  Ditandai dengan terjadinya diferensiasi bagian-bagian bunga.
§  Pada tahap ini terjadi proses megasporogenesis dan mikrosporogenesis untuk penyempurnaan dan pematangan organ-organ reproduksi jantan dan betina.
4. Anthesis
§  Merupakan tahap ketika terjadi pemekaran bunga.
§  Biasanya anthesis terjadi bersamaan dengan masaknya organ reproduksi jantan dan betina, walaupun dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Ada kalanya organ reproduksi, baik jantan maupun betina, masak sebelum terjadi anthesis, atau bahkan jauh setelah terjadinya anthesis.
§  Bunga-bunga bertipe dichogamy mencapai kemasakan organ reproduktif jantan dan betinanya dalam waktu yang tidak bersamaan.
5. Penyerbukan dan pembuahan
Tahap ini memberikan hasil terbentuknya buah muda. Detil dari proses penyerbukan dan pembuahan akan dijelaskan pada bab tersendiri.
6. Perkembangan buah muda menuju kemasakan buah dan biji
Tahap ini diawali dengan pembesaran bakal buah (ovarium), yang diikuti oleh perkembangan cadangan makanan (endosperm), dan selanjutnya terjadi perkembangan embryo.
Pembesaran buah merupakan efek dari pembelahan dan pembesaran sel, yang meliputi tiga tahap:
§ Tahap pertama :
Terjadi peningkatan penebalan pada pericarp oleh adanya pembelahan sel.
§ Tahap kedua :
Terjadi pembentukan dan pembesaran vesikel berair (juice vesicle); biasanya terjadi pada buah-buah fleshy
§ Tahap ketiga :
Tahap pematangan, biasanya terjadi pengkerutan jaringan dan pengerasan endocarp pada buah-buah dry
Selama tahap-tahap ini terjadi pula akumulasi air dan gula, hingga pada tahap ketiga buah telah mengandung 80-90% air dan 2-10-20% gula.

Faktor yang berpengaruh pada fase reproduktif
Pembungaan pada tanaman berkayu adalah proses sangat kompleks yang meliputi banyak tahapan perkembangan. Karena sifatnya yang perenial (berumur panjang/menahun), pohon harus berinteraksi dengan kondisi lingkungan setiap waktu sepanjang tahun, dan pembungaan biasanya dihubungkan dengan perubahan iklim.
Proses pembungaan pada dasarnya merupakan interaksi dari pengaruh dua faktor besar, yaitu faktor eksternal (lingkungan) dan internal.

1.        Faktor eksternal (lingkungan)
  • Suhu
  • Cahaya
  • PROSES PEMBUNGAAN
    Kelembaban
  • Unsur hara

2.        Faktor internal
  • Fitohormon
  • Genetik

1. Faktor eksternal

Suhu
·      Pada spesies temperate dingin, suhu yang relatif tinggi pada musim panas dan awal musim gugur tampaknya dapat merangsang inisiasi bunga. Fungsi suhu di sini adalah mematahkan dormansi kuncup.
·      Pada spesies temperate hangat, subtropis dan tropis, pengurangan relatif pada suhu justru lebih. Pada apokat suhu optimal untuk perkembangan bunga adalah 25oC. Jika tanaman ditempatkan pada suhu 33oC sepanjang siang hari, selanjutnya akan terjadi penghambatan perkembangan bunga pada tahap diferensiasi tepung sari. Pada Acacia pycnantha suhu di atas 19oC menghambat baik mikrosporogenesis maupun makrosporogenesis. Pada jeruk, suhu di atas 30oC dilaporkan telah merusak perkembangan kuncup bunga.
·      Suhu rendah menstimulir terjadinya perubahan pola pembelahan meristem, dari apikal menjadi lateral. Penempatan tanaman pada suhu rendah adalah penting untuk induksi dan inisiasi bunga dengan kebutuhan sekitar 300 jam pada 1,2oC .
·      Suhu tinggi hingga batas ambang tertentu dibutuhkan oleh meristem lateral (primordia bunga) untuk mulai membentuk kuncup-kuncup bunga dan melangsungkan proses pembungaan.
·      Selisih antara suhu max di siang hari dengan suhu min di malam hari akan mempengaruhi proses terbentuknya bunga: selisih yang besar akan mempercepat terjadinya pembungaan. Namun fluktuasi suhu yang terlalu besar dapat mengacaukan meiosis pada kuncup yang sedang berkembang pada tanaman larch, yang berakibat pada penurunan fertilitas biji.
·      Suhu tinggi akan meningkatkan aktivitas metabolik dalam tubuh tanaman: fotosintesis, asimilasi, dan akumulasi makanan untuk mensuplai energi pembungaan.

Curah hujan/kelembaban
·      Stres air dapat memacu inisiasi bunga, terutama pada tanaman pohon tropis dan subtropis seperti leci dan jeruk. Pembungaan melimpah pada tanaman kayu tropis genus Shorea juga telah dihubungkan dengan terjadinya kekeringan pada periode sebelumnya. Namun, hasil yang berlawanan telah teramati pada spesies iklim-sedang seperti pinus, apel dan zaitun.
·      Kebanyakan pembungaan di daerah tropis terjadi saat transisi dari musim hujan menuju kemarau
·      Pada musim hujan tanaman melakukan aktivitas maksimal untuk menyerap hara dan air, agar dapat mengakumulasikan cadangan makanan dan menyimpan energi sebanyak-banyaknya  → pertumbuhan vegetatif lebih dominan
·      Transisi menuju kemarau berhubungan dengan meningkatnya intensitas cahaya, lama penyinaran dan suhu udara  → meningkatnya aktivitas metabolik pada tanaman
·      Pembungaan di daerah tropis merupakan respon terhadap turunnya status air dalam tanah
·      Air dan nitrogen melimpah  → titik tumbuh apikal aktif → pertumbuhan vegetatif dominan
·      Kandungan air menurun → suhu dalam tanah meningkat → aktivitas meristem apikal menurun → terjadi mobilisasi energi dan cadangan makanan untuk membentuk meristem lateral

Cahaya
Cahaya mempengaruhi pembungaan melalui dua cara, yaitu intensitas cahaya dan fotoperiodisitas (panjang hari).
1. Intensitas Cahaya
  • Berhubungan dengan tingkat fotosintesis: sumber energi bagi proses pembungaan
  • Intensitas cahaya mempunyai pengaruh yang lebih besar dan efeknya lebih konsisten dari pada panjang hari. Pengurangan intensitas cahaya akan mengurangi inisiasi bunga pada banyak spesies pohon.
  • Peningkatan cahaya harian rata-rata telah dihubungkan dengan pembungaan yang melimpah pada dipterokarpa di Malaysia, dan menejemen kanopi pada pohon apel untuk memaksimalkan penetrasi cahaya dapat memberikan efek yang serupa. Kuncup bunga lebih banyak terbentuk pada ujung cabang/ranting yang mendapatkan cahaya matahari penuh.
  • Pada spesies monoesi dan dioesi, yang hanya mempunyai bunga-bunga berkelamin-satu (single-sex), intensitas cahaya dapat memberikan efek yang berbeda pada inisiasi bunga betina dan jantan. Intensitas cahaya yang tinggi merangsang inisiasi bunga betina pada walnut dan pinus, sedangkan intensitas cahaya yang rendah, yang biasanya disebabkan oleh naungan kanopi, lebih merangsang terbentuknya bunga jantan.
2. Fotoperiodisitas (panjang hari)
  • Merupakan perbandingan antara lamanya waktu siang dan malam hari
  • Di daerah tropis panjang siang dan malam hampir sama. Makin jauh dari equator (garis lintang besar), perbedaan antara panjang siang dan malam hari juga makin besar
  • Misalnya pada garis 60o LU:
Musim panas: siang hari hampir 19 jam, malam hari 5 jam
Musim dingin: siang hari hanya 6 jam, malam hari 18 jam
  • Sehubungan dengan fotoperiodisitas tersebut, pada daerah-daerah 4 musim, tanaman dapat dibedakan menjadi:
·      Tanaman berhari pendek
·      Tanaman berhari panjang
·      Tanaman yang butuh hari pendek untuk mengawali pembungaannya, namun selanjutnya butuh hari panjang untuk melanjutkan proses pembungaan itu
·      Tanaman yang dapat berbunga setiap waktu
  • Pada Picea glauca, pematahan sinar infra merah pada malam hari akan menghambat pembentukan kon betina, yang mengindikasikan bahwa pembungaan merupakan pengaruh dari hari-pendek (short-day), dan pengaruh serupa telah teramati pada sejumlah spesies Pinus.
  • Aplikasi hari-pendek dengan penyinaran selama 8 jam akan meningkatkan inisiasi bunga pada Rhododendron. Pengaruh hari-pendek direncanakan untuk diaplikasikan pada spesies pohon temperate, mengingat bahwa inisiasi bunga secara normal terjadi pada musim gugur seiring dengan berkurangnya panjang hari.
  • Namun demikian, pembentukan kuncup bunga pada apel lebih berhasil dilakukan pada 14 jam penyinaran dibandingkan dengan 8 jam, yang mengindikasikan bahwa pada tanaman ini panjang hari di musim panas memberikan hasil yang berbeda nyata. Pada Hibiscus syriacus subtropis, pembungaan tampaknya juga merupakan pengaruh hari-panjang (long-day)

Unsur hara
·      Keberadaan unsur hara dalam tanah berhubungan dengan ketersediaan suplai energi dan bahan pembangun bagi proses pembentukan dan perkembangan bunga.
1. Carbon/protein ratio
  • Kuncup bunga terbentuk setelah tanaman mencapai keseimbangan carbon/protein
  • Hal ini berhubungan dengan kemampuan tanaman untuk melakukan asimilasi, akumulasi makanan, dan alokasi/distribusi hasil asimilasi
  • Panjang tunas merupakan faktor penting pada inisiasi bunga pecan. Tunas yang lebih panjang mampu memproduksi lebih banyak bunga secara konsisten dan membentuk lebih banyak polong, dibanding tunas yang lebih pendek yang telah berbunga dan berbuah pada tahun sebelumnya. Efek ini mungkin berhubungan dengan peningkatan cadangan makanan pada tunas yang lebih panjang.
2. carbon/nitrogen ratio
  • Carbon sebagian besar diperoleh dari mobilisasi cadangan makanan dan hasil fotosintesis
  • Konsentrasi carbon yang tinggi menentukan ketersediaan energi dan akumulasi makanan untuk pembentukan bunga
  • Nitrogen →     Dampak positif: ekspansi percabangan,
Dampak negatif: memacu pertumbuhan vegetatif
·      Secara umum, aplikasi pupuk terutama nitrogen meningkatkan pembungaan pada sebagian besar tanaman pohon
2. Faktor Internal
Fitohormon
·         Auxin
  • Merupakan respon terhadap cahaya
  • Disintesis di jaringan meristematik apikal (ujung)
  • Menstimulir terjadinya pembelahan pada meristem apikal    mempengaruhi proses perpanjangan ujung tanaman
·         Ethylene
  • Disintesis oleh daun
  • Diransfer ke tunas lateral → memulai proses induksi bunga
·         Cytokinin
  • Disintesis pada jaringan endosperm, ujung akar, dan xylem
  • Ditransfer ke daun melalui jaringan xylem
  • Berfungsi untuk meningkatkan energi metabolisme → ditransfer untuk membentuk kuncup-kuncup bunga
  • Mengendalikan proses translokasi → menjamin ketersediaan energi untuk pembungaan
  • Mematahkan dominansi apikal.
  • Berperan dalam memacu inisiasi bunga dan dijumpai pada level lebih tinggi pada akar Douglas-fir yang sedang berbunga, dibanding pohon yang tidak berbunga
·         Gibberellin
  • Disintesis pada primordia akar dan batang
  • Ditranslokasikan pada xylem dan floem
  • Menstimulir proses perpanjangan internodia dan buku-buku pada batang
  • Asam giberelik mempunyai efek penghambatan yang sangat kuat terhadap pembungaan berbagai pohon angisperma termasuk tanaman-tanaman buah temperate, rhododendron, jeruk dan Pada Citrus sinensis, GA3 dapat menyebabkan kuncup-kuncup dorman yang sesungguhnya potensial berbunga kembali sepenuhnya ke tingkat vegetatif, sampai tiba waktunya pembentukan kelopak bunga.
  • Penelitian terbaru telah memunculkan dugaan bahwa tipe giberelin mungkin merupakan faktor penting dalam respon fisiologis pada tanaman. Dengan demikian aspek pengaruh giberelin pada pembungaan tanaman berkayu menahun atau perenial membutuhkan pengamatan lebih lanjut, mengingat minimnya metode deteksi dan produksi giberelin saat ini.

Referensi

Allaby, Michael (ed.) The Concise Oxford Dictionary of Botany (Oxford University Press, 1992)
Anonim a.2004, Biologi Reproduksi Tanaman Buah-Buahan Komersial, Bayu Media, Malang, Jawa Timur.
Anonim b, 2006, Meningkatkan Keunggulan Bebuahan Tropis Indonesia, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Ashari,S.1998, Pengantar Biologi Reproduksi Tanaman, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta
Elisa, 2004, Pembungaan dan Produksi Buah I, www.elisa ugm.ac.id (diakses tanggal 9 Maret 2010, pukul 14.30 WIB).
Henny, R. J. 1983. Flowering of Ag!aonema commutatum ‘Treubii’ following treatment with gibberellic acids. Hort. Sci. 18: 374.
Percival M. 1969. Floral Biology. New York. Pergamon Press
Shalit, A., A. Rozman, A. Goldshmidt, J.P. Alvarez, J.L. Bowman, Y. Eshed & E. Lifschitz (2009). The flowering hormone florigen functions as a general systemic regulator of growth and termination. PNAS, 106, 8392-8397.
Szweykowska. A. M. 1987. Hormonal control of protein synthesis in plants. In Hormonal Regulation of Plant Growth and Development (S. S. Purohit ed). Martinus Nijhoff, Publ. Kiuwer Aca. Boston. 9 – 25p.
Thomas B. 1993. Internal and External Control of Flowering. In: Jordan BR (Ed) Molecular Biology of Flowering. Sussex. CAB International.