Jumat, 11 Maret 2011

Dampak tanaman Transgenik Bt terhadap Populasi Serangga Pengendali Hayati

Disusun Oleh :
Ilham Kurniansyah Maulana Ibrahim

Pendahuluan

Perakitan tanaman transgenik yang dapat mengekspresikan gen penyandi protein yang bersifat insektisidal memberikan beberapa keuntungan dalam usaha peningkatan produksi pertanian. Walaupun demikian, seperti halnya dengan pestisida, tanaman hasil perakitan dengan teknologi baru ini secara teori berpotensi mengubah ekosistem tanaman-serangga hama dan serangga pengendali hayati. Di lapang, tanaman tidak hanya mendukung populasi serangga hama, tetapi juga memberikan ruang bagi populasi serangga yang makan serangga hama tanaman tersebut. Interaksi antara tanaman, serangga hama, dan musuh alami berperan dalam mengontrol populasi hama itu sendiri yang dalam istilah ekologi dikenal dengan sistem tritropik. Dalam sistem ini, tanaman merupakan tingkat (level) pertama dari tropik, serangga hama merupakan tingkat kedua, dan musuh alami merupakan tingkat ketiga Pentingnya tanaman bagi perkembangan populasi predator dan parasit dan potensinya untuk mengatur keberhasilan pengendalian hayati telah lama diketahui.(Anonim a, 2000)
Karena kekhawatiran bahwa tanaman transgenik akan merusak kestabilan populasi serangga pengendali hayati, maka produk rekayasa genetik perlu dikaji keamanannya terhadap lingkungan sebelum dilepas di alam. Di beberapa negara telah ditetapkan persyaratan untuk pengkajian pengaruh tanaman transgenik baik terha-dap hama sasaran maupun serangga pengendali haya-ti yang hidup dan berkembang dari serangga hama sasaran. Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk memaparka hasil-hasil penelitian tentang dampak tanaman transgenik, khususnya tanaman yang mengandung gen cry dari Bacillus thuringiensis (Bt), terhadap beber-apa serangga pengendali hayati.(Anonim a, 2000)
TANAMAN TRANSGENIK BT
Seperti pada tanaman transgenik lainnya, maka perkembangan luas areal tanaman transgenik Bt juga mengalami peningkatan, misalnya luas areal tanaman kapas Bt di USA pada 1996 mencapai 0,73 juta ha. Jika dijumlahkan, maka luas pertanaman kapas Bt mulai tahun 1996 sampai 2003 mencapai 23,3 juta ha. Tanaman transgenik Bt ditanam di beberapa Negara seperti di USA, Kanada, Argentina, Brasil, India, China, Filipina, dan beberapa negara lain termasuk Indonesia. Tanaman transgenik Bt merupakan tanaman transgenik pertama yang dilepas di alam untuk komersial dan menempati urutan pertama dalam daftar tanaman transgenik tahan hama. Tanaman transgenic Bt merupakan hasil rekayasa genetik dengan mengintroduksi gen cry1A yang diisolasi dari bakteri gram positif B. thuringiensis. Bakteri B. thuringiensis adalah bakteri yang pada proses sporulasinya mengha-silkan kristal protein yang bersifat toksik dan dapat membunuh serangga (insektisidal). Kristal protein Bt yang bersifat insektisidal sering disebut dengan δ-endotoksin. Kristal ini di alam merupakan protoksin yang jika larut dalam usus serangga karena proses proteolisis akan diubah men-jadi polipeptida yang lebih pendek (27-149 kilo Dalton) serta mempunyai sifat insektisidal. Toksin aktif ini ber-interaksi dengan sel-sel epitel dari usus (midgut) se-rangga. Toksin Bt mengakibatkan terbentuknya pori-pori pada membran sel saluran pencernaan, sehingga mengganggu keseimbangan osmotik sel tersebut. Sel yang terganggu tekanan osmosisnya menjadi bengkak dan pecah, sehingga serangga mati.(Anonim f, 2002)
Pengetahuan tentang mekanisme kerja endotoksin Bt penting untuk menentukan proses utama yang bertanggung jawab terhadap kespesifikan dari suatu kristal protein. Faktor utama yang menentukan kisaran inang dari kristal protein adalah perbedaan pH di midgut larva yang mempengaruhi proses kelarutan (solubilization) dan pengubahan kristal yang tidak aktif menjadi aktif, serta keberadaan lokasi penempelan (binding-site) yang spesifik dari protoksin di dalam perut (gut) serangga. Bakteri B. thuringiensis mempunyai beberapa subspesies, yaitu subsp. kurstaki, aizawai, sotto, entomocidus, berliner, san diego, tenebroid, morrisoni, dan israelensis. Setiap subspesies Bt memiliki beberapa strain, seperti strain HD-1 dan HD-5. Suatu strain Bt pada umumnya memproduksi lebih dari satu jenis kristal protein. Gen yang menyandi pembentukan kristal protein Bt telah diisolasi dan dikarakterisasi. Gen ini disebut gen cry yang merupakan singkatan dari kata crystal. Kristal endotoksin Bt dikelompokkan menjadi lima kelas utama berdasarkan homologi sekuen asam amino pada terminal N, bobot molekul, dan aktivitas insektisidalnya. Kelima kelas tersebut adalah (1) cry1 yang menyerang serangga lepidoptera, (2) cryII yang dapat menyerang lepidoptera dan diptera, (3) cryIII yang dapat menyerang koleoptera, (4) cryIV yang da-pat menyerang diptera, (5) cryV yang dapat menye-rang lepidoptera dan koleoptera.(Anonim f, 2002)
SERANGGA PENGENDALI HAYATI
Penggunaan serangga pengendali hayati untuk mengendalikan serangga hama tanaman merupakan kegiatan yang sudah lama diketahui dalam system per-tanian. Suatu contoh klasik adalah penggunaan semut untuk mengendalikan hama pada tanaman jeruk di China. Contoh lain adalah pengendalian hayati kutu jeruk cottony cushion di California pada tahun 1880-an dengan menggunakan parasitoid dan predator. Bebe-rapa contoh pengendalian hayati yang dilakukan di Indonesia adalah pengendalian hama kutu loncat pa-da tahun 1980-an dengan menggunakan serangga pre-dator Curinus curilius atau Lady Bird Beetle yang di-impor dari Hawaii dan pengendalian hama kedelai dengan parasitoid Tricho- ramma spp..(Anonim d, 1999)
Pada umumnya, serangga pengendali hayati berfungsi sebagai predator dan parasitoid (Anonim b, 1998). Predator dalam hal ini adalah serangga yang memang-sa atau makan serangga lain (prey). Predator dapat memangsa larva dan imago serangga dan biasanya memangsa beberapa mangsa dalam satu siklus hidup-nya. Parasitoid adalah serangga yang hidup pada se-rangga lain yang lebih besar sebagai inangnya. Para-sitoid berkembang dan mencapai fase imago pada se-ekor serangga inang, memarasit serangga inang pada saat parasitoid berada dalam periode pre-imago. Setelah menjadi imago, parasitoid hidup bebas di luar inangnya. Biasanya dalam suatu serangga inang dapat hidup lebih dari satu parasitoid. Parasitoid memiliki inang yang lebih spesifik daripada predator.(Anonim d, 1999)
Pengendalian hama dengan menggunakan serangga pengendali hayati (predator dan parasitoid) tidak mencemari lingkungan, tetapi cara ini tidak kompatibel dengan cara pengendalian lain, khususnya pestisida. Beberapa kasus keberhasilan pengendalian hayati telah dilaporkan, misalnya:
1.      Pengendalian cottony cushion scale (Icerya purchasi) di California pada tahun 1868 dengan mengintroduksi Lady bird beetle (Rodolia cardinalis) dari Australia.
2.      Pengendalian coconut moth (Levuana iridescens) pada perkebunan kelapa di Fiji dengan lalat parasit Bessa remota pada tahun 1925 yang diimpor dari Malaysia .
3.      Pengen-dalian walnut aphid (Chromaphis juglandicola) di California dengan Trioxy pallidus yang diimpor dari Perancis pada tahun 1981, dan
4.      Pe-ngendalian hama penggerek batang jagung (European stemborer, Ostrinia nubilalis) dengan Trichogramma ostriniae di negara bagian New York, Amerika Serikat.
Kemajuan penggunaan serangga pengendali hayati cukup menggembirakan di luar negeri, berdasarkan jumlah perusahaan yang mengkomersialkan predator dan parasitoid untuk pengendalian serangga hama tanaman. Pada tahun 1989, 25 perusahaan di Kanada dan Amerika Serikat telah memproduksi dan menjual parasitoid dan preda-tor yang meliputi parasitoid kutu (fly, Diptera), dan lebah (wasps, Hymenoptera), serta predator lacewing (Neuroptera), dan Lady bird (Coleoptera). Pada tahun 2000, lebih dari 130 spesies predator dan parasitoid telah diproduksi untuk tujuan komersial di berbagai negara di dunia.(Anonim e, 2001)
PENGARUH TANAMAN TRANSGENIK TAHAN HAMA
TERHADAP SERANGGA PENGENDALIAN HAYATI
Anggapan bahwa tanaman transgenik mempunyai potensi mempengaruhi keseimbangan alam, sedangkan tanaman hasil pemulian konvensional tidak berdampak negatif tidak selalu benar. Secara keseluruhan, tanaman transgenik seperti halnya dengan tanaman konvensional mempunyai potensi mempengaruhi populasi musuh alami. Namun demikian, pengaruh ini tidak dapat diambil secara umum (digeneralisasikan). Pengaruh ini sangat spesifik, tergantung jenis gen tahan yang diintroduksikan keanaman transgenik, jenis hama, dan jenis predator atau parasit-nya. Pengaruh negatif dari varietas tahan terhadap larva parasitoid juga ditemukan pada parasitoid yang memangsa hama yang hidup pada tanaman tahan hasil pemuliaan konvensional. Misalnya α-tomatine dan nicotine menunjukkan pengaruh negatif terhadap daya bertahan hidup parasitoid pada hamanya.(Anonim d, 1999)
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tanaman hasil rekayasa genetika ini juga mempunyai potensi mempengaruhi keberadaan dan fungsi musuh alami. Pengaruhnya dapat bersifat positif, negatif, atau netral, tergantung jenis toksin yang diekspresi-kan oleh gen yang terdapat pada tanaman transgenik tersebut, jenis hama, dan jenis predator serta parasit pada habitat tanaman tahan tersebut. Pada saat ini, beberapa gen tahan telah digunakan untuk merakit tanaman tahan hama dengan teknik rekayasa genetik, antara lain gen cry dari B. thuringiensis. Selain gen cry, gen-gen lain juga telah digunakan untuk merakit ta-naman transgenik tahan hama. Gen-gen ini umumnya diisolasi dari tanaman, misalnya gen α-amilase in-hibitor, gen lectin, dan gen proteinase inhibitor. Setiap gen mempunyai sasaran hama yang berbeda. Promoter yang digunakan dalam proses perakitan juga bermacam-macam, antara lain cauliflo-wer mosaic virus 35S yang dapat terekspresi di seluruh jaringan tanaman, rice sucrose synthase yang tereks-presi di jaringan phloem saja, maize ubiquitin yang terekspresi di seluruh jaringan tanaman, dan maize pollen specific promoter yang hanya terekspresi di jaringan benangsari. Di jaringan mana saja gen ini terekspresi tentu mempengaruhi jenis hama yang menyerangnya. Misalnya, tanaman transgenik yang dirakit dengan menggunakan promoter rice sucrose synthase hanya efektif terhadap hama sasaran yang menyerang phloem, seperti wereng coklat. Jika tanaman transgenik dirakit dengan menggunakan promoter yang dapat diekspresikan di seluruh jaringan tanaman, maka diharapkan tanaman ini efektif untuk mengendalikan hama yang menyerang daun, batang, dan akar. Demikian juga pada tanaman yang dirakit dengan promoter yang terekspresi di benangsari, maka hanya efektif untuk hama yang menyerang benangsari. Setiap hama mempunyai komplek musuh alami yang berbeda, misalnya musuh alami wereng coklat berbeda dengan musuh alami penggerek batang padi. Insersi gen yang diintroduksikan berpengaruh terhadap tanaman yang dimodifikasi. Tanaman transgenic ini diharapkan mengekspresikan gen yang diintroduksi dan menunjukkan sifat proteksi terhadap serangga ha-ma sasaran. Namun demikian, kadangkadang tanam-an transgenik memperlihatkan pengaruh yang tidak di-harapkan atau terabaikan, misalnya mengalami peru-bahan sifat fisik. Sebagai contoh tanaman transgenik menghasilkan senyawa volatil yang berbeda susunan molekulnya dengan yang dihasilkan tanaman non-transgenik dari spesies yang sama, walaupun hal ini sangat jarang terjadi. (anonim f, 2002)
Perubahan senyawa volatil ini ju-ga mempunyai potensi untuk mengubah tingkah laku musuh alami, terutama kemampuan musuh alami da-pat mengenal dan menemukan mangsa atau inang-nya. Di samping itu, pengaruh tanaman transgenik tahan hama terhadap musuh alaminya dapat terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung disebabkan oleh pengaruh toksin secara langsung terhadap musuh alami. Pengaruh tidak lang-sung terjadi karena reduksi dari jumlah dan kualitas inang atau mangsa dan secara tidak sengaja introgresi gen menyebabkan perubahan sifat fisik dan kimia tanaman, sehingga tanaman tidak menarik untuk di-kunjungi musuh alami.(Anonim f, 2002)

PENGARUH TANAMAN TRANSGENIK BT TERHADAP
JENIS DAN STADIA MUSUH ALAMI
Toksin yang terdapat pada biopestisida Bt berlainan dengan yang terdapat pada tanaman transgenic Bt. Pada biopestisida Bt, toksin hanya terdapat dalam bentuk protoksin. Biasanya protoksin ini mempunyai bobot molekul lebih besar daripada toksinnya. Protoksin Bt jika dimakan oleh serangga sasaran akan berubah di saluran pencernaan serangga menjadi toksin yang mempunyai bobot molekul lebih kecil. Perubahan protoksin menjadi toksin terjadi karena aktivitas en-zim proteinase di dalam saluran pencernaan serangga. Lain halnya dengan biopestisida Bt pada tanaman transgenik, toksin Bt terdapat dalam bentuk toksin. Protoksin Bt yang digunakan sebagai biopestisida pada umumnya tidak toksik terhadap parasitoid, meskipun terdapat perkecualian pada beberapa kasus hasil pe-nelitian di laboratorium.(Anonim f, 2002)
Toksin yang ada di dalam tanaman transgenik Bt juga berpotensi mempengaruhi populasi musuh alami serangga sasaran. Namun demikian, pengaruh ini sangat bergantung pada jenis musuh alami dan stadianya, misalnya pada serangga parasitoid mempunyai karakteristik yang berbeda antara imago dan larvanya. Tanaman transgenik berpengaruh secara tidak langsung terhadap larva parasitoid, karena parasitoid ini terpapar lebih banyak di jaringan tubuh larva yang dimakannya daripada langsung pada tanaman transgenik. Larva parasitoid akan terpapar ke berbagai protein yang ada di tubuh serangga yang diparasitisasi secara langsung, ketika mereka makan jaringan tubuh inang-nya. Dosis mematikan (sublethal dosage) dari toksin yang ada di tubuh inang kemungkinan akan mening-katkan daya parasitismenya, yaitu dengan melemah-nya sistem imun dari inangnya. (Anonim f, 2002)
Pengaruh tanaman transgenik Bt sangat dipengaruhi oleh jenis hama tanaman dan jenis serta stadia musuh alaminya. Penelitian tentang pengaruh tanaman transgenik tahan hama terhadap musuh alami telah dilakukan baik di laboratorium dengan metode makanan buatan, dengan menggunakan toksin Bt mau-pun dengan makanan alami dalam bentuk daun, ba-tang atau tanaman transgenik Bt. Di samping itu, pe-nelitian juga dilakukan dalam kondisi alami di lapang. Di bawah ini diuraikan beberapa hasil penelitian pengaruh tanaman transgenik pada jenis dan stadia musuh alami berbeda di laboratorium dan di lapang.(Anonim f, 2002)
Pengaruh Tanaman Transgenik Bt terhadap Pre-Imago Parasitoid
Pengaruh toksin Bt pada dosis sublethal terhadap hama kubis diamond backmoth (Plutella xylostella) di laboratorium menunjukkan bahwa toksin Bt dapat memperpanjang masa berpupa parasit braconid Cote-sia plutellae, namun tidak berpengaruh terhadap bra-conid lain, yaitu Dinadegma insulare yang juga me-mangsa P. xylostella. Pengaruh negatif toksin Bt juga tidak dijumpai pada parasitoid hama kubis Helicoverpa armigera dengan parasit Mi-croplitis croceipes. Percobaan lapang dengan tanaman transgenic tembakau yang mengekspresikan toksin Bt dengan tingkat rendah menunjukkan adanya pengaruh sinergistik dengan parasitoid Campoletis sonorensis dalam mengendalikan H. virescens. Perpanjangan periode larva pada H. virescens yang makan tanaman tembakau Bt membuat waktu lebih panjang bagi C. sonorensis untuk memparasit H. virescens. (Anonim f, 2002)
Pengaruh Tanaman Transgenik Bt terhadap Parasitoid Imago
Parasitoid yang berada pada stadia imago makan pada kelenjar nektar bunga. Peluang terjadinya kontak antara parasitoid dengan toksin yang ada pada tanaman transgenik kecil, karena promoter yang digunakan untuk transformasi tanaman umumnya tidak terekspresi pada benangsari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa toksin cry1Ac tidak berpengaruh terhadap parasitoid Nasonia vitripennis, jika terjadi kontak dan imagonya makan nektar yang bercampur toksin cry1Ac. Mekanisme parasit dan predator untuk datang dan mendapatkan inangnya juga berdasarkan senyawa volatil yang dikeluarkan oleh tanaman tatkala dimakan oleh serangga hamanya. Cotesia plu-tella lebih menyenangi tanaman yang telah dimakan larva P. xylostella yang sehat dan hidup pada larva yang makan atau hidup pada tanaman Bt.
Perubahan tingkah laku hama yang makan pada tanaman transgenik juga mempengaruhi kesuksesan hidup parasitoid. Sebagai contoh, larva L. Decemlineata dan P. xylostella yang makan pada tanaman transgenic Bt membuatnya lemah dan tidak banyak bergerak. Hal ini memudahkan parasitoid M. doryphorae dan C. plutellae untuk meletakkan telurnya.(Anonim f, 2002)
Pengaruh Tanaman Transgenik Bt terhadap Perkembangan Predator
Predator, baik pada stadia imago maupun larva, hidup bebas, tidak di dalam tubuh serangga, sehingga lebih bebas bergerak dan biasanya mempunyai mangsa yang lebih beragam. Predator biasanya tidak begitu dipengaruhi oleh penurunan populasi dari mangsanya. Beberapa predator seperti Coccinella spp., mencari mangsa secara acak, sedangkan predator lain seperti lacewing menggunakan senyawa volatil yang dikeluar-kan oleh tanaman. Perubahan profil senyawa volatil yang dikeluarkan oleh tanaman transgenik mempe-ngaruhi keberhasilan predator untuk mendapatkan habitatnya.(Anonim f, 2002)
Pengaruh tanaman transgenik Bt terhadap predator jenis hama tertentu berbeda-beda, bergantung pada jenis predatornya. Peneliti mengamati mortalitas larva chrysopid (Chrysoperla carnea) yang mamangsa Ostrinia nubilalis dan Spodoptera littoralis yang dipelihara pada tanaman jagung Bt dan non-Bt. Mereka menemukan persentase kematian larva C. carnea yang memangsa O. nubilalis yang diperbanyak pada tanaman jagung Bt lebih tinggi (62%) daripada kematian larva predator pada jagung non-Bt (37%). Hal serupa tidak terjadi pada C. carnea yang memangsa S. littoralis, baik pada tanaman jagung Bt  aupun jagung non-Bt. Peneliti juga meneliti pengaruh cry1Ab terhadap perkembangan larva C. Car-nea dengan metode makanan buatan untuk mengkon-firmasi hasil penelitian sebelumnya.(Anonim h, 2000)
Hasilnya menunjukkan bahwa cry1Ab juga bersifat toksik terhadap C. carnea. Pada tahun 1999, Peneliti mengadakan penelitian untuk mengkonfirmasi hasil penelitian sebelumnya menggunakan dosis yang lebih tinggi dari toksin cry1Ab melalui makanan buatan un-tuk mengetahui pengaruhnya terhadap C. carnea yang memangsa S. littoralis. Hasil penelitiannya juga me-nunjukkan bahwa toksin cry1Ab toksik terhadap C. carnea. Pada tahun 2004 peneliti mengamati pengaruh toksin cry1A terhadap C. carnea dengan menggunakan mangsa yang berbeda, yaitu spidermite dan aphid yang dipelihara pada tanaman jagung Bt dan non-Bt, juga pada makanan buatan. Hasilnya menunjukkan bahwa tok-sin cry1Ab tidak menimbulkan dampak negative terha-dap C. carnea. Hasil ini berlawanan dengan hasil penelitian sebelumnya.(Anonim h, 2000)
Percobaan lapang dengan tanaman transgenic yang mengandung Bt dan lektin (CpTI) memperlihatkan tidak ada perbedaan populasi predator dari famili Nabidae. Pengaruh tanaman transgenik Bt terhadap populasi predator dari famili lain yang memangsa O. nubilalis juga telah diteliti di lapang selama dua tahun.(Anonim e, 2001) Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman jagung transgenik Bt tidak mempengaruhi keberadaan predator dari famili Coccinellidae, Anthocoridae, dan Chrysopidae yang merupakan predator O. nubilalis. Namun Demikian, penelitian Pilcher yang dilakukan di lapang menunjukkan hal yang sebaliknya, populasi Macrocentris grandii pada perangkap yang diletakkan di pertanaman jagung Bt berkurang 30-60%. (Anonim b, 1998)Hasil yang tidak konsisten ini disebabkan antara lain oleh perbedaan metode yang digunakan oleh para peneliti, mulai dari percobaan di laboratorium menggunakan makanan buatan dan makanan alami, penelitian di rumah kaca, hingga peneliti-an di lapang; perbedaan jenis serangga pengendali ha-yati yang digunakan (parasitoid atau predator), dan perbedaan antara stadia serangga pengendali hayati yang digunakan. Oleh sebab itu, pada pertemuan antara pakar entomologi dan Dutton dan Schuler telah mengajukan teknik serial yang patut dipertimbangkan. (Anonim e, 1998)

Kesimpulan
1.      Perakitan tanaman transgenik yang dapat mengekspresikan gen penyandi protein yang bersifat insektisidal memberikan beberapa keuntungan dalam usaha peningkatan produksi pertanian
2.      Tanaman transgenic Bt merupakan hasil rekayasa genetik dengan mengintroduksi gen cry1A yang diisolasi dari bakteri gram positif B. thuringiensis. Bakteri B. thuringiensis adalah bakteri yang pada proses sporulasinya mengha-silkan kristal protein yang bersifat toksik dan dapat membunuh serangga (insektisidal)
3.      Pengendalian hama dengan menggunakan serangga pengendali hayati (predator dan parasitoid) tidak mencemari lingkungan, tetapi cara ini tidak kompatibel dengan cara pengendalian lain, khususnya pestisida
4.      Secara keseluruhan, tanaman transgenik seperti halnya dengan tanaman konvensional mempunyai potensi mempengaruhi populasi musuh alami. Namun demikian, pengaruh ini tidak dapat diambil secara umum (digeneralisasikan). Pengaruh ini sangat spesifik, tergantung jenis gen tahan yang diintroduksikan keanaman transgenik, jenis hama, dan jenis predator atau parasit-nya. Pengaruh negatif dari varietas tahan terhadap larva parasitoid juga ditemukan pada parasitoid yang memangsa hama yang hidup pada tanaman tahan hasil pemuliaan konvensional. Misalnya α-tomatine dan nicotine menunjukkan pengaruh negatif terhadap daya bertahan hidup parasitoid pada hamanya
5.      Toksin yang ada di dalam tanaman transgenik Bt juga berpotensi mempengaruhi populasi musuh alami serangga sasaran. Namun demikian, pengaruh ini sangat bergantung pada jenis musuh alami dan stadianya, misalnya pada serangga parasitoid mempunyai karakteristik yang berbeda antara imago dan larvanya. Tanaman transgenik berpengaruh secara tidak langsung terhadap larva parasitoid, karena parasitoid ini terpapar lebih banyak di jaringan tubuh larva yang dimakannya daripada langsung pada tanaman transgenik. Larva parasitoid akan terpapar ke berbagai protein yang ada di tubuh serangga yang diparasitisasi secara langsung, ketika mereka makan jaringan tubuh inang-nya.
6.      Pengaruh toksin Bt pada dosis sublethal terhadap hama kubis diamond backmoth (Plutella xylostella) di laboratorium menunjukkan bahwa toksin Bt dapat memperpanjang masa berpupa parasit braconid Cote-sia plutellae, namun tidak berpengaruh terhadap bra-conid lain, yaitu Dinadegma insulare yang juga me-mangsa P. Xylostella
7.      Hasil penelitian menunjukkan bahwa toksin cry1Ac tidak berpengaruh terhadap parasitoid Nasonia vitripennis, jika terjadi kontak dan imagonya makan nektar yang bercampur toksin cry1Ac
8.      Pengaruh tanaman transgenik Bt terhadap predator jenis hama tertentu berbeda-beda, bergantung pada jenis predatornya.

Daftar Pustaka

Anonim a. 2000. Biology Resources on Shantybio - Tanaman Transgenik - Dampak tanaman Transgenik Bt terhadap Populasi Serangga Pengendali Hayati
Anonim b. 1998. Toto Hadiarto, 2004. Membuat Bioreaktor Alami dengan Tanaman Transgenik. Balai Besar Litbang Biogen, Bogor.
Anonim c. 2000. www.antaranews.com/ transgenic sebabkan kesuburan rendah. Diakses tanggal 01 November 2009, pukul 21.00 WIB
Anonim d. 1999. www.beritabumi.com/ fakta ilmiah transgenic. Diakses tanggal 01 November 2009, Pukul 21.00 WIB.
Anonim e. 2001. www.rakyatsumatra.com/ pengembangan tanaman transgenic. Diakses tanggal 01 November 2009, pukul 21.00 WIB
Anonim f. 2002 www.shantybio.transdigit.com/Dampak tanaman Transgenik Bt terhadap Populasi Serangga Pengendali Hayati. Diakses tanggal 01 November 2009, pukul 21.00 WIB
Anonim h. 2000. www.w3.org/ amankah mengkonsumsi Tanaman transgenic. Diakses tanggal 01 November 2009, pukul 21.00 WIB.

ket : Mohon maaf apabila pustaka penelitian secara detail tidak kami sampaikan karena keterbatasan sumber yang penyusun baca.

Tidak ada komentar: