Senin, 06 April 2009
Bercocok Tanam Padi Secara Gogorancah pada Sawah Tadah Hujan
Kabupaten Jeneponto merupakan salah satu daerah yang memiliki pola curah hujan rendah, pendek dan eratik. Sekitar 15.292 ha lahan sawah yang hanya ditanami sekali dalam setahun atau sekitar 83% dari luas lahan sawah di daerah tersebut. Wilayah irigasi yang ketersediaan air irigasinya hanya tergantung dari curah hujan saja dan tidak mampu mendapatkan air irigasi pada awal musim hujan termasuk pula dalam kategori/kelompok tersebut. Pada wilayah seperti ini, berdasarkan pengalaman petani, tanaman padi lebih banyak mengalami gagal panen dari pada yang berhasil. Mengacu dari data rata-rata pola curah hujan yang terjadi di Kabupaten Jeneponto, terlihat bahwa hanya terdapat tiga bulan yang curah hujannya lebih dari 200 mm (jumlah curah hujan/bulan dimana sawah dapat menggenang), yaitu bulan Desember, Januari, dan Pebruari. Padahal awal turunnya hujan umumnya terjadi pada bulan Nopember, kadang-kadang dimulai pada bulan Oktober, dengan masa turun hujan sekitar 5 – 6 bulan setahun. Petani pada umumnya menunggu sampai sawah tergenang untuk memulai mengolah tanah, artinya mereka sudah kehilangan waktu musim hujan selama sekitar 1,5 – 2 bulan, sehingga mereka baru bisa menanam sekitar pertengahan/akhir Januari, kadang-kadang Pebruari. Hal ini menyebabkan waktu tanam sangat terlambat. Dampaknya adalah tanaman sangat beresiko mengalami kekeringan pada saat pembungaan, yaitu pada saat tanaman padi justeru sangat membutuhkan air, namun air telah habis (kering). Kondisi tersebut menyebabkan sebagian besar petani gagal panen, atau bisa panen tetapi produktivitasnya sangat rendah karena pada saat pembungaan, padi sangat membutuhkan air yang cukup, namun pada saat itu iklim sudah mulai kering. Alternatif yang tepat untuk menanggulangi kegagalan panen akibat pendeknya waktu musim hujan, adalah dengan menanam padi secara gogorancah. Hasil pengkajian MH.2004/05 menunjukkan bahwa selama pengkajian berlangsung, curah hujan sangat pendek dan rendah, sehingga pertanaman padi bertahan dalam kondisi gogo. Walupun demikian tanman padi yang ditanam secara gora masih memberikan hasil sebesar 2880 kg/ha dengan nilai keuntungan sebesar Rp. 1.109.860 (R/C rasio 1,32 dengan biaya tiap kg gabah sebesar Rp.1.215). Sedangkan padi yang ditanam secara tanam pindah hanya memberikan hasil sebesar 400 kg/ha dan petani mengalami kerugian sebesar Rp. 1.145.000 dengan R/C rasio sebesar 0,36 dengan biaya Rp.4.463 tiap kg gabah. Sedangkan pada MH.2005/06 , curah hujan relatif lebih tinggi sehingga hasil yang dicapai padi yang ditanam secara gora mencapai 6839 kg/ha, sedangkan yang ditanam secara tanam pindah sebesar 6747 kg/ha. Resiko kegagalan panen akibat kekeringan pada akhir musim hujan pada cara tanam pindah dapat dikurangi karena adanya sumber air sungai yang dapat dipompa. Waktu tanam dan waktu panen pada cara tanam gogorancah dapat dilakukan lebih awal, sehingga peluang menanam palawija setelah panen padi lebih besar.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar